Aku tersenyum, merasa ada kesamaan dalam cara pandang kami tentang hidup.
Aku: "Apa yang membuat Bapak begitu tenang dan damai?"
Pria tua itu menatapku dengan mata yang penuh kebijaksanaan. "Ketika kau sudah hidup selama ini, kau akan menyadari bahwa hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan kekhawatiran dan ketakutan. Setiap hari adalah hadiah, dan kita harus belajar untuk menghargainya."
Kata-kata pria tua itu mengingatkanku pada percakapan dengan diriku yang lain. Aku merasa seolah-olah mendapatkan penguatan dari semesta bahwa apa yang aku pelajari adalah benar.
Aku: "Saya setuju, Pak. Hidup ini memang penuh dengan keindahan yang harus kita hargai."
Pria tua itu tersenyum lebar. "Senang mendengarnya. Teruslah menjalani hidupmu dengan penuh semangat dan rasa syukur. Itulah kunci kebahagiaan sejati."
Aku mengangguk, merasa lebih terinspirasi dan termotivasi. Kami terus berbicara tentang banyak hal---kehidupan, cinta, dan makna. Percakapan kami berlangsung hingga sore hari, dan aku merasa mendapatkan teman baru yang bijaksana.
Malam itu, aku duduk di mejaku, merenungkan semua yang telah aku alami dan pelajari. Aku membuka jendela kamarku, membiarkan angin malam yang sejuk masuk. Cahaya bulan menerangi ruangan, menciptakan suasana yang tenang dan damai.
Aku mengambil buku catatanku dan mulai menulis lagi. Kali ini, aku menulis surat untuk diriku yang lain, sebagai bentuk rasa syukur atas percakapan yang telah mengubah hidupku.
Kepada diriku yang lain,
Terima kasih telah membantuku menemukan makna dalam hidup ini. Percakapan kita telah membuka mataku dan memberikan pencerahan yang tak ternilai. Aku belajar bahwa hidup ini adalah perjalanan yang penuh dengan keindahan, meskipun penuh dengan ketidakpastian.