Hari ini, tepat lima bulan kepergianmu Ayah. Aku benci ketika rindu menyerang diriku, tak bisa ku bendung lagi. Rindu ini membuatku rapuh. Hanya doa-doa yang semoga tersampaikan pada mu.
 Ayah, banyak hal yang ingin aku ceritakan tentang hidupku setelah dirimu tiada. Kehidupanku yang mulai berubah, hari-hari yang dilewati terasa cepat tanpa menyisakan apapun. Tak ada lagi pesan singkat yang selalu menanyakan aku pulang jam berapa, mau di jemput atau tidak, atau kau yang selalu meminta dibawakan camilan jika aku hendak pulang darimana pun. Ah, manis sekali kenangan itu. Ijinkan aku untuk mengenang masa-masa indah dengan mu disini.
Ayah, dulu harapan terbesarku adalah bisa segera memberikan toga untukmu. Aku berhasil, meski bukan kau yang memindahkan tali toga saat itu karna situasi dan kondisi yang mengharuskan wisuda dilakukan secara online juga kondisi kesehatanmu yang saat itu sedang tidak baik-baik saja. Sesak, jika mengingat kala itu.
Ayah, Kau superhero terdepan dalam situasi sulit apapun yang tengah aku hadapi. Ketika aku terpuruk karna tertinggal jauh dengan teman-temanku yang sudah lebih dulu lulus kuliah. Kau yang selalu menenangkanku dan selalu bilang tidak apa-apa jika terlambat karna Tuhan pasti akan memberikan diwaktu yang tepat.Â
Ayah, aku tak ingin menyianyiakan kerja keras mu selama ini, tapi semenjak kepergianmu aku kehilangan arah juga tujuan hidupku. Toga yang dulu aku ingin hadiahkan untukmu kini hanya menyisakan luka untukku.Â
Ayah, kata orang Ayah adalah cinta pertama untuk anak perempuan nya sekaligus menjadi patah hati terhebat ketika kau tiada.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H