Keesokan harinya, Hans mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengan Bu Yanti. "Bu Yanti, saya sangat menghargai perhatian Ibu. Tapi saya merasa ini sudah terlalu jauh. Saya tidak ingin kehilangan teman-teman saya."
Bu Yanti terlihat kecewa, tetapi ia mengerti. "Saya mengerti, Hans. Saya hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Jika kamu merasa ini yang terbaik, saya akan menghormati keputusanmu."
Hans kemudian menemui Ani, Ariani, dan Astrid. Ia menceritakan apa yang telah terjadi dan mengakui bahwa ia terlalu terbawa suasana. "Maafkan aku, teman-teman. Aku nggak bermaksud menyakiti kalian."
Ariani tersenyum lembut. "Kami mengerti, Hans. Kami cuma ingin yang terbaik buat kamu."
Astrid mengangguk setuju. "Kita semua pernah buat kesalahan. Yang penting sekarang kita bersama lagi."
Ani yang sejak awal paling terganggu, akhirnya tersenyum. "Aku senang kamu akhirnya mengerti, Hans. Kita tetap sahabat, kan?"
Hans mengangguk dengan mantap. "Selalu."
Dengan hubungan yang semakin kuat, Hans kembali ke kelas dengan semangat baru. Ia merasa lega bisa menjaga persahabatannya tanpa harus mengorbankan apapun. Bu Yanti juga mulai menjaga jarak, tetap profesional, dan membantu Hans serta teman-temannya dalam pelajaran.
Pelajaran Fisika dan Bumi Antariksa menjadi lebih menarik karena Bu Yanti kini fokus pada materi, bukan pada keisengan pribadi. Hans tetap menjadi anak emas di kelas, tetapi kali ini dengan cara yang lebih sportif.
Kisah ini mengajarkan Hans dan teman-temannya tentang pentingnya komunikasi, batasan, dan menjaga keseimbangan dalam hubungan. Dengan dukungan dari Sigit, Ipung, Haryono, dan Dani, serta pemahaman dari Ariani, Astrid, dan Ani, Hans mampu melewati masa sulit dan memperkuat persahabatan mereka.
Setiap hari adalah pelajaran baru, dan mereka tahu bahwa dengan dukungan satu sama lain, mereka bisa menghadapi apa pun yang datang.