Biar kuceritakan tentang kisahku
Gadis dusun yang bodoh dan takut mati
Takut mati yang membuat aku juga takut dikawini
Kubilang pada pacarku aku takut mati nanti saat melahirkan anakmu
Lalu orang-orang itu datang
Membawa batu dan pasir dan senyum di wajah mereka
Membangun bangunan yang disebut puskesmas
Agar warga dusun tak harus naik turun gunung sejauh 20 kilometer untuk mencapai pos kesehatan terdekat
Agar tak ada lagi perempuan yang mati dalam perjalanan mencari bantuan melahirkan bayinya yang sungsang
Senyum pacarku ketika melamarku
Kusambut dengan anggukan malu-malu
Senyum bu bidan ketika mengabarkan kehamilanku
Kusambut dengan senyum malu-malu
Aku meraba perutku,
girang berkata pada calon bayiku,
terima kasih pada pembangunan
Hingga pada suatu sore bu bidan pergi membawa tas besar
Puskesmas ditutup bu bidan janji akan kembali
Aku meraba perutku di bulan ke sembilan
menatap pintu yang tergembok selama berminggu-minggu
Kudengar tak ada yang mau kerja di tempat terpencil
Tidak ada mal tidak ada wifi
Aku meraba perutku
Mulas terasa, bersama datangnya ingatan saat mengantar emakku melahirkan dulu
Naik turun gunung sejauh 20 kilometer
Mati di tengah jalan dengan kedua kaki adikku menjulur kebiruan
Makassar, 5 Mei 2021
#Penghormatan tertinggi saya sampaikan untuk para bidan yang setia mengabdi di daerah-daerah terpencil minim fasilitas. Pengorbanan mungkin tak sepadan dengan rupiah yang diterima, namun insyaAllah sepadan dengan kemuliaan yang diberikan sang pemberi hidup.
#Selamat hari bidan internasional 5 Mei
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H