Aku duduk di sudut ruangan gelap itu, tubuhku gemetar dan keringat dingin mengalir deras di wajahku. Rasa kecanduan yang mendera seolah tak kenal ampun, menggerogoti setiap inci dari kekuatanku. Aku merasa hancur, terperangkap dalam lingkaran setan yang seolah tak berujung.
Di tengah kegelapan dan keputusasaan itu, muncul sosok yang tak pernah kusangka akan hadir dalam hidupku. Namanya adalah Maya. Dia adalah teman sekelasku di universitas, seseorang yang selama ini hanya kutahu dari kejauhan. Namun, entah bagaimana, dia bisa melihat ketidakberesan dalam diriku dan memutuskan untuk membantuku.
Hari pertama Maya datang ke apartemenku, aku merasa malu dan tak berdaya. Aku takut dia akan menilai dan meninggalkanku. Namun, alih-alih pergi, Maya duduk di sampingku, memegang tanganku dengan lembut. "Aku di sini untukmu," katanya dengan suara yang penuh kehangatan. "Kamu tidak sendiri dalam menghadapi ini."
Kata-kata Maya seperti secercah cahaya di tengah kegelapan. Dia mulai mengunjungiku secara rutin, membawakan makanan sehat dan berbicara denganku tentang berbagai hal. Maya membantuku melewati hari-hari terberat, memberikan semangat saat aku merasa ingin menyerah.
Setiap kali aku merasa cemas dan stres, Maya selalu tahu cara untuk menenangkanku. Dia akan mengajakku berjalan-jalan di taman, atau mengajakku berbicara tentang mimpi dan harapan masa depan. Dia selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, tak pernah sekalipun membuatku merasa remeh atau tak berarti.
Suatu hari, aku mengalami krisis yang membuatku hampir putus asa. Aku baru saja kehilangan pekerjaan karena ketidakmampuanku untuk fokus dan menjaga komitmen. Aku merasa seolah semua usahaku sia-sia dan tak ada harapan lagi. Namun, seperti biasa, Maya ada di sana untukku.
"Kamu harus percaya pada dirimu sendiri," kata Maya dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. "Aku percaya padamu. Kamu bisa melewati ini. Kita akan mencari cara bersama-sama."
Kata-kata Maya menggerakkan sesuatu dalam diriku. Perlahan tapi pasti, aku mulai bangkit kembali. Dengan dorongan Maya, aku mencari bantuan profesional dan menjalani program rehabilitasi. Setiap langkah kecil yang kuambil terasa seperti kemenangan besar berkat dukungan tak henti dari Maya.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa lebih kuat dan lebih mampu mengendalikan hidupku. Maya tetap di sampingku, memberikan semangat dan dorongan setiap kali aku merasa goyah. Kedekatan kami semakin dalam, dan aku mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.
Suatu malam, saat kami duduk di bangku taman, aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku. "Maya," kataku dengan suara bergetar. "Aku ingin mengucapkan terima kasih untuk semua yang telah kamu lakukan. Kamu tidak hanya menyelamatkan hidupku, tetapi juga membuatku merasa hidup kembali. Aku... aku mencintaimu."
Maya terdiam sejenak, kemudian menghela napas panjang. "Aku juga sangat menyayangimu," katanya perlahan. "Tapi ada sesuatu yang perlu kamu tahu."
Hatiku berdebar keras. "Apa itu?" tanyaku cemas.
"Aku sudah memiliki seseorang dalam hidupku," jawab Maya dengan suara lembut namun tegas. "Aku peduli padamu lebih dari yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata, tapi cintaku yang sejati ada pada orang lain."
Rasa sakit menusuk hatiku, tapi aku tahu Maya tidak pernah berniat menyakiti. Dia selalu jujur dan tulus dalam setiap tindakan dan kata-katanya. "Aku mengerti," kataku sambil berusaha tersenyum meski air mata mulai menggenang di mataku. "Terima kasih sudah jujur padaku."
Maya menggenggam tanganku erat. "Aku akan selalu ada untukmu, sebagai teman yang peduli dan menyayangimu. Kamu adalah bagian penting dalam hidupku, dan aku ingin kamu terus maju dan menemukan kebahagiaanmu sendiri."
Meskipun penolakan itu terasa menyakitkan, aku tahu Maya benar. Dia telah memberikan begitu banyak untukku, dan aku harus menghargai dan menghormati perasaannya. Kami tetap berteman dekat, dan aku terus berjuang untuk menjalani hidup yang lebih baik dengan dukungan dan semangat dari Maya.
Hari-hari berlalu, dan meskipun rasa cintaku pada Maya masih ada, aku belajar untuk melepaskannya dan menghargai hubungan kami sebagai teman yang tulus. Aku menemukan kekuatan dalam diri sendiri yang tidak pernah kusangka ada sebelumnya. Setiap kali aku merasa ragu atau lelah, aku mengingat kata-kata dan dukungan Maya, yang selalu menjadi sumber kekuatan dan inspirasi.
Kini, aku berdiri di hadapan cermin dengan senyuman penuh keyakinan. Aku adalah seseorang yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih percaya diri. Semua itu berkat Maya, teman yang tak pernah lelah memberiku semangat dan kasih sayang tanpa syarat.
Kasih suci Maya telah menyelamatkanku dari kegelapan dan membawaku menuju cahaya. Meskipun kami tidak bersama sebagai pasangan, aku tahu bahwa persahabatan kami adalah harta yang tak ternilai. Dan untuk itu, aku akan selalu bersyukur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H