Mohon tunggu...
Indah Noing
Indah Noing Mohon Tunggu... Lainnya - Maminya Davinci

Ibu rumah tangga biasa, punya 3 krucils, pernah bekerja sebagai analis laboratorium klinik selama 10 tahun. Selalu berharap Indonesia bisa maju dan jaya tak kalah dari negeri yg baru merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Lebih Jauh tentang Perempuan Nelayan melalui JP 95 dan Film

8 Februari 2018   16:48 Diperbarui: 8 Februari 2018   18:40 2578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Dr.Ir.Rina.M.Si membuka acara Pemutaran Film Dokumenter & Pendididkan Publik JP 95 (foto: dokpri)

Ibu  Dr. Ir. Rina. M.Si, Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dalam kata sambutan acara ini menjelaskan pada tahun 2017 ada 80 % program yang dibuat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengikut sertakan keluarga nelayan dan menjadi kegiatan yang kontinyu dilakukan. Sebagai contoh di KKP ada Pusat Pelatihan Masyarakat. 

Di tahun 2017  Pelatihan khusus wanita nelayan, ada sekitar 600 -- 700 perempuan nelayan ikut dalam pelatihan ini, mulai dari pelatihan managemen usaha,  pengolahan produk perikanan, barang kerajinan.


"Program pemberdayaan ini pada hakekatnya diarahkan untuk mengembangkan potensi diri dari masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan dan penyelenggraan bermasyarakat sehingga perempuan bisa sejajar dengan laki-laki.Walaupun sebenarnya tidak ada pembedaan dalam Undang-Undang.
Nelayan adalah subjek ke pekerjaan, bukan ke gender. Siapapun yang melakukan kegiatan nelayan, maka ia adalah nelayan. Namun implementasi di lapangan   tidak sesederhana itu."ujar Ibu  Dr. Ir. Rina. M.Si,


"Salah satu program KKP adalah memberikan asuransi kepada siapa saja yang bekerja sebagai nelayan. Patokannya adalah status pekerjaan di KTP tertulis 'Nelayan', maka ia kan mendapatkan Kartu Nelayan, yang bisa mengakses asuransi.
Bila nelayan meninggal dalam kegiatannya saat melaut, ia memperoleh 200 Juta. Bila nelayan sekembalinya dari melaut sakit dan meninggal di rumah, maka ia memperoleh 160 juta, Bila sampai mengalami cacat tetap atau sakit saja, maka tetap ada bantuan dari asuransi," demikian  Ibu  Dr. Ir. Rina. M.Si,menjelaskan.


Namun kenyataannya belum semua perempuan nelayan yang bekerja di laut mendapatkan Kartu Nelayan. Apalagi terkait definisi nelayan, maka perempuan nelayan yang bekerja di hulu pada proses pengolahan ikan tidak bisa mendapatkannya.

Ibu Dr.Ir.Rina.M.Si membuka acara Pemutaran Film Dokumenter & Pendididkan Publik JP 95 (foto: dokpri)
Ibu Dr.Ir.Rina.M.Si membuka acara Pemutaran Film Dokumenter & Pendididkan Publik JP 95 (foto: dokpri)
Ibu Atnike Nova Sigiro dari Jurnal Perempuan dalam keynote speaker nya menjelaskan "Profesi Nelayan yang dianggap hanya sebagai profesi laki-laki merupakan pengabaian terhadap peran perempuan. Pengabaian terhadap perempuan nelayan mengakibatkan ketimpangan gender dan hak sebagai nelayan. Padahal perempuan nelayan ada juga yang ikut dalam proses penangkapan ikan di laut, namun cuma dianggap menemani suami. Tidak banyak perempuan nelayan yang sudah mempunyai KTP dengan status pekerjaan sebagai nelayan."

Kehadiran Undang-Undang No.7/ 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam adalah sebuah kemajuan. UU ini memiliki semangat untuk melindungi hak-hak nelayan kecil sebagai salah satu kelompok yang rentan. 

Sayangnya implementasi kebijakan tersebut belum menggapai perempuan Nelayan. Definisi Nelayan dalam UU tersebut dibatasi hanya pada pekerjaan menangkap ikan yang diasosiasikan sebagai dunia profesi laki-laki. Hal ini membuat perempuan tersingkir dari kategori nelayan. Padahal kebijakan publik yang ideal seharusnya dapat menghapuskan diskriminasi gender dan menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara.

Ibu Atnike Sigiro dalam keynote speaker mengungkapkan telah terjadinya pengabaian terhadap perempuan nelayan di Indonesa. (foto:dokpri)
Ibu Atnike Sigiro dalam keynote speaker mengungkapkan telah terjadinya pengabaian terhadap perempuan nelayan di Indonesa. (foto:dokpri)
Menyadari pentingnya peran dan kontribusi perempuan nelayan bagi perekonomian keluarga dan masyarakat, Jurnal Perempuan mengadakan riset di tiga wilayah yakni Dipasena, Demak dan Gresik untuk mengungkap tantangan, strategi dan upaya yang dilakukan perempuan nelayan guna mendapatkan pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan.

Mbak Andi Misbahul Pratiwi dan Abby Gina melakukan penelitian secara observasi langsung  terhadap perempuan nelayan di desa Morodemak dan Purworejo di kabupaten Demak, Jawa Tengah  dengan memfokuskan pada persoalan yang dihadapi oleh perempuan nelayan yang melaut maupun yang mengolah hasil tangkapan dan aktivisme Puspita Bahari 

Mbak Andi mengungkapkan " Di kabupaten Demak , eksistensi perempuan nelayan tidak bisa dipungkiri. Perempuan nelayan ada dan hadir dalam kerja-kerja domestic Maupun public rantai produksi perikanan, mulai dari proses penangkapan, pengelolaan hasil tangkapan, pemasaran hingga penjualan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun