Pada akhir Juli 2022 lalu, saya berkesempatan mengunjungi Kota Yogya lagi setelah lima tahun tidak pernah menginjakkan kaki di kota gudeg tersebut. Perjalanan kali ini tidak lama-lama di Yogya karena saya hanya transit untuk melanjutkan langkah ke Kota Solo.
Perjalanan Makassar -- Yogya menggunakan pesawat ditempuh selama kurang lebih dua jam. Saya pergi bersama teman kantor yang sama-sama sedang cuti, Nur. Kami janjian untuk saling mengunjungi kota masing-masing. Saya ke Solo dulu, dan nanti Nur akan berkunjung ke Malang sebelum sama-sama balik Makassar via Surabaya.
Mendarat di Yogya, untuk pertama kalinya kami melihat bandara baru Yogya yaitu Yogya International Airport (YIA) yang terletak di Kabupaten Kulon Progo dan sempat banyak menuai protes masyarakat saat awal pembangunannya dulu. YIA diresmikan pada tanggal 28 Agustus 2020 oleh Presiden Joko Widodo.
Panjang runway YIA 3.250 meter dan luas terminal 219.000 meter persegi dengan total luas area bandara mencapai 587 hektar. Kapasitas tampung hingga 20 juta penumpang pertahun. YIA telah dilengkapi sistem terpadu peringatan dini potensi gempa dan tsunami serta cuaca ekstrem.
YIA dirancang dengan arsitektur modern tanpa meninggalkan budaya Yogyakarta yang digambarkan melalui berbagai instalasi karya seni serta area dengan desain khusus.
Keluar dari pesawat melalui garbarata, kami memasuki ruang-ruang bandara. Kami langsung tertarik berfoto di sebuah patung karya seni berupa wajah Pangeran Diponegoro. Karya seni ini diberi nama "Palihan" merujuk pada desa di mana pasukan Diponegoro pernah singgah, merupakan karya dari Duvrat Angelo dan Lulus Setio Wantono. Lokasi artwork ini di lantai mezzanine kedatangan domestik sebelah timur.
Menurut info dari instagram @bandarayogyakarta, karya seni Palihan ini merupakan salah satu karya yang paling sering menjadi objek selfie. Jadi tak salah jika kami pun singgah untuk menorehkan jejak di samping karya seni nan indah ini.
Nur celingak-celinguk di bandara, rupanya mencari tulisan YIA agar bisa berfoto sebagai bukti kami sudah ke sana. Waduh ternyata susah juga mencari tulisan YIA di dinding-dinding lorong dan ruang bandara. \
Tulisan YIA pertama yang kami temukan ada di lantai 2, saat kami hendak pergi mencari lokasi stasiun -- karena kami akan melanjutkan perjalanan ke Stasiun Tugu (kami berencana ke Solo naik KRL).
YIA rupanya belum sepenuhnya selesai dibangun, terutama bagian interiornya. Kami masih menemui beberapa pekerja yang menyelesaikan pekerjaan membangun miniatur Yogya di lorong lantai 2. Selain miniatur tugu juga ada miniatur jalan Malioboro.Â
Bisa dibayangkan alangkah cantiknya bandara YIA jika selesai semua detail interiornya, lengkap dengan lampu-lampu jalan khas Malioboro. Kami -- tentu saja -- menyempatkan diri foto-foto di beberapa spot.
Rencana naik kereta dari YIA gagal karena kami sudah ketinggalan kereta siang, dan jadwal kereta berikutnya terlalu lama. Akhirnya kami memutuskan untuk naik Damri bandara yang ada di lantai bawah, terpaksa turun lagi.Â
Kami tidak terlalu banyak mengeksplor bandara karena waktu yang mepet. Kami tidak ingin kemalaman sampai di Solo. Kami segera naik Damri yang 'janjinya' akan mengantar kami sampai ke stasiun Tugu Yogya. Apakah 'janji' Damri ini akan ia tepati? Tunggu tulisan berikutnya.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H