Mohon tunggu...
NASRUDDIN OOS
NASRUDDIN OOS Mohon Tunggu... melalang buana, kerja g jelas kuliahpun tidak jelas -

Ah, Gelap

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AKU DAN PREDIKAT PECUNDANG YANG AKU SANDANG

11 Februari 2010   07:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:59 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

AKU DAN PREDIKAT PECUNDANG YANG AKU SANDANG

(tervonis karena melakukan kejahatan yang mengatasnamakan cinta)

INAS.OOS

Berkemaslah

Aku ikut arah angin

Yang membawa nuasa kelam dan kedinginan

Kemandirian yang berlebihan

Adalah karunia harus dinikmati

Kelak kau kan tau keajaiban sang pencipta

Berpamitlah pada hati  kaku, kedinginan

Karena esok mentari tiba membuyarkan

Kedinginan bernuasa kelam

Berkemaslah

Aku ikut menikmati apa yang harus aku nikmati

Dimulai pada saat ku tidak berani mengetuk pintu hatimu untuk kedua kalinya, pikiranku berkata dan aku akan hijrah saja kelain hati. Ada teman yang jumpa denganku dan kami berdiskusi pada hal-hal yang sudah nyata. “Terlalu banyak kejahatan dilakukan atas nama cinta”. Pikiranku masih tidak normal. Kedatanganku yang kedua setelah aku menyusun banyak kata-kata. Aku akan bertanya apa kabarmu, mungkin aku akan menipumu dengan bertanya tentang mata kuliah kespro. Mengapa harus kamu kan masih ada yang lain anak FKM, aku mencoba mereka pertanyaanmu, ya dipikir-pikir aku sedang dengan kawan-kawan di kantin jomblo, dan kamu adalah orang terdekat yang ku kenal, ini jawaban yang paling logis kurasa. Aku tidak terlalu peduli apakah kamu masih memperkenankan dirimu untuk kenal aku. Udah lama tinggal disini, dulu aku sering kemari tapi rumah ini belum ada, dan itu pertanyaan selanjutnya yang terlintas dalam pikiranku untuk berbohong, karena kamu, aku yakin juga diam, sama seperti ketika kita jumpa dan duduk disamping mushalla, jadi aku akan bertanya terus. Aku gak shalat karenanya, bukan karena kamu tapi entahlah memang aku gak shalat dan ku tahu itu sangat-sangat salah. Aku akan membohongi kamu lagi dengan bertanya tentang hal-hal unik yang sering kamu tuntut jawaban, seperti arti sebuah kepercayaan. Mengapa penasaran itu muncul dan bagaimana menghilangkannya. Bagaimana sih rasanya kalau jadi anak bukan sulung sebab kamu anak sulung. Dalam kesendirian kamu diatas bantal guling dan kamu sering memikirkan sebuah kata yang tidak berani kamu pilih. Mengapa kamu cuma mengikuti arus, mengikuti kehendak dan tidak memberontak, kamu terlalu lurus, dan itu bukan sebuah hal yang memalukan bahkan bisa mendatangkan Pahala. Dan aku yakin sampai kini kamu tidak menemukan jawaban.

Tetapi yang terjadi, tapi akhirnya yang terjadi adalah mungkin aku marah aja sama yang buka pintu rumah kamu. Aku harap akulah yang menggantikan kawan itu dan mengecat rumahmu. Mungkin aku akan menggambar manuskrip matamu. Karena ada kehidupan yang lebih baik disitu tapi tidak pernah ku perhatikan dulu. Akhirnya semua itu cuma diam. Dan aku diam. Ya aku memilih diam. Wow mungkin kawan-kawan ku akan tertawa bila melihatku kemarin. Bahkan aku juga menertawakan diriku. Seakan-akan aku baru kemarin liat bidadari sederhana (bahkan aku melihat TJOET NYA’ kemarin, di pelosok hutan saat pengepungan Belanda) yang didunia ini ngak banyak. Lucu emang aku diam dan dingin hampir saja menggigil kalau saja egoku sebagai orang bodoh yang sampai sekarang belum selesai dari kuliah, ngak muncul. Tapi kuyakin kemarin itu aku didalam matahari dan tidak ada angin yang bertiup. O ya kawanku juga diam lupa dengan maksud kedatangan kami. Akhir kata aku cuma ingin jadi yang pertama yang berbicara dengan kamu dengan ini, dengan media kertas, rasanya mengirimi bunga, atau Congreatgulation Card ataupun uang cuma sebuah hal yang lumrah dan banyak orang melakukannya.

Ok kita akan berbicara seperti orang lain bicara lain waktu.

Lalu bagaimana menterjemahkan kebisuan

Dalam kelam yang tak bergerak

Bagaimana melenyapkan kesalahan

Dalam tatakan gelas yang nanti ku minum

Bahkan jika kata & bahasa tak mampu mencair dalam bening

Apa yang bisa ku rasa?

Apakah aku harus berkata bahwa tidak ada orang yang cukup penting yang bisa membuat aku marah dan berlaku rendah.

Baju warna merah jambu yang dipakainya melambai lambai di tiup angin, tangan kanannya menenteng sebuah buku sambil sesekali mengangkat kepalanya memandang lurus ke depan karna sebentar lagi dia masuk kuliah.

Sejenak aku merasa ini biasa-biasa saja, tetapi ketika ada kawan-kawan yang bertanya, bagaimana caranya aku merebut simpatinya.

Banyak orang berfikir kalau aku bisa berbicara di depan banyaknya gadis-gadis kampus seperti sekarang sudah sejak awal, tentu saja semua itu tidak benar. Awalnya, aku adalah seorang pemalu, mudah tersinggung, takut bergaul dan minder. Mungkin karena trauma dengan masa lalu tentang berkelakuan baik. Orang tua ku bilang bahwa aku anak yang baik, manis, imut dan lucu, tetangga ku juga berkata kalau aku anak baik-baik, lalu aku pertanyakan pada tokoh-tokoh agama, pemuka adat serta perangkat desa, mereka juga bilang bahwa aku orang taat, patuh dan baik, rajin, sehingga kawan ku juga bilang kalau aku orangnya sosialis, setia penuh pengorbanan, karena oleh karena itu aku pergi ke kantor kepolisian untuk mengurus surat berkelakuan baik. Setelah aku diproses di intrograsi maka pak polisi itu mengeluarkan aku surat berkelakuan baik dan aku memang berhak mendapatkan surat berkelakuan baik sebagai warga negara yang baik. Setelah surat berkelakuan baik dikeluarkan oleh sektor kepolisian dan telah di stempel aku pun mengeluarkan uang Rp.20.000,- pak polisi juga berkata lagi ternyata aku memang betul-betul orang baik.

Surat berkelakuan baik dikeluarkan oleh pak polisi itu aku kantongi.

Pada salah satu malam minggu aku menyumpai salah satu dari kekasih-kekasih ku itu, malam itu aku menjumpai molly, dengan wajah berseri aku menghampirinya tapi ternyata dia bersikap dingin pasca kedatangan aku ke rumahnya, malam mulai meneteskan embun-embunnya memberi kesejukan pada yang gersang ketandusan………………..

Temaram senja tirai hujan, kala bintang sinar fajar menelan windu sebentar telah terbagi dua, cahaya hanya terang redup tak menjelaskan, mengabur rahasia, aku, kau, saat jiwa, hati, diam. Sisi-sisi terlalu angkuh memberi arti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun