Mohon tunggu...
Indah Noing
Indah Noing Mohon Tunggu... Lainnya - Maminya Davinci

Ibu rumah tangga biasa, punya 3 krucils, pernah bekerja sebagai analis laboratorium klinik selama 10 tahun. Selalu berharap Indonesia bisa maju dan jaya tak kalah dari negeri yg baru merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Test IGRA, Test Laboratorium Terkini untuk Deteksi TB

24 Maret 2018   06:44 Diperbarui: 24 Maret 2018   14:33 41484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adanya praktek lansung saat pelatihan membuat peserta makin ahli mengerjakan test IGRA (Dokpri)

Hari ini tanggal 24 Maret 2018. Tepat pada 136 tahun yang lalu, yaitu 24 Maret 1882, seorang ilmuwan Jerman bernama Robert Heinrich Herman Koch mengumumkan bahwa ia telah menemukan bakteri penyebab penyakit Tuberculosis (TBC), yaitu Mycobacterium tuberculosis. Pada masa itu wabah TBC sedang menyebar di Eropa dan Amerika. Banyak penderitanya yang meninggal dunia. 

Bahkan kala itu TBC dianggap sebagai penyakit bawaan Banyak penderitanya yang meninggal dunia. Namun Koch yakin bahwa penyakit itu disebabkan oleh bakteri dan menular. Kemudian ia melakukan pengujian dan berhasil dengan pengembang biakan kultur murni bakteri tahan asam ini, ternyata benar ia menemukan bakteri penyebab Tuberculosis. Sebagai hasil terobosan penelitiannya tentang TBC inilah ia meraih penghargaan Nobel di bidang Fisiologi dan kedokteran pada tahun 1905. Itulah sebabnya untuk mengenang jasanya, maka setiap tanggal 24 Maret selalu diperingati sebagai Hari Tuberculosis Sedunia .

Peringatan Hari Tuberculosis Sedunia ini pertama kalinya diselenggarakan oleh WHO dan Kerajaan Belanda Tuberculosis Foundation di Den Haag pada tahun 1995. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang bahayanya penyakit TBC dan melakukan upaya untuk memberantas TBC.
Untuk memperingati Hari TB sedunia 2018 ini Indonesia mengambil tema : "Peduli TBC, Indonesia Sehat". Tema ini ingin mengajak semua pihak dan anggota masyarakat untuk turut berperan aktif dalam gerakan TOSS TBC ( Temukan Tuberculosis Obati Sampai Sembuh).

TOSS TBC adalah gerakan untuk menemukan pasien sebanyak mungkin dan mengobatinya sampai sembuh sehingga rantai penularan di masyarakat bisa dihentikan.
Hari TB sedunia 2018 ini mengkampanyekan agar Pemerintah, Departemen Kesehatan dan professional kesehatan terus menyerukan upaya global untuk menemukan, mengobati dan menyembuhkan TB dan mempercepat menuju tujuan mengakhiri TB pada tahun 2035.

Saya jadi tertarik ingin menulis artikel ini adalah setelah membaca koran Kompas kemarin tanggal 23 Maret 2018. Ada berita tentang Hari Tuberculosis Sedunia berjudul "Penemuan Kasus Diintensifkan". Ada 102 juta kasus baru TB di Indonesia, 420.000 kasus yang dilaporkan. Adapun 600.000 kasus belum terlaporkan, antara lain karena pasien belum berobat atau berobat di fasilitas kesehatan swasta tetapi tak terlaporkan ke sistem di Pemerintah, Direktur Jenderal Pak Anung Suhantono menyatakan "TB bisa disembuhkan dengan berobat secara teratur dan menjaga kebersihan lingkungan".

Wah membaca berita tersebut saya  jadi teringat teman saya yang bekerja sebagai seorang analis kesehatan di pedalaman, dimana di daerahnya tersebut juga banyak kasus penderita Tuberculosis. Bayangkan terkadang saking jauhnya dan sulitnya medan yang dilalui, teman saya itu sampai menginap di rumah pasien penderita TB. Menurut saya teman saya ini dalam pekerjaannya benar-benar menjemput bola menemukan pasien dengan kasus TBC.  Kisahnya pernah saya tulis di sini. Tahun lalu saya pernah mengikuti pelatihan tentang pemeriksaan laboratorium terbaru untuk deteksi Tuberculosis. Saya membayangkan bila laboratorium tempat teman saya tersebut bekerja bisa melakukan test terbaru ini, maka akan lebih mudah baginya menemukan banyak penderita TBC, dan pasien segera mendapatkan pengobatannya hingga sembuh. Pada tulisan kali ini pun saya ingin membagi sedikit pengetahuan saya tentang pemeriksaan laboratorium untuk Tuberculosis.

Penyakit Tuberculosis (TBC atau TB) merupakan penyakit  infeksi ganas, menduduki  posisi  ke 2 setelah HIV sebagai penyebab kematian di dunia. Indonesia pun merupakan negara ke 3 yang mempunyai penderita TBC terbanyak di dunia, setelah  India, China. Ternyata setelah lebih dari seabad penemuan bakteri penyakit TBC, namun penyakit TBC masih belum bisa diberantas tuntas hingga kini.
Meskipun pemerintah telah melakukan penetrasi untuk menekan pertumbuhan penyakit itu, namun pencegahan terbaik justru berasal dari diri sendiri. Hal itu disampaikan oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla saat acara peluncuran Kemitraan dalam Penanggulangan Tuberculosis di Istana Wapres, Rabu 15 Maret 2017. Wapres juga mengapresiasi langkah yang dilakukan masyarakat dan Kementerian Kesehatan dalam menekan laju pertumbuhan penyakit itu. (sumber: Kompas.com 15/03/2017)

Bila seseorang menderita Tuberculosis, maaka dapat menyebabkan kerusakan terutama pada paru, menimbulkan gangguan berupa batuk, sesak napas, bahkan dapat menyebar ke tulang, otak, dan organ lainnya.

Ada 2 tipe Tuberculosis, yaitu TB Laten dan TB Aktif.
TB Latenatau  LTBI(Laten Tuberculosis Infection ), merupakan bentuk non aktif penyakit ini.  Karena system kekebalan tubuh yang baik dapat melawan bakteri TBC, maka bakteri TB akan mengalami fase dormant (tertidur), sehingga orang dengan TB laten tidak akan mengalami keluhan selama penyakit tersebut tidak menjadi  TB aktif. TB laten ini tidak menular.  Meskipun begitu tetap beresiko berkembang menjadi TB aktif. Resiko ini akan tetap ada seumur hidup, karenanya diagnosis serta penanganan pada kasus TB laten sangat penting juga untuk menekan angka kejadian TB aktif.


TB Aktif, terjadi ketika bakteri TB  mengalahkan  sistem kekebalan tubuh dan mulai menimbulkan gejala penyakit. Saat bakteri TB menyerang paru-paru, maka TB aktif ini dapat menular dengan mudah ke orang lain melalui droplet atau bercak dahak, dan batuk. Penularan hanya dapat terjadi bila tubuh seseorang berada dalam kondisi sangat lemah.

Gejala  TB paru mirip dengan yang dirasakan oleh pasien yang menderita radang paru (pneumonia) dan kanker paru. Gejalanya bisa berupa: Batuk dengan dahak kental dan keruh yang berlangsung bisa lebih dari dua minggu, dahak berdarah, demam, menggigil, keringat malam, kelelahan, kelemahan, berat badan turun  yang tidak dapat dijelaskan, nyeri dada dan sesak napas.

