Hai, kali ini saya akan berceloteh lagi tentang pengalaman saya ditolak penerbit. Kok ditolak melulu diterimanya kapan? Hmm, itu masih diusahakan. Baiklah kita mulai saja celotehnya...
Tanggal 6 Januari 2022 lalu, saya menerima email dari editor sebuah penerbit mayor. Begini bunyi pengantar pada email tersebut:
Dengan Hormat Ibu Indah
Berikut kami sampaikan hasil evaluasi naskah berjudul Ulah Bang Mail. Semoga dapat diterima dengan baik.
Tentu saja kata-kata "Semoga dapat diterima dengan baik" membuat feeling saya sudah tidak baik. Pasti ditolak, deh. Betul juga, saat saya baca dokumen pemberitahuan resmi dari penerbit, tertulis bahwa naskah belum dapat diterbitkan. Alasannya sudah ada naskah sejenis.
Hal ini membuat saya berkesimpulan bahwa jika sistemnya adalah seleksi naskah, maka siapa yang paling cepat mengirim naskah memiliki peluang yang lebih besar untuk diterima naskahnya.Â
Waktu itu saya mengirim naskah mendekati deadline, hanya hitungan jam sebelum deadline. Ada teman yang sudah mengirim naskah sejak tanggal 27 Desember 2021. Artinya tiga hari lebih cepat dibandingkan saya.
Baiklah, tak apa. InsyaAllah masih ada kesempatan lain. Naskah yang sudah telanjur dikirim juga kembali menjadi hak penulis. Saya masih dapat mengirimkannya ke penerbit yang lain.
Sekarang saya ingin menyoroti mengenai waktu tunggu kepastian terbit naskah. Barangkali teman-teman beranggapan respons penerbit itu cepat, seperti terjadi pada saya, 31 Desember 2021 dikirim dan 6 Januari 2022 sudah ada jawaban.
Tapi anggapan itu salah. Memang benar saya kurang lebih hanya membutuhkan waktu enam hari memeroleh jawaban. Tapi itu kan insidensial. Yang saya ikuti adalah program seleksi naskah di mana penerbit membutuhkan naskah dalam jumlah tertentu (saat itu 12 naskah). Tentu pihak penerbit akan kerja secepatnya. Jadi respons juga diberikan sangat cepat, hanya enam hari saja.
Mengapa enam hari dibilang cepat?
Tentu cepat, Rudolfo, karena naskah regular harus menunggu 2 -- 3 bulan untuk mendapatkan konfirmasi. Pada penerbit laris dengan antrean naskah buku panjang, waktu yang dibutuhkan untuk menunggu respons pertama bisa mencapai 6 bulan.
Terlalu lama?
Itulah kenapa penulis senior selalu berpesan pada juniornya, jika kamu menulis lalu mengirimkan tulisan itu untuk dimuat, jangan menunggu mendapat kabar. Lupakan naskahmu, lalu mulailah membuat naskah baru. Karena jauh lebih baik jika kamu tetap produktif selama menunggu naskahmu direview oleh editor dan dirapatkan, daripada hanya menunggu dalam kecemasan tanpa melakukan apapun.
Baik. Saya jelaskan ulang untuk waktu 2 -- 3 bulan, atau pada penerbit laris 6 bulan yang saya sebut di atas, itu waktu yang dibutuhkan untuk menunggu respons pertama saja ya. Bukan kepastian terbit.
Setelah menerima konfirmasi pertama, misalnya naskah dinilai baik dan akan diterbitkan, maka akan dimulailah proses revisi. Kalaupun tanpa revisi, Anda akan diberi informasi bahwa naskah Anda yang lolos tersebut sedang antre cetak. Di sini waktu menunggunya beragam bisa cepat, bisa tahunan.
Bergembiralah jika pihak penerbit sudah mengirimi contoh kover, artinya naskah sudah mendekati tahap akhir menjadi sebuah buku. Setelah naskah published, Anda mulai dapat berpromosi membantu pihak penerbit agar buku Anda laku.
Zaman sekarang penulis tidak lagi bisa ongkang-ongkang kaki tidak berbuat apa-apa hanya menunggu royalti mengalir. Penulis harus promo agar bukunya laku. Penulis yang sekaligus tukang promo yang rajin akan menjadi penulis kesayangan penerbit. Yakin, deh.
Oya, balik lagi ke waktu tunggu yang dibutuhkan mulai dari naskah dikirim sampai terbit menjadi buku -- ya kira-kira 2 -- 3 tahun. Kecuali jika Anda Tere Liye atau penulis sekelas Tere. Penerbit pasti akan ngebut mencetak naskah Anda agar dapat segera dijual di toko buku. Karena buku Tere Liye kan jaminan mutu laris, ya.
Kalau Anda penulis yang biasa-biasa saja, ya harus antre yang rapi menunggu giliran. Kalau Tere Liye bisa ambil jalan bebas hambatan.
Tapi yakinlah bahwa Tere Liye pun awalnya bukan siapa-siapa. Jadi tak usah khawatir naskah ditolak, jawaban penerbit lama, atau merasa naskah jelek. Tugas penulis itu bukan khawatir, melainkan terus menulis, menulis, dan menulis serta menikmati prosesnya sampai tulisan kita menjadi buku. Jadi berhenti khawatir dan lecut penamu. Selamat menulis.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H