Mohon tunggu...
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI
INASTIANING DYAS DAHANA PUTRI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis yang berfikir Obyektif dan realitis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Depresi Karena Dendam Masa Lalu yang Memisahkan Kita

26 Juni 2024   10:14 Diperbarui: 26 Juni 2024   10:22 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu, hujan turun deras. Kilatan petir sesekali menyinari langit, memperlihatkan wajah-wajah muram orang-orang yang berlalu lalang dengan cepat di trotoar yang basah. Di sebuah kafe kecil di pojok jalan, terlihat seorang pria muda duduk sendiri, menatap kosong ke arah jendela yang berembun. Namanya Bima.

Bima adalah seorang penulis lepas yang sedang berjuang keras. Namun, bukan hanya tentang pekerjaannya yang membuatnya gelisah malam itu. Di dalam sakunya, ada sepucuk surat yang sudah basah oleh air mata dan hujan. Surat itu ditulis oleh Sari, kekasihnya, yang telah pergi untuk selamanya.

Sari adalah segalanya bagi Bima. Senyumnya yang cerah, tawanya yang menggema, dan kebaikan hatinya selalu membuat Bima merasa hidup lebih berwarna. Mereka bertemu di kampus, saat Bima masih menjadi mahasiswa sastra dan Sari belajar seni rupa. 

Pertemuan pertama mereka terjadi di galeri seni kampus, di mana Sari sedang memajang lukisan-lukisan karyanya. Bima, yang selalu mencari inspirasi, tertarik dengan salah satu lukisan abstrak yang penuh warna. Ia tidak tahu bahwa di balik lukisan itu, ada seorang seniman dengan jiwa yang rapuh.

Hubungan mereka berkembang dengan cepat. Bima menemukan kebahagiaan dalam setiap momen bersama Sari. Mereka berbagi mimpi, tawa, dan juga tangis. Namun, Bima tidak menyadari bahwa di balik senyum Sari, ada kegelapan yang semakin hari semakin menelan jiwanya.

Sari menderita depresi karena marah yang dipenuhi dendam sejak remaja. Trauma masa kecil dan tekanan hidup yang tak kunjung reda membuatnya sering merasa tidak berdaya. Bima tahu tentang masa lalu Sari, tetapi ia tidak pernah menyangka bahwa kekasihnya itu menyimpan luka yang begitu dalam. 

Setiap kali Sari mencoba membuka diri, Bima selalu berusaha memberikan dukungan. Namun, kata-kata penghibur dan pelukan hangat terkadang tidak cukup untuk melawan bayangan gelap yang selalu menghantui Sari.

Seminggu sebelum malam hujan itu, Sari menghilang. Bima mencarinya ke mana-mana, menelepon teman-teman, dan bahkan melapor ke polisi. Harapan demi harapan muncul dan tenggelam setiap kali ia mendapat kabar yang ternyata palsu. Hingga akhirnya, seorang petugas keamanan menemukan tubuh Sari di sebuah gedung tua yang sudah lama tidak terpakai. Di tangan Sari, tergenggam erat sebuah surat untuk Bima.

Malam itu di kafe, Bima membuka surat itu lagi. Tulisan tangan Sari yang rapi namun penuh kesedihan menembus hatinya seperti pisau.

-------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun