Mohon tunggu...
Indah KiranaPutri
Indah KiranaPutri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa semester 5

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Isu dan Komunikasi Krisis oleh Perusahaan Unilever dalam Menghadapi Dampak Informasi Fatwa MUI

14 Januari 2024   14:41 Diperbarui: 14 Januari 2024   14:47 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis: Indah Kirana Putri

Dosen Pengampu: Saeful Mujab, S.Sos, M.I.Kom

Abstrak:

Artikel ini membahas tentang manajemen isu dan komunikasi krisis yang dilakukan oleh perusahaan Unilever dalam menghadapi dampak informasi hoax mengenai fatwa MUI yang menyatakan haramnya membeli produk Israel. Dalam konteks ini, Unilever dihadapkan pada tantangan komunikasi yang kompleks dan perlu mengambil langkah strategis untuk menjaga reputasi perusahaan dan mempertahankan hubungan baik dengan konsumen dan pemangku kepentingan lainnya.

LATAR BELAKANG:

Semakin meningkatnya peran media sosial dan internet dalam menyebarkan informasi, baik benar maupun salah. Hoax atau informasi yang tidak berdasar dapat dengan cepat menyebar dan berdampak buruk pada reputasi perusahaan. Dalam kasus Unilever, informasi hoax yang menyatakan bahwa produk mereka terkait dengan Israel dan tidak halal dapat menimbulkan ketidakpercayaan konsumen dan dampak finansial yang signifikan. Fatwa MUI yang menyatakan haramnya membeli produk Israel juga menjadi faktor penting dalam konteks ini. Fatwa ini mempunyai pengaruh besar terhadap pandangan dan keputusan konsumen muslim di Indonesia. Dalam hal ini, Unilever sebagai perusahaan multinasional yang memiliki produk beragam dan dikenal masyarakat luas perlu merespon dengan cepat dan efektif untuk meminimalisir dampak negatif dari informasi hoax tersebut. Manajemen isu dan strategi komunikasi krisis menjadi kunci dalam menghadapi situasi seperti ini. Perusahaan perlu mempunyai rencana yang terstruktur dan strategis untuk mengatasi permasalahan yang muncul, termasuk dalam hal ini informasi hoax yang dapat merusak reputasi perusahaan. Dalam hal ini, Unilever perlu mempertimbangkan bagaimana mereka dapat mengklarifikasi fakta, meningkatkan transparansi, dan memperkuat hubungan dengan pemangku kepentingan, khususnya konsumen dan MUI. Dalam konteks globalisasi dan persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan multinasional seperti Unilever harus mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul, termasuk isu-isu sensitif seperti konflik politik atau agama. Dalam hal ini, manajemen isu dan strategi komunikasi krisis yang efektif menjadi penting untuk meminimalkan dampak negatif dan menjaga reputasi perusahaan. Dengan memahami latar belakang tersebut, kita dapat melihat betapa pentingnya penelitian manajemen isu dan strategi komunikasi krisis yang diterapkan Unilever dalam menghadapi dampak informasi hoax terkait fatwa MUI. Penelitian ini dapat memberikan wawasan dan pembelajaran bagi perusahaan lain dalam menghadapi situasi serupa di masa depan.

TINJAUAN PUSTAKA:

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa situasi kontroversial seperti fatwa MUI dapat menimbulkan kepanikan di masyarakat. Strategi manajemen isu yang terintegrasi dan komunikasi krisis yang transparan telah terbukti efektif dalam mengatasi dampak negatif dan membangun kembali kepercayaan konsumen.

1. Strategi Manajemen Isu dan Komunikasi Krisis

Istilah "manajemen isu" dipopulerkan oleh W. Howard Chase pada tahun 1997 April 1976. Manajemen isu memasuki studi hubungan Masyarakat tidak terlepas dari peran Chase yang sepanjang tahun 1950an dan 1960an dalam perannya sebagai praktisi hubungan masyarakat untuk America Can Company, tertarik pada meningkatnya pengaruh faktor eksternal pada perusahaan. Untuk menanggapi tekanan eksternal, manajemen sering kali bertanya saran dari Chase dan praktisi hubungan masyarakat lainnya. Bersama rekannya Barry Jones, Chase kemudian berkembang istilah “manajemen isu” dengan mendefinisikannya sebagai instrumen yang dapat digunakan perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengelola isu-isu yang muncul dan menanggapi isu-isu sebelum terjadi. Pengalaman menunjukkan bahwa meminta nasihat sering kali terlambat munculnya artikel di media massa yang menyerang reputasi perusahaan; setelah tuntutan hukum; setelah konsumen menerapkan boikot menentang produk tersebut dan kelompok demonstran memblokir pintu gerbang perusahaan.

Coombs (seperti dikutip Kyhn, 2008) menyatakan bahwa komunikasi krisis merupakan “darah kehidupan” dari seluruh aktivitas manajemen krisis dan berperan penting dalam setiap tahapan manajemen krisis. Pendapat lainnya adalah dari Fearn-Banks (seperti dikutip Kyhn, 2008) yang dijelaskan dalam Dalam manajemen krisis yang efektif terdapat komunikasi krisis yang tidak hanya mengurangi atau menghilangkan suatu krisis, tetapi juga sedikit banyak dapat memberikan organisasi reputasi yang lebih baik dibandingkan sebelum krisis terjadi. krisis terjadi.

Manajemen isu dan strategi komunikasi krisis saling terkait dalam menghadapi tantangan terkait reputasi perusahaan. Strategi manajemen isu membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dan memahami isu-isu yang mungkin berkembang menjadi krisis, sementara komunikasi krisis membantu perusahaan merespons dengan tepat dan memberikan informasi yang diperlukan selama krisis tersebut. Keduanya bekerja sama untuk melindungi reputasi perusahaan dan membangun kepercayaan pemangku kepentingan.

2. Dampak Informasi Hoax

Dampak informasi hoax bagi perusahaan bisa sangat merugikan. Hoax dapat merusak reputasi perusahaan, mempengaruhi keputusan investasi, dan menurunkan kepercayaan konsumen. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa literasi digital mempunyai pengaruh sebesar 63,6% terhadap pencegahan hoax, dan semakin tinggi pemahaman terhadap literasi digital maka semakin tinggi pula pencegahan hoax (Saputro & Koerniawati, 2023).

Informasi hoax bisa sangat merugikan suatu perusahaan, apalagi jika berkaitan dengan isu sensitif seperti fatwa MUI yang memboikot produk Israel. Dampak negatifnya antara lain rusaknya citra merek, menurunnya kepercayaan konsumen, gangguan operasional, dan potensi tuntutan hukum. Deteksi dini dan respons cepat sangatlah penting, dengan langkah-langkah seperti pemantauan media sosial, tim respons krisis, pendidikan publik, kerja sama dengan pihak berwenang, dan kampanye komunikasi positif. Dengan tindakan cepat, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif, menjaga kepercayaan konsumen, dan melindungi citra mereknya.

3. Fatwa MUI Tentang Produk Israel

Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina melawan agresi Israel dianggap suatu kewajiban, sedangkan mendukung agresi Israel terhadap Palestina dianggap haram secara hukum. Fatwa tersebut juga menegaskan bahwa umat Islam di Indonesia sepakat untuk tidak mengonsumsi produk-produk Yahudi, Israel, atau Amerika, baik secara pribadi maupun melalui negara atau pemerintah. Hal ini dianggap sebagai tindakan yang dapat mengakibatkan hilangnya sumber pendapatan kaum Yahudi dan otomatis melemahkan mereka. Meski Fatwa DSN MUI Nomor 83 Tahun 2023 tidak secara spesifik menyebutkan produk yang wajib dihindari atau diimpor, namun masyarakat umum sudah mengetahui jenis produk yang terkait dengan Israel dan mengambil langkah untuk menolak atau memboikot produk tersebut. Di sisi lain, terdapat kontradiksi perekonomian di Indonesia, dimana negara tersebut masih bergantung pada produk Israel dan sekutunya, terbukti melalui investasi besar-besaran dari perusahaan asing seperti Unilever, Coca-Cola Company, Procter & Gamble, Johnson. , dan seterusnya di Indonesia (Husna, dkk: 2023).

4. Strategi Manajemen Isu Unilever

PT. Unilever percaya bahwa seiring pertumbuhan bisnis, tanggung jawab perusahaan juga meningkat. Unilever percaya bahwa menjaga citra perusahaan dapat menjadi keunggulan kompetitif sehingga perusahaan dapat terus berkembang dan bersaing dengan para pesaingnya. Unilever menilai citra perusahaan sangat berharga, karena mencerminkan persepsi masyarakat terhadap identitas perusahaan. Persepsi ini tergantung pada pengetahuan masyarakat tentang perusahaan. Unilever memandang citra perusahaan sebagai pedoman bagi konsumen dalam mengambil keputusan penting. Diharapkan konsumen lebih mudah menerima produk dari perusahaan yang mempunyai reputasi dan citra baik di mata Masyarakat (Ilmiana, dkk: 2023).

Unilever dikenal sebagai perusahaan yang aktif dalam mengatasi permasalahan terkait kekeringan, seperti penggunaan plastik, perubahan iklim, dan kesenjangan sosial. Sejumlah strategi telah mereka terapkan, antara lain penerapan kampanye komunikasi, peningkatan keterbukaan, dan inovasi produk untuk menghadapi tantangan tersebut. Selain itu, Unilever juga memiliki reputasi atas pendekatan proaktif dalam mengelola permasalahan dan krisis komunikasi. Mereka berhasil membangun citra perusahaan yang kuat melalui praktik transparansi dan komitmen terhadap tanggung jawab sosial. Meskipun rincian strategi yang mereka terapkan tidak didokumentasikan secara spesifik dalam sumber referensi, reputasi Unilever mencerminkan dedikasi mereka terhadap manajemen permasalahan yang efektif.

METODE:

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi literatur untuk mendapatkan pemahaman mengenai manajemen isu dan strategi komunikasi krisis perusahaan Unilever dalam menghadapi dampak informasi hoax terkait fatwa MUI tentang larangan pembelian produk Israel akan melibatkan pencarian dan analisis berbagai sumber literatur yang relevan. Fokus penelitian ini akan dilakukan pada sumber-sumber seperti artikel akademis, buku, laporan penelitian dan publikasi perusahaan yang memuat informasi terkait manajemen isu, komunikasi krisis dan respon Unilever terhadap fatwa MUI. Pertama, penelitian akan dimulai dengan mengidentifikasi dan mengumpulkan literatur yang membahas konsep dasar strategi manajemen isu dan komunikasi krisis, khususnya dalam konteks korporasi, dengan penekanan pada Unilever. Melalui analisis literatur ini diharapkan dapat diperoleh pemahaman mendalam mengenai teori dan praktik terkait manajemen isu dan komunikasi krisis, yang nantinya menjadi dasar untuk memahami pendekatan yang dilakukan Unilever dalam menghadapi dampak hoax. informasi terkait fatwa MUI. Kedua, penelitian akan fokus pada pencarian literatur yang khusus membahas tentang respon Unilever terhadap isu terkait Israel dan fatwa MUI. Hal ini memerlukan pemahaman mendalam mengenai strategi komunikasi yang diterapkan Unilever dalam menyikapi informasi hoax dan menjaga citra perusahaan di tengah ketegangan sosial. Dengan menggabungkan temuan-temuan dari literatur tersebut, diharapkan penelitian studi literatur dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang bagaimana Unilever mengelola dan mengkomunikasikan isu-isu sensitif terkait fatwa MUI dan dampak informasi hoax.

HASIL DAN PEMBAHASAN:

Unilever sebagai perusahaan multinasional menghadapi tantangan berat ketika menghadapi hoaks mengenai produknya dan fatwa MUI yang menyatakan haram membeli produk Israel. Dalam mengatasi situasi ini, perusahaan perlu menerapkan manajemen isu dan strategi komunikasi krisis yang efektif. Berikut hasil dan pembahasan strategi yang diterapkan perusahaan:

1. Klarifikasi Fakta: Unilever dengan cepat merespons informasi hoax tersebut dengan mengklarifikasi bahwa produk mereka tidak ada hubungannya dengan Israel dan tetap halal. Melalui pernyataan resmi dan komunikasi yang jelas, Unilever berhasil menghilangkan keraguan dan ketidakpercayaan konsumen terhadap produknya.

2. Transparansi: Perusahaan juga meningkatkan transparansi dengan memberikan informasi yang jelas dan akurat tentang rantai pasokannya. Mereka memastikan bahan baku yang digunakan dalam produknya berasal dari sumber yang halal dan memenuhi standar halal yang berlaku. Dengan cara ini Unilever berhasil membangun kepercayaan konsumen terhadap produknya.

