Pemerintah menyampaikan bahwa sistem zonasi dalam PPDB bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan, agar tidak ada sekolah favorit dan non favorit, serta mendekatkan peserta didik dengan lokasi sekolah.Â
Disamping jalur zonasi dengan kuota 50% untuk SMP, SMA, sekolah juga melakukan penerimaan siswa baru dengan jalur prestasi (prestasi nilai raport, prestasi akademik, prestasi olahraga, prestasi seni budaya) 30%, jalur afirmasi (siswa tidak mampu, disabilitas, anak guru) 15% dan jalur kepindahan orang tua 5%.Â
Meskipun Pemerintah telah memperbaiki sistem PPDB, namun kecurangan masih saja terjadi di sana sini. Dan yang paling banyak menimbulkan masalah adalah penerimaan dari jalur zonasi dan afirmasi siswa miskin. Sedangkan jalur prestasi, afirmasianak guru dan kepindahan orang tua relatif tidak banyak gejolak.
Permasalahan yang muncul dari jalur zonsi misalnya di SMA 3 Bogor, dimana orang tua siswa kecewa sebab anaknya tidak diterima padahal jarak rumah ke sekolah tidak lebih dari 1 km atau jika ditempuh dengan jalan kaki hanya membutuhkan waktu 10 menit. Demikian juga dengan kasus yang terjadi di SMA 5 Kota Tangerang, orang tua siswa mencari siswa yang diterima di sekolah tersebut yang jarak rumah-sekolah hanya 100 m, namun tidak menemukan siswa tersebut.
Pada jalur zonasi, modus yang biasa digunakan untuk ngakali agar anaknya diterima di sekolah tujuan/sekolah favorit adalah dengan memindahkan sang anak ke Kartu Keluarga (KK) seseorang yang rumahnya dekat dengan sekolah, 1-2 tahun sebelum waktu pendaftaran dimulai. Sudah menjadi rahasia umum seorang anak dititipkan ke KK orang lain dengan status 'famili lain'. Dan hal ini, dalam beberapa kasus, katanya sudah menjadi 'lahan bisnis' baru bagi warga sekitar sekolah. Dengan kondisi semacam ini, tidak heran jika kemudian terjadi kasus seperti pada SMA 3 Bogor dan SMA 5 Kota Tangerang di atas, sebab kuota sudah habis oleh siswa-siswa 'titipan' dalam KK yang  berjarak hanya 200-300 m dari sekolah.
Pada jalur afirmasi, yang sering terjadi adalah terbitnya Surat Keterangan Siswa Miskin dari Kepala Desa/Kelurahan setempat yang asli tapi palsu (aspal). Artinya  calon siswa meminta SKTM walaupun sebenarnya yang bersangkutan bukanlah kelompok miskin.Â
Untuk mengatasi permasalahan di atas, sesungguhnya Panitia PPDB dapat melakukan verifikasi dan validasi (verval) yang bersifat substantif dan bukan hanya formalitas. Sebab salah satu tahapan yang harus dilakukan Panitia PPDB adalah melakukan verval. Pada saat inilah seharusnya sekolah dapat memaksimalkan fungsi penyaringan agar PPDB dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel), sehingga jika ada pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil PPDB, pihak sekolah dapat menjelaskan secara transparan karena memang tidak ada yang perlu disembunyikan.
Sekolah dapat melakukan verifikasi dan validasi dengan cara :
1. Pada jalur zonasiÂ
Pada KK yang calon siswanya berstatus sebagai 'famili lain' dan jarak dari rumah-sekolah hanya 100-300 m, harus dipanggil dan dilakukan wawancara. Tujuan wawancara adalah menggali apakah Kepala Keluarga dalam KK tersebut dapat menjelaskan status 'famili lain'? Sudah berapa lama calon siswa  berpindah ke KK tersebut? Apa tujuan pindah KK? Apakah calon siswa tersebut sejak pindah KK kemudian tinggal/berdomisili pada KK tersebut? Atau  hanya sekedar titip nama dan bertujuan agar dekat dengan sekolah yang dituju?
Sekolah harus berani menyusun kriteria yang lebih detail dan jelas, misalnya calon siswa yang diterima adalah yang benar-benar tinggal bersama dalam KK tersebut, bukan sekedar 'titip nama'. Jika dalam verval terbukti calon siswa hanya sekedar 'titip nama' meskipun jarak rumah-sekolah hanya 100 m, maka sekolah harus tegas menolak atau calon siswa tersebut tidak diterima.
2. Â Jalur afirmasi siswa miskin
Verval pada jalur ini dilakukan untuk memastikan bahwa siswa yang memiliki SKTM atau KIP atau apapun  dokumen lainnya, adalah benar calon siswa miskin. Verval dapat dilakukan dengan cara meminta dokumen-dokumen seperti KK, riwayat pembayaran PBB tempat tinggalnya, pembayaran listrik rumahnya, dan lain-lain dokumen yang diperlukan untuk dapat mengkonfirmasi/membuktikan keadaan yang sesungguhnya dari calon siswa. Dan kembali, sekolah harus berani dengan tegas dan konsisten untuk mengikuti kriteria yang benar.
Apakah verifikasi dan konfirmasi ini tidak menambah pekerjaan Panitia PPDB? Tentu saja tidak, sebab verval memang merupakan salah satu tahap yang harus ditempuh oleh Panitia. Hanya jika selama ini verval mungkin hanya bersifat formalitas, hanya mendasarkan pada dokumen yang disampaikan, kali ini Panitia harus melakukan verval secara lebih mendalam agar diperoleh kebenaran substantif dari calon siswa.
Di luar semua hal di atas, agar PPDB dapat berlangsung secara adil bagi semua, tentu saja mengharapkan semua pihak, baik orang tua, masyarakat (Kepala Desa/Kelurahan, masyarakat sekitar sekolah, dan pihak terkait lainnya), guru/sekolah, Dinas Pendidikan menjaga integritas masing-masing, menolak menjadi bagian dari kecurangan dalam PPDB.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H