Mohon tunggu...
Indah Ayu Nurkumala
Indah Ayu Nurkumala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

An-Najm 39-41

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korelasi Konsep Kepemimpinan Perempuan dan Kemitra Sejajaran Perempuan di Indonesia

24 Desember 2021   15:24 Diperbarui: 24 Desember 2021   15:37 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemitraan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata yang memiliki makna jalinan kerja sama. Adapun kata sejajar adalah sepadan dengan sebaris, sederet dan sejalan, yang artinya sama arah dan jarak, sama sederajat, sama setingkat dan paralel.[8] Dengan demikian kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga dapat diartikan sebagai jalinan kerja sama antara suami dan istri. Sebagaimana sistem kehidupan rumah tangga pada umumnya, suami mencari nafkah dan istri  mengurus rumah, maka hal ini pun mencermikan jalinan kerja sama.

Menurut Subhan, kemitrasejajaran yang harmonis antara laki-laki dan perempuan terjadi saat terciptanya kondisi dinamis, mana kala keduanya memiliki kesetaraan hak dan kewajiban, peranan dan kesempatan yang dilandasi sikap dan prilaku saling membantu, saling menghormati, dan saling menghargai dalam berbagai  bidang, serta tidak berlandaskan persaingan sehingga menciptakan sifat otoriter pada salah satu pihak.[9] 

Dikutip dari sebagaimana yang telah disampaikan oleh Purwanto, bahwa kesetaraan antara laki-laki dan perempuan atau keadilan gender merupakan isu yang terus dibahas dan diperjuangkan dalam Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia, di mana Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk menghapuskan deskriminasi gender di Indonesia. Hal ini memiliki arti bahwa adanya kesetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam kebebasan mengakses berbagai informasi, berpartisipasi, berpartisipasi dalam berbagai bidang, mengontrol dan juga memperoleh manfaat pembangunan. [10]

Sistem perundang-undangan Indonesia atau juga bisa disebut sistem implementasi regulasi memandang kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan bermula dan tumbuh pada era Repelita IV, yang lahir dari pemikiran Menteri Negara Urusan Wanita, Ny. Lasiah Sutanto SH, (almh.). Melalui gagasan tersebut kemudian disusun menjadi konsep dan diperjuangkan oleh anggota MPR, sehingga dapat dituangkan dalam ketetapan MPR, yakni dalam TAP MPR nomor II/TAP/1993 tentang Garis Besar Haluan Negara pada era Repelita V. Kemitrasejajaran ini dicanangkan sebagai strategi untuk mencapai sasaran dan tujuan peningkatan kedudukan dan peranan perempuan dalam segala bidang, karena masih banyak kesenjangan dalam hak maupun kewajiban antara laki-laki dan perempuan.[11]

Cerminan dari prinsip kemitrasejajaran tertuang dalam beberapa hal, diantaranya adalah dalam Eka Prasetya Pancakarsa (1978), Falsafah bangsa dan negara Pancasila sebagai landasan idil, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, dan GBHN sebagai landasan oprasional, di mana kemitrasejajaran adalah menempatkan perempuan sebagai warga negara yang mempunyai kedudukan, keluhuran kodrat, harkat, martabat, mempunyai hak dan kewajiban serta peranan yang sama, karena antara laki-laki dan perempuan sebagai mitra adalah sejajar. Kemitrasejajaran juga telah dicanangkan oleh presiden Soeharto sebagai tema pidatonya pada acara peringatan Hari Ibu yang ke 67 di Mojokerto Jawa Timur.

Pada dasarnya kemitrasejajaran telah ditetapkan dalam empat perundang-undangan Indonesia, yaitu UUD 1945 pasal 27-34; Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 dan tap MPR Nomor II/MPR/1993; Undang-Undang; dan Peraturan pemerintahan.[12]

Undang-Undang Dasar 1954 pada pasal 27-34 menyatakan bahwa semua warga Negara berkedukan sama, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian UUD 1945 menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai mitra sejajar.

Ketetapan perundang-undangan tingkat kedua setelah UUD 1945 adalah ketetapan MPR. Pada dua ketetapan MPR tersebut dapat diamati bahwa peranan perempuan dalam pembangunan pada PJPT I dan PJPT II yaitu Tap MPR Nomor II/MPR/1998 pada butir 10, sedangkan dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 terdapat pada butir 9, 13, dan 32.[13] Ketetapan tersebut pada mulanya menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai mitra sejajar, namun pada akhir kalimat masih diikuti dengan sebuah pernyataan bahwa kemitrasejajaran tersebut "sesuai atau dengan memperhatiakn kodrat, harkat, dan martabatnya seseorang sebagai perempuan."

Tingakat ke tiga sistem perundang-undangan yang mengatur kedudukan laki-laki dan perempuan adalah Undang-Undang nomor 1 tahun 1974, peraturan pemerintah (PP) nomor 9 tahun 1975 dan PP nomor 10 tahun 1990, pasal 31 UU 1/1974, ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa perempuan atau istri merupakan mitrasejajar dari laki-laki atau suami, sedangkan dalam ayat (3) menyatakan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri menjadi ibu rumah tangga, sehingga dalam masyarakat lahir pemahaman yang kurang menguntungkan.

Pemerintah Indonesia secara resmi dalam Garis Besar Haluan Negara tahun 1998 BAB IV F Pasal 4g, mengakui perbedaan peran secara seksual antar laki-laki dan perempuan, serta menyatakan bahwa peran serta kaum perempuan dalam proses pembangunan dan reformasi harus selaras dan serasi dengan peran mereka dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga pada umumnya, dan pendidikan generasi muda secara khusus. Pada kalimat terakhir mangindikasikan adanya peran ganda yang diberikan kepada perempuan, di mana perempuan tidak hanya bertanggung jawab atas urusan rumah tangga tetapi juga diharapkan beraktifias diluar rumah sebagai anggota masyarakat. Meskipun telah diakui secara yuridis, akan tetapi praktek dan implementasinya belum maksimal, ketimpangan selalu muncul dan mengindikasikan kaum perempuan mengalami deskriminasi baik dari kaum laki-laki maupun dari kaum perempuan sendiri, dengan demikian telah menjadi sebuah keniscayaan dalam wacana Indonesia kepada kaum perempuan untuk mendapat tempat istimewa dalam kedudukan hukum dan kemitrasejajaran perannya dengan laki-laki.[14]

Kemitrasejajaran di Indonesia telah di atur sedemikian rupa dalam berbagai ketentuan hukumnya, maka kepada pelanggarnya juga terdapat hukuman yang berlaku di setiap pasalnya. Begitu pula pada penerapannya dapat dilihat pada beberapa sektor bagaimana kesetaran gender hidup di Indonesia. Sebagaimana PT. Telkom yang mendapat penghargan dari UN Women soal kesetaraan gender (25 Oktobr 2021), Pemkab Ponorogo mendapat penghargaan atas kesetaraan gender (13 Oktober 2021), Kota Mojokerto meraih penghargaan kesetaraan gender dari KPPPA (11 Oktober 2021), wakil ketua MPR mendorong kiprah perempuan di bidang politik (31 Agustus 2021), dan lain sebagainya. Sebagaiman PT Telkom Indonesia yang mendapat penghargaan dalam ajang Women's Emprovement Principles (WEPs) Awards yang diadakan oelh UN Women Indonesia. Penghargaan tersebut diberikan karena Telkom dinilai sebagai perusahaan yang mempomosikan kesetaraan gender di lingkungan kerja. Upaya yang telah dilakukan oleh PT Telkom Indonesia yaitu melakukan pendekatan inovativ untuk perekrutan yang setara dan nondiskriminatif, mendukung kesetaraan peran perempuan dan laki-laki untuk menjalankan tugas, menyediakan pengaruran kerja yang fleksibel, menjamin keselamatan dan kesejahteraan karyawan baik laki-laki maupun perempuan, mengurangi kesenjangan upah berdasarkan gender serta mendorong perkembangan karir dan kepemimpinan perempuan.[15] Hal positif demikian dapat menjadi arus yang baik dalam dunia kerja, diharapkan dapat menjadi contoh untuk setiap tempat kerja mengusung kemitrasejajaran laki-laki dan perempuan untuk tercapainya kenyamanan dalam dunia kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun