Aku segera mengantarnya ke kamar yang baru saja kubersihkan. Aku mengucapkan selamat istirahat dan akan segera berlalu, ketika ia memintaku menunggu. Apakah ia akan memberiku tip? Ternyata bukan.
"I am hungry," kata Pak Han dengan malu-malu. Lesung pipinya muncul membuat aku hilang keseimbangan sesaat. Kugetok kepalaku sendiri, lalu bertanya.
"Do you want me to order food for you?" tanyaku, lalu menjelaskan bahwa penginapan kami tidak menyediakan dinner. Tidak juga breakfast, apalagi lunch.
"Do you mind if i ask you to accompany me go around looking for dinner?"
Tanda-tanda apa ini? Dia bukan keong racun yang baru kenal sudah ngajak dinner, kan? Tapi demi menjadi tuan rumah yang baik, aku harus memberikan kesan baik. Jadi aku menyatakan bersedia menerima lamarannya ... eh, tawarannya untuk cari makan. Karena aku juga harus mempromosikan makanan khas Jogja, maka aku mengajaknya ke warung mi godog paling enak di dekat penginapan.
Tak kuduga, Pak Han sangat suka mi godog.
"Mengapa kamu seolah tidak takut pada saya?" tanya Pak Han dalam bahasa Inggris. "Apa kamu kenal saya?"
Aku diam sesaat, apakah aku harus membeberkan fakta bahwa seluruh penggemar drakor Indonesia mengenalnya? Tapi bukankah dia sedang patah hati? Tapi kenapa aku tak melihat tanda-tanda kesedihan lagi di raut mukanya?
"Mengapa kamu tadi menyapa saya dengan ucapan selamat pagi?" tanyaku. "Ini kan sudah malam."
"Ooh, itu karena saya sangat suka pagi hari. Dan bukankah orang Indonesia apalagi yang suka ikut pelatihan, kalau mengucapkan salam biar pagi, siang, malam selalu mengucapkan selamat pagi pagi pagi? Biar semangat katanya, kan?"
Aku terbahak tidak habis pikir. Kok pak Han tahu kebiasaan yang kuanggap aneh itu, ya? Apa dia pernah ikut pelatihan di kantor pemerintah Indonesia? Pak Han ikut-ikut tertawa ... duh lesung pipi itu. Fix, dia pasti sudah tidak patah hati lagi. Dia mungkin ke Indonesia untuk mengobati sakit hati yang ia rasakan, ditinggalkan cewek yang dicintainya.