"Jadi, inilah Adipati Smaradhana yang terkenal," kata Jenghis Khan dengan suara penuh wibawa. "Kau telah berani melawan kami, dan kini kau menjadi tawanan kami. Bagaimana rasanya?"
Adipati Smaradhana menatap Jenghis Khan dengan mata penuh amarah. "Aku mungkin menjadi tawananmu, tapi semangatku tidak akan pernah kau tawan. Aku adalah prajurit Majapahit, dan kami akan terus berjuang melawan kalian."
Jenghis Khan tersenyum sinis. "Kita lihat saja seberapa lama semangatmu itu bertahan."
Hari demi hari, Adipati Smaradhana dipenjara di Mongolia. Kondisinya semakin memburuk, namun semangat juangnya tidak padam. Ia terus mencari cara untuk melarikan diri, berharap bisa kembali ke tanah airnya dan memberitahu Aksa dan Arka tentang apa yang terjadi.
Di sisi lain, Aksa dan Arka yang belum mengetahui nasib ayah mereka. Namun, suatu malam, Arka mendapat firasat yang kuat. Dalam mimpinya, ia melihat ayahnya, Adipati Smaradhana, sedang dalam keadaan terikat dan terluka di tempat yang asing.
"Arka, tolong aku," suara ayahnya terdengar dalam mimpi itu.
Arka terbangun dengan perasaan cemas. Ia segera memberitahu Aksa tentang mimpinya.
"Aksa, aku merasa ayah sedang dalam bahaya," kata Arka dengan penuh kekhawatiran.
Aksa menatap adiknya dengan serius. "Kita harus segera mencari informasi. Jika ayah dalam bahaya, kita tidak bisa tinggal diam."
Mereka memutuskan untuk pulang, untuk memastikan kondisi ayah dan ibu mereka. Setibanya di kadipaten Panggung, mereka terkejut mendengar kabar tentang pertempuran melawan pasukan Mongolia dan penangkapan Adipati Smaradhana.
Dengan bantuan beberapa prajurit terpercaya dan informasi dari mata-mata kerajaan, Aksa dan Arka merancang rencana penyelamatan ayahanda.