Sebelum dilakukan penerbitan obligasi syariah, maka harus dilakukan proses fatwa atau pun opini islam dengan proses underwriter sebagai wakil dari emiten mengajukan proposal atau pun surat pemberitahuan kepada Majelis Utama Indonesia (MUI) yang selanjutnya nanti dibahas oleh tim ahli Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk dikeluarkan opini islam, setelah adanya opini islam dilakukan proses penerbitan obligasi syariah.[4]
- Obligasi  mudharabah adalah obligasi syariah yang mengunakan akad  mudahrabah. Akad mudharabahadalah akad kerjasama antara pemilik modal (shahibul maal /investor) dengan pengelola (mudharib / emiten). Ikatan  atau  akad  mudahrabah  pada hakikatnya adalah ikatan penggabungan atau percampuran berupa hubungan kerjasama antara pemilik usaha dengan pemilik harta, dimana pemilik harta (shahibul  maal) hanya menyediakan dana secara penuh (100%) dalam suatu kegiatan usaha dan tidak boleh secara aktif dalam pengelolaan usaha.Sedangkan pemilik usaha  (mudharib / emiten) memberikan jasa, yaitu mengelola harta secara penuh dan  mandiri (directionery) dalam  bentuk  aset  pada  kegiatan  usaha tersebut.
- Obligasi ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah  suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan  melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah  mirip dengan  leasing, tetapi  tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.
- Obligasi istisna’Adalah obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna’ di mana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek / barang.
- Obligasi musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
- Obligasi murabahah adalah akad jual beli barang dimana pembeli dapat membayar harga barang yang disepakati pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Penjual dapat menambah marjin pada harga pokok barang yang dijual tersebut.
- Obligasi salam merupakan kontrak jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
Karena akad tersebut banyak namun sampai saat ini baru dua jenis obligasi syariah yang sedang berkembang di indonesia yaitu: obligasi mudharabah dan ijarah. Keduanya sesuai kaidah syariah namun berbeda dalam dalam perhitungan, penilaian dan pemberian hasil (return).[5]
Kendala dan  Stategi Pengembangan Obligasi Syariah
Kendala dalam pengembangan obligasi syariah diantaranya sebagai berikut :
- Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi  syariah, apalagi  sistem yang digunakannya. Hal tersebut  tidak  lepas  dari  ruang  sosialisasi  obligasi  syariah yang dikondisikan hanya terbatas oleh  para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
- Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal iniyang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di masa yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional dari pada obligasi syariah.
- Di usia yang masih relatif muda  dan sistem yang berbeda, obligasi syariah dikondisikan untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan sistem yang belum ia kenal.
Strategi dalam menghadapi kendala-kendala obligasi syariah yaitu :
- Langkah-langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman masyarakat akan keberadaan obligasi syariah di tengah-tegah masyarakat. Keterlibatan  praktisi, akademisi dan ulama sangat diperlukan dalam usaha-usaha obligasi syariah.
- Usaha untuk menarik pasar emosional secara statistik relatif lebih sedikit dari pada pasar rasional. Oleh karenanya obligasi syariah tidak bisa hanya sekedar menunggu sampai adanya perubahan paradigma setidaknya obligasi syariah mampu menangkap kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitasnya.
- Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan  profesionalitas, kualitas, kapabilitas, dan efisiensi untuk selalu dilakukan oleh obligasi syariah.
[1] Syafi’I Antonio, Bank Syari’ahdariTeorikePraktek (Jakarta: GemaInsani, 2001)
[2] Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Ekonosia-FH UII,2007),222