Kelompok orang dengan daya tahan tubuh yang rentan sakit terkena infeksi TB adalah sebagai berikut: Lansia, bayi, pengidap HIV atau AIDS, pengidap Diabetes, pengidap kanker,pasien cangkok organ, pasien gagal ginjal,  orang  yang menjalani  pengobatan penyakit autoimun, kaum miskin dan kurang gizi. Orang yang berada di lingkungan pasien TB juga rentan tertular penyakit TB, misalnya keluarga penderita TB, para petugas kesehatan, serta petugas di penjara.
Orang yang bepergian ke daerah endemic TB juga bisa tertular penyakit TB.

Seseorang bila dicurigai menderita penyakit TB, maka perlu dilakukan beberapa hal demi menegakkan diagnosa, yaitu:
- Anamnesa, terhadap pasien maupun keluarganya
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak)
- Pemeriksaan patologi anatomi (PA)
- Test Tuberkulin (test Mantoux)

Test Tuberculin (Test Mantoux) adalah metode standar yang biasa digunakan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis atau tidak.
Test Mantoux dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml tuberculin Purufied Protein Derivate (PPD) ke dalam lapisan kulit di lengan bawah.  Pembacaan hasil test dilakukan antara 48-72 jam setelah disuntik. Pengujian dan pembacaan  yang tepat membutuhkan standar baku prosedur, pelatihan, pengawasan dan pelatihan. Namun pada test Mantoux ini juga bisa terjadi reaksi positif palsu, yang bisa terjadi karena beberapa hal berikut ini:
- pasien terinfeksi bakteri Mycobacteria, namun oleh jenis non Tuberculosis.
- Pasien baru diimunisasi vaksin BCG
- metode yang salah ketika menyuntik
- interpretasi/ penilaian yang salah dari reaksi
- penggunaan botol antigen yang salah

Sebagian orang yang terinfeksi TB juga bisa tidak bereaksi terhadap test Mantoux, reaksi disebut negative palsu  yang bisa jadi disebabkan oleh kondisi berikut ini :
- Anergi Kutaneus, ketidakmampuan untuk bereaksi kepada uji kulit karena daya tubuh yang lemah
- Infeksi TB yang baru tejadi ( antara 8-10 minggu dari paparan penyakit)
- infeksi TB yang lama (beberapa tahun)
- Usia yang masih sangat kecil ( kurang dari 6 bulan)
- Baru divaksinasi ( misalnya: campak)
- Penyakit  akibat virus (campak, cacar air)
- metode penyuntikan yang salah
- interpretasi/ penilaian yang salah dari reaksi.

Tentu saja rangkaian test untuk  menegakkan diagnose TB harus dilakukan, tidak hanya test Mantoux saja.  
Saat ini juga sudah terdapat test yang lebih akurat dalam mendiagnosa TB, yaitu Test IGRA (IFN Gamma Realease Assay)

Test IGRA  
Test IGRA  adalah test untuk mendeteksi  infeksi TB dalam tubuh dengan bahan pemeriksaan berupa darah. IGRA bekerja dengan cara mengukur respons imunitas selular atau sel T terhadap infeksi TB.

Sel T dalam tubuh pasien yang terinfeksi TB akan diaktivasi sebagai respons terhadap sensitisasi  antigen berupa peptide spesifik Mycobacterium tuberculosis, yaitu Early Secretory Antigenic Target-6 (ESAT6) dan Culture Filtrate Protein-10  (CFP-10) yang ada di dalam reaksi. Sel T akan menghasilkan Interferon Gamma (IFN-y) yang diukur dalam pemeriksaan.
Protein yang digunakan dalam test  IGRA ini tidak terdapat dalam vaksin BCG dan MOTT (kecuali Mycobacterium kansasii, Mycobacterium marinum, Mycobacterium szulgai), sehingga test IGRA ini sangat spesifik dan tidak terpengaruh oleh vaksin BCG. Hasil positif test IGRA lebih akurat hingga 6x lipat dibandingkan test tuberculin (Mantoux).

