Pada artikel terbaru saya sebelum yang ini, saya janji akan menuliskan tentang sebuah toko/mini market dekat rumah saya yang terbakar  kurang lebih sebulan lalu, tepatnya tanggal 10 Juni 2021. Walaupun kisahnya tentang kebakaran, namun inti dari artikel yang hendak saya tulis ini adalah pentingnya memelihara sifat sabar.
Alkisah 10 Juni 2021, saya bangun dan bersiap salat subuh. Suami sudah pergi salat di masjid. Usai salat saya ke dapur dan mencium bau sangit seperti benda terbakar. Saya menyusuri dapur dengan pandangan curiga, takut ada api yang lupa dimatikan. Tapi rasa-rasanya bau sangit ini dari luar rumah.
Suami pulang dan berkata, "Mini market IM kebakaran!"
Ia hanya meletakkan sajadah, lalu keluar lagi. Saya mengenakan mukena lagi, lalu bergegas keluar, ke depan rumah, lalu menatap ke langit di atas mini market IM yang letaknya hanya dua lorong dari rumah saya di sebuah kompleks perumahan di Makassar.
Langit subuh masih biru pekat, namun tambah pekat karena kepulan asap dari arah mini market, ditambah percikan api beterbangan di angkasa. Jantung langsung dhug-dhug dan hati tercekat. Saya balik lagi masuk rumah dan menyuruh anak-anak cepat salat, lalu saya giring keluar rumah untuk melihat kepulan asap. Cukup dari rumah saja, kalau mau mendekat takut bahaya.
Namun bersamaan dengan semakin terangnya langit karena hari makin siang, dan juga suara sirine pemadam memadamkan api, kepulan asap menipis. Saya sempat mengajak salah satu anak saya ke TKP, itupun kami hanya dapat melihat jejeran mobil damkar dari jauh, dan kerumunan orang.
Akhirnya kami pulang. Anak saya, si tengah, menggumam membayangkan snack-snack kesayangannya berhamburan. Saya membayangkan akan kehilangan satu-satunya tempat saya melakukan me time kalau bosan melanda.
Duh, me time kok di mini market? Wkkk, karena saya malas pergi-pergi jauh dan merasa oleng jika belanja di mall besar, jadi mini market IM kompleks yang keciiil sudah cukup membahagiakan, hahaha.
---
Kisah kebakaran itu mungkin akan berlalu begitu saja jika fakta di balik kebakaran itu tidak terkuak. Awalnya perkiraan banyak orang, kebakaran itu gara-gara korsleting listrik. Seminggu kemudian baru ramai diberitakan bahwa ternyata toko sengaja dibakar oleh salah satu karyawannya karena sakit hati.
Entah bagaimana detailnya, namun karena menderita kerugian, si karyawan diminta bertanggungjawab membayar sebesar enam juta rupiah pada pihak manajemen toko. Rupanya si karyawan yang baru berusia 21 tahun ini lalu sakit hati, nggak terima.
Pada suatu malam dengan perencanaan matang di kepalanya, ia membeli sebotol bensin, lalu pada subuh yang masih gelap, ia masuk ke dalam toko tempatnya bekerja. Ia mengambil uang di brankas sebanyak 58 juta, lalu membakar rak popok -- yang menurutnya mungkin paling mudah terbakar.
Kisah selanjutnya seperti yang saya ceritakan di awal artikel. Kebakaran dan suara ledakan bertubi-tubi (mungkin gas elpiji yang meledak) terjadi. Kabarnya, kerugian yang dialami si pemilik mencapai 800 juta rupiah.
Si karyawan segera tertangkap dan diamankan di kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
---
Jika saja ia mau bersabar. Tidak ada api tanpa asap. Keharusan untuk membayar kerugian sebesar enam juta rupiah, itu pasti ada penyebabnya. Kalaupun memang kesalahan ada padanya dan ia harus membayar enam juta, bukankah sistem pembayarannya masih bisa dinegosiasikan pada pihak manajemen? Misalnya dengan potong gaji beberapa bulan.
Hal itu tentu jauh lebih ringan dari pada konsekuensi yang sekarang ia terima. Pekerjaan hilang, tidak ada penghasilan, terancam dipenjara, nama baik lenyap.
Saya sendiri bukanlah seorang ahli sabar. Dan si pelaku pasti punya pembelaan tersendiri. Apapun itu, saya doakan yang terbaik untuknya. Semoga ia menyesali perbuatannya dan tidak mengulanginya lagi di masa depan. Semoga kehidupannya dapat lebih baik setelah ia menjalani hasil dari perbuatannya itu.
Sedangkan buat pemilik toko, hal ini juga dapat menjadi pelajaran, mengapa seorang karyawan tega membakar toko tempatnya bekerja. Bukankah tempat kita bekerja adalah salah satu sumber rezeki kita? Semoga setelah toko terbangun kembali, suasana kerja menjadi lebih terbuka dan menyenangkan baik bagi pemilik modal maupun karyawan.**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H