Mohon tunggu...
Indah Kusuma
Indah Kusuma Mohon Tunggu... Penulis - Penulis wattpad

Menulis adalah saat dimana aku bersenang-senang dengan kata. Menuangkan alur kehidupan yang mengalir dalam imajiku, bagai candu yang tak berkesudahan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mustika Bab 5

19 Juli 2019   12:56 Diperbarui: 19 Juli 2019   12:59 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover by Indah Kusuma

Nawala mengamati pria itu, dari ujung ke ujung. Sejatinya, dia tidak yakin. Manusia bisa saja berpura-pura baik. Tipu muslihat mereka adakalanya melebihi kaum jin. Mahir bersilat lidah dan berlagak bersih ketika fakta terkuak.

Kusuma masih terlalu polos akan hal itu. Nawala yakin, sang Putri hanya menuruti kata hati tanpa menilik lebih dalam sosok yang sedang bersamanya. Hati Kusuma yang lembut berperan dalam hal ini. Meskipun telah berulang kali terjebak, dia tetaplah sama. Jiwa seputih milik sembahannya, Kanjeng Ratu Kidul.

"Yang Mulia, sungguh yakinkah atas keinginan itu?"

Kusuma melirik lelaki di sampingnya. Netra yang serupa permukaan air di tengah danau nan luas. Tenang dan menghanyutkan siapa pun yang terjerumus ke dalamnya. Seringai tipis terlukis indah. Namun, di balik semua sikap manis itu, Kusuma memaksa.

"Baik, Yang Mulia. Namun, Yang Mulia harus berjanji, akan mengembalikannya ke dunia manusia setelah mendapati yang diinginkan."

"Tentu Nawala. Aku sendiri yang akan mengantarnya."

Keduanya berdiri, menghadap satu-satunya manusia di sana. Nawala memejamkan mata, merentangkan sebelah tangan ke udara. Sesaat kemudian, cahaya biru dipadu putih, berkumpul dalam genggamnya. Energi positif-warisan leluhur Nawala-terpancar seketika, menghantam tubuh lelaki itu, lalu menyelimutinya serupa ular yang membelit mangsa.

Tak butuh waktu banyak, sinar biru terang itu meredup seakan terisap pori-pori dan lenyap dua menit kemudian. Keduanya saling pandang. Keraguan yang tak bisa dijabarkan. Akan tetapi, hela napas Kusuma, mengubah asumsi itu. Dia yakin dengan keputusannya.

"Terima kasih, Nawala. Kau bisa pergi."

Kusuma berjalan menuju sumber mata air, menapaki bebatuan dan tanah kering. Langkahnya yang ringan seakan mengajak bunga-bunga mungil di sampingnya ikut serta. Anyelir, clover bahkan daisy yang hanya mekar ketika mentari menyapa pun tampak riang menyambutnya. Mereka tidak salah dan tidak menampik aura yang terpancar jua. Nyatanya, senyum mereka laksana rasa yang tersimpan dalam dada Kusuma.

Dari sudut mata, dia melihat Nawala mengurai. Kepulan asap putih dan biru kembali terlihat. Sesaat kemudian, angin membawanya hingga tak berjejak. Terdiam sembari menatap jauh ke angkasa, dia tak bisa menyangkal bahwa terpilihnya Narendra, cukup mengusik pikiran. Namun, dia juga tidak bisa meninggalkan lelaki itu hanya demi menentang keputusan yang telah terlaksana. Mengabaikannya untuk sesaat, mungkin tak mengapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun