perkembangan investasi bergeser dari yang hanya mementingkan unsur keuntungan dan kepuasan financial menjadi investasi yang juga mementingkan aspek spiritual. Investasi konvensional dianggap banyak membawa dampak negatif dibandingkan dengan dampak positif selain itu investasi konvensional banyak memberikan kontribusi kerugian sosial dengan unsur spekulasi yang tinggi. Unsur spekulasi dalam investasi konvensional diyakini memberikan andil dalam resesi keuangan dunia yang menyebabkan perekonomian dunia berguncang. Obligasi syariah semakin disukai karena ada upaya investor terutama Timur Tengah untuk menarik modal yang terkumpul di lembaga perbankan barat kembali ke lembaga kuangan islam. Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potendi yang sangat besar bagi masuknya dana dari Timur Tengah yang memiliki likuiditas keuangan yang tinggi. Kepopuleran dari obligasi ini juga tidak terlepas dari akses modal secara global.
Pengertian obligasi
Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie” yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “obligasi” yang berarti kontrak. Dalam Keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas pinjaman uang dari masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana Pasar Modal). Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa obligasi adalah surat hutang yang dikelaurkan oleh emiten (bisa berupa badan hukum atau persuahaan, bisa juga dari pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasional maupun ekspansi dalam memajukan investasi yang mereka laksanakan. Investasi dengan cara menerbitkan obligasi memiliki potensial keuntungan lebih besar dari produk perbankan. Keuntungan berinvestasi dengan cara menerbitkan obligasi akan memberpoleh bunga dan kemungkinan adanyana capital gain (keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham di Pasar Modal atau Bursa Efek).[1] Apabila dilihat atas dasar jangka waktu maka obligasi itu limited (terbatas), sebab semua obligasi itu pada umumnya dibatasi oleh jangka waktu tertentu, tetapi ada juga obligasi unlimited (tanpa batas). Obligasi merupakan instrumen utang jangka panjang, yang pada umumnya diterbitkan dalam jangka berkisar antara lima sampai sepuluh tahun lamanya, ada juga yang jatuh tempo selama satu tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi, maka semakin diminati oleh investor karena dianggap resikonya kecil, pada saat jatuh tempo pihak penerbit obligasi berkewajiban untuk melunasi pokok investasi di dalam obligasi tersebut. Secara pemilik obligasi akan menerima manfaat dari obligasi ini sebab obligasi ini sebagai alat penyandang dana, sedangkan dana diperlukan untuk sarana usaha dan kepentingan lain yang terkait dengan perkembangan usaha. Obligasi bermanfaat untuk menanamkan modalnya dengan cara berinvestasi di Pasar Modal atau lembaga perbankan yang ditentukan. Penerbitan obligasi syariah merupakan informasi yang akan diterima oleh investor sebagai isyarat positif atau negatif mengenai prospek perusahaan. Isyarat-isyarat tersebut akan mendorong terjadinya perubahan permintaan dan penawaran saham, dan selanjutnya akan mengakibakan terjadinya kenaikan atau penurunan harga saham. Apabila dilihat dari pihak yang mengeluarkan obligasi (emiten), maka obligasi dapat dikeluarkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau bisa juga dikeluarkan oleh pihak swasta seperti, pertama; particiating bonds yakni pemilik obligasi.
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 menjelaskan bahwa Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.[2] Obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetapi lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang piutang melainkan penyertaan.Obligasi sejenis ini lazim dinamakan muqaradhah bond, dimana muqaradhah merupakan nama lain dari mudharabah. Dalam bentuknya yang sederhana obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau emiten sebagai pengelola atau mudharib dan dibeli oleh investor atau shahib maal. Dana yang terhimpun disalurkan untuk mengembangkan usaha lama atau pembangunan suatu unit baru yang benar-benar berbeda dari usaha lama. Bentuk alokasi dana yang khusus (specially dedicated) dalam syariah dikenal dengan istilah mudharabah muqayyadah. Atas penyertaannya, investor berhak mendapatkan nisbah keuntungan tertentu yang dihitung secara proporsional dan dibayarkan secara periodik. Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu bahwa obligai adalah surat hutang, dimana pemegangnya berhak atas bunga, tetapi prinsip obligasi syariah tidak mengenal adanya hutang, tetapi mengenal adanya kewajiban yang hanya timbul akibat adanya transaksi atas aset / produk maupun jasa yang tidak tunai, sehingga terjadi transaksi pembiayaan. Dimana firman allah dalam Qs. Al-Isra ayat 34 yaitu:
مَسْئُوْلاً كَانَ الْعَهْدَ إِنَّ بِالْعَهْدِ وَأَوْفُوا
Artinya: Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya (Al-Isra:34)[3]
Perbedaan obligasi konvensional dan obligasi syariah
- Dari sisi otorientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungan semata. Tidak demikian pada obligasi syariah, disamping memperhatikan keuntungan obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal haram.
- Obligasi konvensional keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi syariah keuntungan akan diterima dari besarnya margin / fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil yang didasarkan atas aset dan produksi.
- Obligasi konvensional tidak terdapat akad disetiap transaksinya, sedangkan obligasi syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad.
Syarat untuk dapat menerbitkan obligasi syariah antara lain:
- Aktivitas utama yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No. 20/DSNMUI/VI/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa usaha yang bertentangan dengan islam yaitu usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang, usaha yang memproduksi dan mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman haram, dan usaha yang memproduksi mendistribusi dan atau menyediakan barang-barang atau pun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
- Peringkat investment grade yaitu: Memiliki fundamental usaha yang kuat,Memiliki fundamental keuangan yang kuat,Memiliki citra baik dimata publik.
- Keuntungan tambahan jika masuk ke dalam kelompok Jakarta Islamic Indec (JII)
Sebelum dilakukan penerbitan obligasi syariah, maka harus dilakukan proses fatwa atau pun opini islam dengan proses underwriter sebagai wakil dari emiten mengajukan proposal atau pun surat pemberitahuan kepada Majelis Utama Indonesia (MUI) yang selanjutnya nanti dibahas oleh tim ahli Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk dikeluarkan opini islam, setelah adanya opini islam dilakukan proses penerbitan obligasi syariah.[4]
- Obligasi mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad mudahrabah. Akad mudharabahadalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal /investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan atau akad mudahrabah pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik usaha dengan pemilik harta, dimana pemilik harta (shahibul maal) hanya menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha.Sedangkan pemilik usaha (mudharib / emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara penuh dan mandiri (directionery) dalam bentuk aset pada kegiatan usaha tersebut.
- Obligasi ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
- Obligasi istisna’Adalah obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ di mana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek / barang.
- Obligasi musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
- Obligasi murabahah adalah akad jual beli barang dimana pembeli dapat membayar harga barang yang disepakati pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Penjual dapat menambah marjin pada harga pokok barang yang dijual tersebut.
- Obligasi salam merupakan kontrak jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
Karena akad tersebut banyak namun sampai saat ini baru dua jenis obligasi syariah yang sedang berkembang di indonesia yaitu: obligasi mudharabah dan ijarah. Keduanya sesuai kaidah syariah namun berbeda dalam dalam perhitungan, penilaian dan pemberian hasil (return).[5]
Kendala dan Stategi Pengembangan Obligasi Syariah
Kendala dalam pengembangan obligasi syariah diantaranya sebagai berikut :
- Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi sistem yang digunakannya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi syariah yang dikondisikan hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
- Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal iniyang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di masa yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional dari pada obligasi syariah.
- Di usia yang masih relatif muda dan sistem yang berbeda, obligasi syariah dikondisikan untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan sistem yang belum ia kenal.
Strategi dalam menghadapi kendala-kendala obligasi syariah yaitu :
- Langkah-langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman masyarakat akan keberadaan obligasi syariah di tengah-tegah masyarakat. Keterlibatan praktisi, akademisi dan ulama sangat diperlukan dalam usaha-usaha obligasi syariah.
- Usaha untuk menarik pasar emosional secara statistik relatif lebih sedikit dari pada pasar rasional. Oleh karenanya obligasi syariah tidak bisa hanya sekedar menunggu sampai adanya perubahan paradigma setidaknya obligasi syariah mampu menangkap kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitasnya.
- Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan profesionalitas, kualitas, kapabilitas, dan efisiensi untuk selalu dilakukan oleh obligasi syariah.
[1] Syafi’I Antonio, Bank Syari’ahdariTeorikePraktek (Jakarta: GemaInsani, 2001)
[2] Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia-FH UII,2007),222
[5] Muhammad Firdaus, dkk, KonsepDasarObligasiSyari’ah (Jakarta: Renaisan, 2005), 29
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H