Sesi hari itu benar-benar menguras tenaga kami. Bagaimana tidak, penampilan diri tentunya juga menjadi modal terdepan. Unjuk bakat di atas panggung dan dilanjutkan dengan photoshoot.Â
Ketika sedang menunggu giliran murid saya untuk tampil, saya sempat terheran-heran melihat beragam penampilan peserta kategori cilik ( rentang usia 5-10 tahun) maupun kategori remaja (usia 11-17 tahun) Sepatu hak tinggi, make up tebal yang berlebihan, kostum yang terlalu mewah dan terkesan overload terpaksa disandang oleh hampir seluruh peserta.Â
Tidak tanggung-tanggung, saya sempat mendengar seloroh salah satu peserta yang menghabiskan uang jutaan rupiah untuk sesi itu. Saya dan murid saya sempat tak percaya diri, karena kami tak memiliki persiapan yang paripurna. Make up sederhana sesuai usianya, hairdo tanpa tambahan rambut palsu, kostum yang tak merepotkan dan sepatu dengan hak yang tidak terlalu tinggi.
"Yang penting, kamu nyaman memakai itu semua.." Akhirnya murid saya kembali menunjukkan semangatnya setelah mendengar ucapan saya itu. Ia berhasil menjalankan tugasnya hingga sesi hari itu berakhir.
Masih ada sesi penilaian berikutnya hingga ke babak grand final. Namun ada satu hal yang membuat saya merasa bahwa ajang ini justru menjadi ajang pamer kemewahan, kecantikan dan entah apa lagi. Apalagi saat saya mengetahui bahwa salah satu kategori pemenang dapat dibeli dengan berbagai cara.Â
Misal, bagi finalis yang berhasil mengumpulkan like tertinggi dari netizen berhak menyandang status pemenang favorit pilihan publik. Tapi, apakah sistem membeli like masih diperkenankan dan layak menjadi poin penilaian untuk kategori peserta terfavorit pilihan netizen?
Lalu bagaimana dengan personal branding yang konon menjadi kunci bagi para pemenang dan layak menyodorkan diri sebagai wakil daerah?
Personal Branding sendiri memiliki persepsi sebagai definisi cerdas membranding perpektif visual pada diri sendiri agar orang lain dapat mempersepsikannya. Itu berarti para peserta atau finalis duta wisata ini (khususnya) harus memiliki kemampuan menunjukkan jati diri sejak awal/ dini.
Brand (baca: branding) memiliki arti yang sama dengan merek yang menjadi pembeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada dua unsur yang memengaruhi kekuatan sebuah merek yaitu apa yang anda lihat (tangible) dan apa yang anda dengar atau rasakan (intangible).
Lalu apa yang dimaksud dengan personal branding pada dunia pariwisata? Tentu untuk menjadikan suatu tempat terkenal akan pariwisatanya, jelas diperlukan upaya untuk mempromosikan.Banyak pihak yang terkait dalam hal ini, salah satunya adalah diperlukan orang yang mampu menghadirkan brand dari wisata itu sendiri.
Membangun personal branding pada calon duta wisata/ambassador sebaiknya dimulai sejak dini. Bukan saja ketika orang itu ingin menjadi duta wisata atau yang lainnya, tetapi hal ini dapat diterapkan pada diri seseorang agar citra dirinya dapat memegang peranan penting untuk mencapai kesuksesan karir dan kehidupan.Â