3. Kerjasama dengan MUI: Unilever berkolaborasi dengan MUI untuk memperkuat hubungan dan memastikan pemahaman yang baik antara perusahaan dan lembaga keagamaan. Dengan melakukan dialog dan diskusi terbuka, Unilever dapat menjelaskan langsung kepada MUI mengenai praktik bisnis dan kebijakan perusahaan yang sesuai dengan nilai-nilai agama.

4. Komunikasi Proaktif: Unilever tidak hanya merespon informasi hoax, namun juga melakukan komunikasi proaktif dengan konsumen dan masyarakat luas. Mereka menggunakan berbagai platform media sosial dan saluran komunikasi lainnya untuk menyampaikan informasi yang benar dan membangun kesadaran tentang komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan, keadilan, dan keberagaman.

5. Responsif terhadap Masukan: Unilever secara aktif mendengarkan masukan dari konsumen dan masyarakat mengenai masalah ini. Mereka merespons dengan cepat dan terbuka mengatasi kekhawatiran dan pertanyaan yang muncul. Dengan cara ini, Unilever dapat mempererat hubungan dengan konsumen dan membangun citra perusahaan yang responsif dan peduli.

Penerapan strategi manajemen isu dan komunikasi krisis yang efektif yang dilakukan Unilever dalam menghadapi dampak informasi hoax terkait fatwa MUI terbukti berhasil. Perusahaan berhasil mempertahankan reputasinya, membangun kepercayaan konsumen, dan mengatasi dampak negatif dari informasi yang tidak benar. Keberhasilan ini menunjukkan pentingnya memiliki rencana dan strategi yang matang dalam menghadapi situasi krisis dan menjaga hubungan baik dengan pemangku kepentingan.

KESIMPULAN:

Pentingnya manajemen isu dan strategi komunikasi krisis dalam mengatasi dampak informasi hoax, khususnya mengenai fatwa MUI yang menyatakan bahwa membeli produk Israel adalah haram. Beberapa temuan penting meliputi: Perusahaan perlu memiliki rencana manajemen krisis yang matang untuk merespons hoax dengan cepat, menghindari risiko penyebaran informasi yang merugikan. Komunikasi yang transparan dan jujur terbukti efektif dalam mengatasi krisis, dimana perusahaan perlu mengklarifikasi informasi yang salah secara terbuka. Kolaborasi dengan pihak eksternal, khususnya otoritas agama seperti MUI, dapat membantu menciptakan saling pengertian dan meredakan ketegangan, serta membangun kepercayaan konsumen. Membangun dan memperkuat reputasi perusahaan serta nilai-nilai positif perusahaan dapat menjadi benteng yang kuat dalam menghadapi serangan informasi yang merugikan.

DAFTAR PUSTAKA:

Husna, K., & Hafidzi, A. (2023). Dampak Pemboikotan Produk Pro Israel Fatwa Dsn Mui Nomor 83 Tahun 2023 Bagi Warung Rumahan Di Kota Banjarmasin. Indonesian Journal of Islamic Jurisprudence, Economic and Legal Theory, 1(4), 868-876.

Kyhn,  Helene  Stavem.  2008. Situational Crisis  Communication  Theory:  Its Use   in   A   Complex   Crisis   with Scandinavian  Airlines’  Grounding of  Dash  8-Q400  Airlines.  Master Thesis.  Aarhus  School  of  Business. http://pure.au.dk/portal-asb-student/files/3900/Helene_Stavem_Kyhn-_Master_Thesis.pdf,  diakses 19 November 2011.

Octaviatnto Adi Saputro, R., & Koerniawati, T. (2023). DAMPAK LITERASI DIGITAL TERHADAP PENCEGAHAN INFORMASI HOAKS DI SMK KRISTEN BISNIS DAN MANAJEMEN SALATIGA. IT-Explore: Jurnal Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi .

Prayudi, P. (2016). Manajemen Isu dan Krisis.

Savema, I., Adawiyyah, S., Fahlavi, M. R., Naufal, R. H., & Hardiyanto, A. A. R. Manajemen Mutu, Isu dan Perubahan pada Manajemen Proyek pada PT. UNILEVER INDONESIA Tbk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun