Mohon tunggu...
Indah Noing
Indah Noing Mohon Tunggu... Lainnya - Maminya Davinci

Ibu rumah tangga biasa, punya 3 krucils, pernah bekerja sebagai analis laboratorium klinik selama 10 tahun. Selalu berharap Indonesia bisa maju dan jaya tak kalah dari negeri yg baru merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Fikber 2] Akhir Mimpi Buruk

3 Desember 2015   20:45 Diperbarui: 3 Desember 2015   21:33 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tok tok tok !” Mbok Minah mengetuk pintu gubuk.
Tiba-tiba pintu langsung  terbuka sendiri. Kami masuk ke dalam dan alangkah kagetnya aku melihat kepala binatang bertengger menyeramkan di salah satu sisi tembok di gubuk itu.  Ada kepala banteng, rusa, kijang, domba, kambing hutan dan yang lain-lain. Yang paling mengerikan buatku adalah kepala babi hutan yang masih mengucurkan darah, menetes jatuh ke lantai tanah. Bergidik aku dibuatnya.
Melihat tetesan darah babi itu membuat kepalaku pening.
“Bruuk !!” Aku jatuh di lantai tanah.

Bau harum wangi kembang tercium menusuk hidungku. Aaargh tapi aku tak dapat menggerakkan tanganku, ada yang mengikatnya, pun demikian dengan kakiku. Di sekelilingku tertata rapi kembang tuujuh rupa yang dibeli Mbok Minah tadi. Aah maksudnya untuk ini, bukan untuk ke kuburan. Atau jangan-jangan memang benar aku akan dijadikan persembahan?

“Hahaha  Minah Minah, engkau benar-benar pintar merawat gadis ini, sungguh elok rupa Sukma, mirip dengan Savitri yang telah kau buang dari pinggir tebing sana. Pasti hatimu sakit ya melihat Sukma setiap hari, seperti pinang dibelah dua rupanya dengan Savitri.” Terdengar suara parau kakek-kakek.
“Mbah Suro, sekarang bolehkah aku pergi?”
“Aku telah memenuhi janjiku, Jika Sukma sudah berumur 17 tahun, maka ia akan kuberikan padamu.” Kata Mbok Minah. Aahh tega sekali Mbok Minah ingin meninggalkanku sendirian bersama dukun tua itu.

“Hahaha tak semudah itu Minaaah, aku membutuhkan darahmu agar bisa merubah wujudku menjadi lebih muda lagi” seru Mbah Suro.
Tiba-tiba seekor burung hantu menukik ke arah Mbok Minah, Mbok Minah yang tidak siap menerima serangan burung hantu kaget dan langsung terjatuh, kepalanya terantuk batu besar di belakangnya, darah segar keluar dari mulut Mbok Minah. Mbok Minah langsung mati,  matanya melotot menatap burung hantu yang bertengger manis di pundak Mbah Suro.
Mbah Suro mengambil cawan yang terbuat dari tanah liat, ditampungnya darah dari mulut Mbok Minah, mulutnya merapal mantera –mantera,  lalu diminumnya darah itu, iiih menjijikan. Keanehan terjadi, rupa dan tubuh Mbah Suro berangsur-angsur berubah menjadi sosok pemuda bukan kakek-kakek lagi, wajahnya ganteng.
Aaah aku benci mimpi buruk ini, tapi sepertinya ini bukan mimpi. Ini nyata, masih kulihat kepala-kepala binatang itu bertengger di tembok, si kepala babi juga masih meneteskan darah. Tapi tunggu ada yang aneh, di sudut sana ada jubah hitam bertengger, padahal tadi tak ada. Hhhm mencurigakan.

“Sukmaaa !” Mbah Suro yang sudah jadi ganteng itu memnaggilku.
“Sebentar lagi kau akan kujadikan istriku, hahaha..”
Aaah ia mengigau, aku tak mau jadi istrinya. Aku takut.

Mbah Suro mulai mendekatiku, tangannya bergetar-getar, mulutnya komat-kamit merapal mantera, angina berhembus makin kencang, barang-barang pun mulai ikut bergetar.
tiba-tiba tubuh Mbah Suro dililit oleh rambut yang sangat panjang, entah dari mana datangnya. Ya rambut ibuku. Mbah Suro masih merapal mantera, tubuhnya terangkat naik, terpental menabrak tembok di sana, lalu kembali menabrak tembok di sisi sini hingga beberapa kali. Mbah Suro terlepas dari rambut panjang ibuku.
“Hahaha kau tak bisa mengalahkanku Savitri ! Beristirahat sajalah kau di neraka sana !” Seru Mbah Suro.

Tiba-tiba di tanganku sudah menggenggam tusuk konde ibuku. Kucoba ujungnya yang tajam memotong taliikatanku. Berhasil, tapi aku tetap pura-pura masih terikat.
Entah dari mana datangnya terdengar suara gesekan biola. Iramanya memilukan bagi yang mendengarnya, memancarkan kesedihan, dendam yang tak pernah habis. Mbah Suro menoleh ke salah satu ujung ruang ini.

“Hai kau Saiful pendekar biola bergema, hendak apa kau diam-diam berani ke sini. Pergi kau ! Aku tak punya dendam padamu !” teriak Mbah Suro.
“Aku hendak menghentikan kejahatanmu Mbah Suro, kau sudah lama menyakiti gadis itu.” Kata Saiful.

Kulihat Mbah Suro mulai berkelahi dengan Saiful. Kulihat kadang Mbah Suro menutup kupingnya, entahlah bait apa yang didendangkan Saiful sepertinya Mbah Suro tak tahan mendengarnya. Aku mulai melepasakan ikatan kakiku, aku berjalan diam-diam dan bersembunyi di balik lemari. Tanganku masih memegang tusuk konde ibuku.

“Hahaha… sekarang kau tak bisa ke mana-mana lagi Saiful, biola hitammu sudah patah jadi dua, burung hantuku pintar membantuku, hahaha,” Teriak Mbah Suro riang.
Astaga kulihat Mbah Suro sudah duduk di atas badan Saiful yang juga mulai sesak nafas dicekik Mbah Suro. Saiful melihatku, mata Saiful seperti berkata-kata berbicara padaku, bibirnya tersenyum, aahh ganteng sekali, padahal kondisinya terdesak, nyawanya di ujung  tanduk.

Aku langsung bangkit menuju si kepala babi yang tergantung di tembok, ku tusuk mulut babi itu dengan tusuk konde ibuku.
“Aaargh…. Siapa yang melakukan ini padaku?”
Mbah Suro bangkit, ia memegang mulutnya seperti kesakitan. Matanya mengarah ke tembok tempat kepala-kepala binatang bertengger, lalu ia melihatku.
“Sukmaaa !?”
“Bagaimana kau tahu kelemahanku? “

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun