Mohon tunggu...
Indah Ardita Sari
Indah Ardita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Memaksimalkan Penerimaan Pajak Reklame terhadap PAD di Provinsi DKI Jakarta

12 Desember 2021   22:33 Diperbarui: 12 Desember 2021   22:54 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan Negara yang menerapkan otonomi. Daerah ini memiliki ciri khusus dalam pelaksanaan otonomi daerah yang terlihat cukup kompleks. Hal tersebut dikarenakan selain sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, DKI Jakarta juga merupakan daerah metropolitan atau pusat perekonomian nasional.

Setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda, sehingga pendapatan PAD masing-masing daerahpun bervariasi ada yang rendah, sedang maupun besar. Provinsi DKI Jakarta masuk dalam kategori jumlah PAD yang besar. Hal tersebut harus tetap dipertahankan dan terus ditingkatkan agar DKI Jakarta dapat mengoptimalkan pendapatan daerahnya.

DKI Jakarta merupakan daerah yang menerapkan otonomi daerah yang memiliki tanggungjawab dan berwenang mengatur pendapatan dan belanja daerahnya sendiri sehingga harus mampu menggali dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk memaksimalkan perolehan pendapatan daerahnya. PAD sangat penting bagi keberhasilan suatu daerah, karena semakin besar PAD yang diperoleh maka semakin kecil ketergantungan daerah tersebut terhadap pemerintah pusat.

Kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) sangat penting bagi pembiayaan pemerintah daerah. Semakin optimal penerimaan PAD menandakan bahwa besarnya dukungan dan pastisipasi masyarakat local yang aktif dalam menjalankan proses pemerintahan otonom untuk mewujudkan asas desentralisasi. Pendapatan asli daerah terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah lainya yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan kontributor yang penting untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah.

Pajak daerah merupakan salah satu pendapatan asli daerah yang mempunyai potensi besar di Provinsi DKI Jakarta. Pajak daerah berfungsi untuk membiayai seluruh kegiatan rutin operasional maupun belanja modal demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat DKI Jakarta. Pedoman dasar pemerintah DKI Jakarta dalam memungut pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Berdasarkan laporan realisasi anggaran daerah DKI Jakarta, pada tahun 2016 relalisasi penerimaan pajak daerah sebesar Rp31.613.197.634.662,00 atau 95,51% dari target yang telah ditetapkan. Realisasi pada tahun ini mengalami peningkatan 8,72% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 realisasinya sebesar Rp36.500.782.226.176,00 atau 103,23% dari target yang telah ditetapkan. Realisasi tersebut mengalami peningkatan 15,46% jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2016. Realisasi penerimaan pajak daerah pada tahun 2018 sebesar Rp37.538.912.327.312,00 atau 98,46% dari target yang telah ditetapkan. Realisasi tersebut mengalami kenaikan sebesar 2,84% dari tahun sebelumnya. Peningkatan juga terjadi di tahun 2019 dengan realisasi penerimaan pajak daerah sebesar RP40.298.122.505.326,00 atau 90,48% dari target yang ditetapkan. Dengan demikian realisasi tahun ini meingkat 9,52% dari tahun sebelumnya. Dan pada realisasi penerimaan Pajak Daerah pada tahun 2020  adalah Rp31.895.263.277.623,00 atau 98,20% dari target yang telah ditetapkan. Pandemi covid-19 yang terjadi pada tahun ini mengakibatkan penurunan realisasi penerimaan pajak daerah sebesar 20,85% jika dibandingkan dengan tahun 2019.

Salah satu pajak yang dikelola oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pajak reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial untuk memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan atau untuk menarik perhatian umum pada barang, jasa, orang atau badan yang dapat dilihat dibaca, didengar, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah. Obyek pajak reklame yaitu orang pribadi/perusahaan jasa periklanan yang menyelenggarakan reklame dan telah terdaftar pada dinas pendapatan daerah tersebut.

Semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan dan industry, perdagangan dan jasa di Jakarta membuat pendapatan asli daerah dari sector pajak reklame semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan karena ketatnya persaingan antar pelaku usaha dalam mempromosikan produknya. Promosi melalui periklanan digunakan untuk memperkenalkan produk dan jasa industri kepada masyarakat umum. Adanya reklame dapat dikatakan efektif sebagai promosi industry yang dapat menarik banyak konsumen. Oleh karena itu, banyak pelaku usaha yang memilih media ini untuk memperkenalkan produknya. Semakin banyak reklame yang ada di pinggir jalan strategis daerah menandakan bahwa daerah tersebut semakin maju.

Pajak reklame merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang berperan dalam usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Jakarta, sehingga perlu dikelola secara efisien, efektif dan ekonomis. Pajak reklame di Jakarta diatur dalam peraturan daerah provinsi DKI Jakarta nomor 12 tahun 2011.

Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa reklame. Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewanya ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame. Reklame yang diselenggarakan sendiri, nilai sewa reklame dihitung dengan memperhatikan factor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media rekalame. Cara dan hasil perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tarif paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).

Berdasarkan laporan keuangan pemerintahan daerah Provinsi DKI Jakarta, realisasi penerimaan pajak reklame pada tahun 2016 sebesar Rp899.975.503.275,00 atau 78,26% dari target yang telah ditetapkan. Realisasi ini mengalami peningkatan 25,88% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 realisasinya sebesar Rp964.653.743.479,00 atau 107,18% dari target yang telah ditetapkan. Realisasi tersebut mengalami peningkatan 7,19% jika dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun 2016. Realisasi penerimaan pajak reklame pada tahun 2018 adalah sebesar Rp1.014.794.778.877,00 atau 88,24% dari target yang ditetapkan. Jumlah ini meningkat 5,20% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 realisasi penerimaan pajak reklame sebesar Rp1.078.475.754.645,00 atau 102,71%. Realisasi penerimaan tersebut mengalami kenaikan sebesar 6,28% dari tahun sebelumnya. Realisasi pajak reklame pada tahun 2020 adalah sebesar Rp819.413.729.352,00 atau 105,73% dari target yang telah ditetapkan. Realisasi pajak reklame tahun ini juga melampaui target sebesar 5,73%. Akan tetapi, realisasi tersebut mengalami penurunan sebesar 24,02% jika dibandingkan dengan realisasi pajak reklame tahun 2019. Hal ini disebabkan karena keterpurukan ekonomi pada saat pandemic covid-19 sehingga banyak pelaku usaha yang menunda untuk memasang reklame demi mencukupi kebutuhan dasar lainya.

Sektor pajak reklame sebenarnya berpotensi besar dalam meningkatkan penerimaan daerah, namun pemerintah DKI Jakarta belum dapat memanfaatkan dengan baik pemungutan pajak dari sektor ini. Banyak masalah muncul dalam proses penerapan pajak reklame di DKI Jakarta, salah satunya yaitu masalah birokrasi. Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, pada 2018, KPK menemukan dari 295 tiang yang didirikan hanya 5 yang memiliki izin. Hal tersebut mengakibatkan tidak terpungutnya pajak reklame. Pemerintah daerah seharusnya bisa memaksimalkan potensi penerimaan pajak reklame agar jumlah penerimaan pendapatan asli daerah bisa lebih optimal.

Dalam mengelola pendapatan asli daerah khususnya pajak reklame, Dinas Pelayanan Pajak menerapkan dua strategi, yaitu melalui ekstensifikasi dan intensifikasi. Pada strategi ekstensifikasi yang berkaitan dengan peningkatan jumlah objek pajak, ada tiga hal yang dilakukan, pertama dengan diadakanya lelang titik reklame, kedua memberikan kompensasi pada swasta untuk membuat dan memasang reklame di dekat sarana public dan yang ketiga adanya peningkatan tarif pajak reklame berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pada strategi intensifikasi untuk meningkatkan kualitas, hal yang dilakukan pemerintah daerah dengan menertibkan pembayaran pajak oleh wajib pajak, menjatuhkan sanksi pada wajib pajak maupun petugas yang melakukn pelanggaran.

Permasalahan yang menyebabkan pemungutan pajak reklame di DKI Jakarta belum optimal, diantaranya banyaknya masyarakat yang tidak patuh pada wajib pajak, tidak adanya basis data atau informasi yang memonitoring dan kerusakan moral dalam proses pembayaran. Banyak para wajib pajak yang tidak melaporkan masa tahunan pajaknya dan menunggak dalam pembayaran. Di sisi lain, banyak juga petugas pajak yang melakukan penyelewengan dalam proses pembayaran pajak. Jika hal tersebut tidak segera dilakukan perbaikan, maka jumlah penerimaan yang tidak masuk ke kas daerah akan sangat besar.

Dalam memaksimalkan penerimaan pemungutan pajak reklame, pemerintah daerah dapat menerapkan beberapa strategi, diantaranya :

1. Memperluas basis penerimaan

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk memperluas basis penerimaan pajak, diantaranya dengan mengidentifikasi pembayar potensial pajak baru dan jumlahnya, memperbaiki objek basis data, memperbaiki proses penghitungan dan penetapan pajak. Pada identifikasi subjek dan wajib pajak, diperlukan kerjasama yang baik antara subjek dan wajib pajak.

2. Memperkuat proses pemungutan

Tindakan yang dapat dilakukan untuk memperkuat proses pemungutan pajak reklame ini, antara lain dengan mempercepat penyusunan perda, meningkatkan akurasi dan penyesuaian dalam pengenaan pajak, meningkatkan kualitas SDM, dan memperbaiki unit organisansi pemungut dan pengelola pajak daerah.

3. Meningkatkan pengawasan

Upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan pengawasan pemungutan pajak, diantaranya dengan melakukan inspeksi secara berkala, memperbaiki proses dalam pengawasan, menegakkan sanksi baik pada pembayar maupun pihak fiskus yang melakukan penyelewengan, pemalsuan, penghindaran serta kesulitan dalam pembayaran pajak, meningkatkan pelayanan khususnya pada para pembayar pajak reklame.

4. Menekan biaya pemungutan

Hal yang dapat dilakukan, antara lain dengan memperbaiki dan menyederhanakan prosedur administrasi pajak.

5. Meningkatakan jumlah penerimaan

Beberapa hal yang dapat dilakukan, diantaranya meningkatkan koordinasi dan kerjasama yang baik dengan pihak-pihak yang menyelenggarakan pemasangan reklame dalam hal pendataan objek dan subjek pajak reklame serta menentukan target penerimaan dari pemungutan pajak reklame.

Berdasarkan penjelasan tersebut, pengelolaan pajak reklame yang dilakukan pemerintah daerah DKI Jakarta selama ini sudah cukup optimal, hal itu dapat dilihat dari realisasi penerimaan dari tahun ketahun yang cukup baik, akan tetapi belum memberikan dampak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal tersebut disebabkan karena dalam pelaksanaanya, masih banyak permasalahan yang ditemui oleh Dinas Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta yang menghambat pengelolaan pajak reklame terutama dalam proses pemungutan. (Indah Ardita Sari, Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun