Kata tetangga pada saya, "Sering saya lihat kucing putih ini di rumah ibu, itu kucingnya Emir, kan?" tanyanya menyebut nama anak kedua saya.
"Ya, itu Moci," angguk saya. Biarlah dalam akhir hidupnya, Moci kami akui sebagai binatang peliharaan kami.Â
Suami mengubur mayat Moci di halaman belakang rumah kosong tersebut.
Esoknya dan esoknya lagi dan esok esoknya lagi, sebagai pengganti Moci, Mica selalu datang ke rumah meminta makanan.Â
Tidak seperti Moci yang penyayang dan penurut, Mica ini kucing betina yang galak. Ia hanya mau diberi makan, tapi tidak mau dipegang. Kalau dipegang ia akan menyergah dan mencakar. Dengan sendirinya, ia tidak bisa dijadikan hewan peliharaan. Ia datang dan pergi sesuka hati.Â
Mica sering sekali datang dalam keadaan mengandung, lalu menghilang dalam waktu lama, lalu muncul lagi dengan perut langsing. Entahlah ia melahirkan di mana. Anak-anak kucingnya pun tak tampak.
Kami selalu menerima Mica setiap ia datang dan sebisa mungkin selalu memberinya makanan. Kehadiran Mica selalu membuat kami ingat pada Moci, kucing yang mati tanpa sempat benar-benar kami pelihara dengan baik. Rest in peace, Moci. Semoga engkau bahagia di alam sana, aamiin.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H