Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jendela Kelas

9 Juli 2024   09:59 Diperbarui: 9 Juli 2024   10:08 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut sekolah SMA negeri itu, ada satu kelas yang memiliki pemandangan langsung ke lapangan olahraga. Ruangan kelas XII IPA 3, tempat aku belajar, memiliki jendela besar yang menghadap langsung ke sana. Di situlah awal mula kisah cinta yang tak terduga terjadi.

Namaku Raka. Hari itu, seperti biasa, pelajaran Matematika berlangsung dengan penuh konsentrasi. Namun, perhatian dan pandanganku sesekali terpaku pada lapangan di luar jendela. Di lapangan itu, ada seorang gadis yang sedang berlatih voli. Namanya Rina, siswa dari kelas sebelah yang terkenal dengan kecantikannya.

Ketika pertama kali melihatnya, aku hanya tertarik sekilas. Namun, semakin sering aku melihatnya berlatih dari jendela kelas, semakin aku terpesona. Rina selalu tampak bersemangat dan penuh energi, dengan senyum yang bisa menerangi hari siapa saja. Setiap kali ia melompat untuk memukul bola, ada semacam keanggunan dalam gerakannya yang sulit dijelaskan.

Awalnya, aku merasa konyol. Mengintip seseorang dari jendela bukanlah kebiasaanku. Tapi ada sesuatu tentang Rina yang membuatku tak bisa berpaling. Setiap kali jam olahraga berlangsung, aku akan duduk di tempat strategis di kelas dan berpura-pura fokus pada pelajaran, padahal mataku tak lepas dari jendela. Teman-temanku mulai menyadari kebiasaan anehku itu.

"Raka, ngapain kamu selalu ngeliatin jendela? Ada sesuatu yang menarik di luar sana?" tanya Andi, sahabatku.

"Ah, nggak, cuma ngeliat pemandangan aja," jawabku gugup, berusaha menyembunyikan rasa maluku.

Namun, suatu hari, keberuntungan berpihak padaku. Ketika bel istirahat berbunyi, aku masih duduk di tempatku, menatap lapangan. Tanpa aku sadari, Rina ternyata memperhatikanku dari kejauhan. Ia melambai dan tersenyum, membuatku terkejut dan jantungku berdebar lebih kencang.

Hari-hari berikutnya, aku mencoba memberanikan diri untuk mendekatinya. Setiap kali ada kesempatan, aku mencari cara untuk berada di dekatnya. Saat jam istirahat, aku sering kali sengaja melewati lapangan, berharap bisa berbicara dengannya. Namun, keberanian itu selalu hilang begitu saja ketika aku melihat senyumnya.

Namun, pada suatu hari Jumat yang cerah, kesempatan itu datang. Sekolah mengadakan pertandingan voli antar kelas, dan aku ditunjuk menjadi panitia. Ini adalah momen yang tepat untuk mendekati Rina. Setelah pertandingan berakhir, aku memberanikan diri untuk berbicara dengannya.

"Hai, Rina. Kamu main bagus banget tadi," kataku dengan sedikit gemetar.

"Oh, terima kasih, Raka, kan? Aku sering lihat kamu di kelas, kamu juga suka olahraga?" jawab Rina dengan ramah.

"Iya, tapi nggak sebaik kamu. Aku lebih suka basket, sebenarnya. Tapi voli juga seru," balasku, mencoba terdengar santai.

Percakapan kami terus berlanjut, dan aku merasa semakin nyaman. Rina ternyata bukan hanya cantik, tapi juga cerdas dan menyenangkan. Kami berbicara tentang banyak hal, dari hobi hingga impian masa depan. Hari itu adalah salah satu hari terindah dalam hidupku.

Seiring berjalannya waktu, kami semakin dekat. Aku sering mengajaknya makan siang bersama atau sekadar duduk di taman sekolah. Teman-teman mulai menggoda kami, tapi aku tidak peduli. Perasaan cintaku pada Rina semakin dalam setiap harinya.

Suatu hari, ketika matahari terbenam, kami duduk di bangku taman. Dengan gugup, aku mengumpulkan semua keberanianku untuk mengungkapkan perasaanku.

"Rina, ada sesuatu yang ingin aku katakan," kataku dengan suara gemetar.

"Ada apa, Raka?" tanyanya lembut.

"Aku... aku suka sama kamu. Dari pertama kali aku lihat kamu di lapangan, aku sudah terpesona. Aku nggak tahu gimana caranya bilang ini, tapi aku benar-benar jatuh cinta sama kamu."

Rina tersenyum lembut dan meraih tanganku. "Aku juga suka sama kamu, Raka. Sejak kita mulai berbicara, aku merasa kita punya banyak kesamaan. Aku senang kita bisa semakin dekat."

Kata-katanya membuatku merasa seperti terbang ke awan. Hari itu, di bawah langit senja yang indah, kami resmi menjadi sepasang kekasih. Kisah cinta kami dimulai dari jendela kelas, dan kini kami menjalani hari-hari bersama dengan penuh kebahagiaan.

Setiap kali aku melihat ke jendela kelas XII IPA 3, aku tersenyum, mengenang awal mula kisah cinta yang tak terduga ini. Rina adalah hadiah terindah yang pernah aku dapatkan di SMA, dan aku berjanji akan selalu menjaganya dengan sepenuh hati.

https://bit.ly/KONGSIVolume1

Ig pulpen
Ig pulpen

Ig pulpen
Ig pulpen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun