Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Depresi Karena Dendam Masa Lalu yang Memisahkan Kita

26 Juni 2024   10:14 Diperbarui: 26 Juni 2024   10:22 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepada Bima, cintaku...

Aku tahu, ketika kamu membaca surat ini, aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Maafkan aku, sayang. Maafkan aku karena harus meninggalkanmu dengan cara seperti ini. Aku tidak kuat lagi. Setiap hari adalah perjuangan yang melelahkan bagiku. Aku mencoba bertahan demi kamu, demi cinta kita, tapi bayangan itu terlalu kuat, terlalu gelap.

Kamu adalah cahaya dalam hidupku, Bima. Kamu membuatku tertawa, membuatku merasa dicintai. Tapi, ada bagian dari diriku yang tidak bisa kamu selamatkan. Bagian itu telah membawaku ke tempat ini. Jangan salahkan dirimu, jangan merasa gagal. Kamu sudah melakukan lebih dari yang bisa kuharapkan.

Aku ingin kamu ingat, setiap momen yang kita lewati bersama adalah nyata. Cinta kita adalah nyata. Tapi, aku tidak bisa melawan diriku sendiri lebih lama lagi. Maafkan aku. Aku mencintaimu, selamanya.

Dengan cinta yang tak akan pernah pudar, .....

------

Air mata Bima jatuh membasahi surat itu lagi. Setiap kata seolah-olah menghantam hatinya tanpa ampun. Ia merasakan kehampaan yang luar biasa, seolah-olah sebagian dari dirinya telah direnggut pergi bersama Sari. Di tengah kebisingan kafe, ia merasa sangat sendirian.

Bima ingat betul malam terakhir mereka bersama. Sari tampak lebih tenang daripada biasanya, seolah-olah telah menemukan kedamaian yang lama ia cari. Mereka duduk di balkon apartemen, menikmati langit malam yang penuh bintang. Sari berbicara tentang mimpinya, tentang tempat-tempat yang ingin ia kunjungi, dan lukisan-lukisan yang ingin ia buat. Bima tidak menyangka bahwa malam itu adalah perpisahan mereka. Andai ia tahu, mungkin ia akan lebih banyak berbicara, lebih banyak memeluk Sari, lebih banyak mengatakan betapa ia mencintainya.

Kehidupan setelah kepergian Sari adalah perjuangan bagi Bima. Ia mencoba melanjutkan hidup, tetapi bayangan Sari selalu menghantui. Ia menulis cerita demi cerita, mencoba mengalihkan pikirannya, tetapi setiap kali ia menyentuh pena, wajah Sari selalu muncul di benaknya.

Suatu hari, saat berjalan di taman yang sering mereka kunjungi, Bima bertemu seorang gadis muda yang sedang melukis. Gadis itu mengingatkannya pada Sari, bukan karena penampilannya, tetapi karena semangat yang terpancar dari matanya. Bima mendekat, melihat lukisan itu, dan merasakan kehangatan yang sudah lama hilang dari hidupnya.

Gadis itu memperkenalkan dirinya sebagai Lila. Mereka berbicara tentang seni, tentang kehidupan, dan tanpa sadar, Bima mulai merasa sedikit lega. Lila tidak menggantikan Sari, tetapi kehadirannya membantu Bima menemukan harapan lagi. Mereka menjadi teman, saling mendukung dalam karya seni masing-masing, dan perlahan-lahan, Bima mulai menemukan makna dalam hidupnya yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun