Untuk menyambung hidupnya, Romlah punya tiga pacar. Mereka punya pekerjaan yang hampir mirip.
Kemarin Adi dapat hasil lumayan, lima puluh ribu rupiah untuk Romlah hari itu. Adi pacar Romlah, jatuh cinta karena paras cantiknya. Ia rela kerja  siang malam demi Romlah, meskipun dia tahu itu tak akan cukup bagi Romlah dan ketiga anaknya.
Romlah masih punya laki-laki lain untuk dijadikan pacarnya. Namanya Iwan. Badannya tinggi besar dan suka memelihara kumis panjang. Dia satu-satunya pacar Romlah yang bekerja dengan seragam khusus. Romlah bangga, Iwan menjadi pacar yang paling sering ditemuinya setiap hari. Sayangnya, dua hari yang lalu Iwan terlibat bentrok dengan pengunjung di tempatnya bekerja hingga sulit untuk bertemu Romlah.
Salim adalah pacar Romlah yang pertama dan yang paling tahan banting. Meskipun tubuhnya kurus dengan rambut yang tak terurus, Salim tak pernah sekalipun absen untuk menyokong hidup Romlah sehari-hari bersama ketiga anaknya.
   "Hei Romlah ! Tunggakanmu itu sudah lebih dari satu minggu. Masa sih nggak bisa nyetor lima ribu perak setiap hari??"
Tante Mira si tukang kredit kampung ini berdiri garang di depan pintu rumah Romlah. Suaranya yang menggelegar membuat para perempuan tetangga Romlah keluar rumah.
   "Apa harus aku umumkan kalau utangmu itu banyak, biar orang sekampung tahu semua?!"ancamnya kemudian.
Ujung mata Romlah mulai basah. Ia berusaha keras untuk menahan air matanya. Syifa si putri sulungnya menangis sesunggukan di sudut ruang rumahnya.
   "Ibu...biarlah besok-besok Syifa tak jajan di sekolah."
   "Syifa malu sama teman-teman, sama tetangga kita..."lanjutnya sambil tersedu.
Romlah menutup kedua telinganya. Suara tangisan Syifa beradu dengan mulut Tante Mira yang semakin menjadi-jadi. Menusuk telinga hingga ke jantungnya. Detaknya semakin tak beraturan, kencang hingga mampu memacu darah dari ujung kaki sampai kepala.
   "Aaahhh!!"
Romlah tak sadarkan diri. Syifa berlari keluar dan tak memedulikan sang ibu yang sering pingsan akhir-akhir ini. Kedua anaknya yang lain hanya duduk diam di sudut ruang rumah.
-----
Sore itu, Salim datang menemui Romlah. Seperti biasa ia membawa hasil kerjanya. Dua puluh ribu perak untuk Romlah.
   "La, hari ini aku cuma dapat segini,"ujarnya pelan. Salim mendengar kabar pingsannya Romlah tadi pagi. Ia sampai lupa membersihkan cat sablon di rambutnya. Warna perak memancar silau di rambut gondrong lelaki kurus tinggi itu.
Dengan senyum terpaksa Romlah menerima dua puluh ribu perak. Tante Mira pasti akan datang lagi besok. Sayangnya Salim belum berhasil mengorek keterangan dari Romlah mengapa ia sampai jatuh pingsan.
Malamnya Adi datang mengunjungi Romlah. Wajahnya yang lelah tak mampu ia sembunyikan. Sisa-sisa peluh melekat di rambutnya yang semakin berminyak.
Kali ini Adi hanya mampu memberikan tiga puluh ribu rupiah. Romlah sebenarnya ingin berkisah tentang kejadian tadi pagi, tapi Adi harus buru-buru melanjutkan kerjanya yang belum usai.
------
Waktu subuh baru saja lewat. Sebuah ketukan di pintu membuat jantung Romlah kembali berdetak kencang.
   "Tante Mira..."bisiknya gemetar. Dengan cepat ia mengambil uang lima puluh ribu di atas lemari untuk membayar tunggakan utangnya.
   "Bang Iwan...?"
Tanpa ragu Romlah menenggelamkan wajahnya di dada pacar yang paling disayanginya itu. Sudah lebih dari tiga hari mereka tak saling jumpa. Seketika Romlah melupakan masalah hidupnya.
   "Ayo masuk, nggak enak dilihat tetangga,"bujuk Iwan sambil mendorong tubuh Romlah perlahan.
Mereka berdua lupa akan perihnya jalan hidup masing-masing. Sesaat keduanya terbang melayang di udara. Kecupan dari bibir Iwan mendarat bertubi-tubi di kening dan pipi Romlah yang masih ranum. Romlah nyaris tak bisa bernapas hingga...
   "Romlah..!!...astaga...Bang Iwan??"
Sesosok manusia silver tiba-tiba muncul di dekat mereka.
Romlah terhenyak, Bang Iwan mendengus kesal.
   "Salim...ada apa, kamu sengaja membuntuti aku ya?"
Belum sempat Salim menjawab, sebuah bogem mentah mendarat di wajahnya. Manusia silver yang tahan banting itupun akhirnya terhuyung dan menabrak dinding triplek yang membatasi ruangan di rumah Romlah.
Rumah kayu kontrakan itu semakin bergetar saat anak-anak tetangga berteriak riuh. Iwan kalut, ia melarikan diri lewat pintu belakang.
   "Badut...badut..!!...badut! Ayo badut joget sama kami!"
Adi kewalahan, tubuhnya berusaha bertahan agar tidak terjatuh oleh dorongan tangan anak-anak itu. Kedua matanya yang bersembunyi di balik topeng badut blingsatan mencari sosok manusia silver yang baru saja masuk ke rumah Romlah.
Romlah janda muda dengan tiga orang anaknya terpaksa meminta nafkah dari tiga orang pacarnya itu. Ia tak pernah menyangka kalau ketiganya saling kenal karena kerja di lokasi yang sama. Sekarang semua hubungan rahasia dengan ketiganya telah usai. Romlah terpaksa berkelana ke perempatan jalan berikutnya, untuk mencari pacar keempat, kelima dan seterusnya.
  https://bit.ly/KONGSIVolume1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H