Tahun lalu Prof. Naima Wiazzane  dari Oxford Immunotec, London, UK.   memberikan seminar  dan pelatihan tentang pemeriksaan Igra Test T-Spot.TB  yang diadakan di Rumah Sakit Mayapada Jakarta Selatan.  Saya termasuk peserta yang hadir diantara para teknologi laboratorium medis dari beberapa rumah sakit dan laboratorium klinik di Jabodetabek.  Narasumber lainnya adalah Ibu Feronica Dewi Putri juga hadir sebagai sales dan product Specialist  dan juga sebagai penterjemah Prof Naima. Para peserta semuaya  sangat antusias mengikuti seminar dan pelatihan yang berlangsung selama 2 hari ini. Laboratorium Rumah Sakit Mayapada  besar, sehingga bisa menampung para peserta yang juga praktek langsung mengerjakan prosedur IGRA test. Pelatihan ini sangat bermanfaat demi  meningkatkan keahlian peserta. Para peserta seminar bisa menanyakan langsung kepada Prof Naima tentang berbagai hal yang pernah dijumpai di laboratoriumnya saat melakukan test IGRA, dari mulai prosedur kerja hingga interpretasi hasil.

Pelatihan test IGRA di RS.Mayapada Jakarta Selatan. (Dokpri)
Pelatihan test IGRA di RS.Mayapada Jakarta Selatan. (Dokpri)
Prof Naima menjawab pertanyaan dari para peserta pelatihan (dokpri)
Prof Naima menjawab pertanyaan dari para peserta pelatihan (dokpri)
Adanya praktek lansung saat pelatihan membuat peserta makin ahli mengerjakan test IGRA (Dokpri)
Adanya praktek lansung saat pelatihan membuat peserta makin ahli mengerjakan test IGRA (Dokpri)
Bahan pemeriksaan untuk test IGRA adalah darah heparin atau darah sitrat dengan tabung PBMC yang  selanjutnya dipisahkan dengan teknik pemisahan standar, atau bisa juga menggunakan darah yang diambil dengan tabung CPT dari Becton Dickinson (BD). Darah dari tabung EDTA tidak dianjurkan untuk pemeriksaan ini.
Juga yang harus diperhatikan adalah darah harus segera diperiksa kurang dari 8 jam setelah pengambilan darah. Bila darah diperiksa ke laboratorium rujukan, maka stabilitas darah harus tetap dijaga dalam kondisi sejuk, bukan dingin ataupun terkena suhu panas. " Do not refrigerate or freeze blood samples." Interpretasi hasil dari IGRA test dinyatakan dengan positif, negative, dan borderline.

Test IGRA merupakan test terkini yang spesifik dan sensitif untuk pemeriksaan Tuberculosis. Test nya lebih mudah dan tidak terpengaruh oleh vaksin BCG. Karenanya diharapkan nantinya IGRA test  bisa menggantikan uji tuberculin yang mempunyai banyak kelemahan dan masih banyak dilakukan di negara berkembang. Test IGRA akan membantu perkembangan pada pasien laten TB (LTBI) menjadi TB aktif. 

 Jangan dilupakan juga anak-anak yang mempunyai keluarga dengan riwayat terkena TB, juga bisa menjadi anak Laten TB (LTBI), maka test IGRA juga bagus dilakukan pada anak-anak tersebut bila anak sering batuk-batuk tak kunjung sembuh dan berat badan turun,  apakah ada kemungkinan berkembang ke arah TB aktif .

Yuk mari kita peduli Tuberculosis, bila ada anggota keluarga kita, kerabat kita, tetangga kita yang menunjukkan gejala-gejala Tuberculosis, anjurkanlah untuk datang memeriksakan dirinya ke tempat pelayanan kesehatan masyarakat seperti puskesmas, rumah sakit, laboratorium klinik, dll. Tuberculosis penyakit menular yang berbahaya, namun bisa disembuhkan. Ayo kita peduli. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun