Mohon tunggu...
Ina Purmini
Ina Purmini Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

Menulis untuk mencurahkan rasa hati dan isi pikiran

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Cegah Perundungan di Sekolah, Libatkan 3 Pihak Ini

28 September 2023   08:01 Diperbarui: 28 September 2023   08:03 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari terakhir semakin sering kita mendengar berita tentang kasus-kasus perundungan/bullying yang terjadi di sekolah. Seperti kasus yang terjadi di sebuah SMP di Cilacap, yang saat ini kasusnya sedang ditangani oleh Kepolisian Resort Cilacap. Dari video yang beredar luas, dapat dilihat seorang anak pelajar SMP dianiaya oleh temannya dengan cara yang sangat kejam dan biadab, dipukul, ditendang, ditampar, dijorokin. Banyak teman-temannya yang menyaksikan penganiayaan tersebut, namun tidak ada satupun yang berusaha mencegah/melerai pelaku atau merangkul dan melindungi korban secara bersama-sama untuk mengajaknya pergi. Entah apa yang ada dalam pikiran siswa yang menyaksikan kejadian tersebut, semua hanya diam menonton. Dan korban perundungan pun nampaknya hanya bisa pasrah. Sungguh sedih menyaksikan video tersebut, prihatin dan sekaligus gemas.

Perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan, baik secara fisik ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok. (Direktorat SD, Stop Perundungan Yuk!)

Banyak faktor penyebab mengapa perundungan terjadi, baik dari sisi pelaku maupun korban. Dari sehatq.com diketahui terdapat 13 faktor penyebab seorang anak menjadi pelaku perundungan yaitu :

1. Pernah menyaksikan dan merasakan kekerasan;

2. Orang tua yang sangat permisif;

3. Kurangnya hubungan dengan orang tua;

4. Memiliki saudara kandung yang abusif;

5. Tidak percaya diri;

6. Kebiasaan mengejek orang lain;

7. Haus akan kekuasaan;

8. Ingin menjadi populer di lingkungannya;

9. Tidak dibekali pendidikan empati;

10. Tidak mendapatkan apa yang mereka mau;

11. menggunakan kekuatan fisik untuk mengintimidasi;

12. dorongan untuk bisa berbaur dengan teman-teman; dan

13. minimnya perhatian sekolah terhadap fenomena bullying.

Sementara dari sisi korban perundungan, dilansir dari Kompas.com biasanya adalah anak-anak yang mempunyai ciri/karakter sebagai berikut ;

1. Anak yang cenderung sulit bersosialisasi yang sering disebut dengan "culun"

2. Anak yang fisiknya berbeda dengan yang lain (terlalu kurus, terlalu gemuk, mempunyai ciri fisik yang menonjol, dan lainnya);

3. Anak yang cenderung berbeda dengan yang lain, misalnya berasal dari keluarga yang sangat kaya, sangat sukses, sangat miskin, sangat terpuruk, dan lainnya.

Berdasarkan faktor penyebab di atas, karena perundungan seringkali terjadi di sekolah, maka yang dapat memutus agar tidak terjadi perundungan adalah semua pihak yang terlibat dalam keberhasilan pendidikan, yaitu guru di sekolah, orang tua di rumah serta warga masyarakat baik di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat pada umumnya.

1. Guru dan sekolah

Guru sebagai pengajar dan pendidik adalah orang tua di sekolah yang tidak saja memberi/mengajarkan ilmu pengetahuan kepada siswa tetapi juga  mendidik anak agar memiliki perilaku dan sikap yang baik,  memiliki adab dan akhlak yang baik. Dengan demikian lembaga pendidikan akan menghasilkan murid-murid yang pandai secara intelektual, dan juga memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kita tahu bahwa para ahli berpendapat, kecerdesan emosional yang justru berpengaruh secara signifikan dalam keberhasilan kehidupan anak.

Langkah-langkah konkrit yang harus dilaksanakan guru dan sekolah adalah :

a. Memiliki tata tertib sekolah yang komprehensif;

Tata tertib yang disusun harus lengkap, yang mengatur tentang kedisiplinan dan aturan perilaku/kode etik baik bagi siswa maupun guru-gurunya. Kedisiplinan mengatur tentang waktu belajar yang harus ditaati, seragam sekolah yang harus dipakai, potongan rambut, dan lain-lain. Sedangkan dalam aturan perilaku/kode etik diatur mengenai bagaimana perilaku siswa saat berinteraksi dengan guru, siswa dengan tenaga kependidikan, siswa dengan masyarakat yang ada di lingkungan sekolah serta siswa dengan sesama siswa. 

b. Penegakan aturan secara konsisten

Tata tertib sudah disusun, aturan perilaku/kode etik sudah dibuat, maka harus diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen. Harus dilakukan pembiasaan yang benar di sekolah, tidak permisif dan diskriminatif dalam penegakan aturan. Mekanisme reward and punishment dapat diterapkan agar siswa merasakan bahwa perbuatan yang dilakukan sebanding dengan akibat/dampak yang diterima.

c. Guru harus mengenali siswanya

Setiap guru, khususnya wali kelas dan guru BP, wajib mengenali siswanya secara pribadi. Kita mengenal istilah  know your customer dalam dunia usaha, dan ini sangat bagus untuk diterapkan di sekolah. Dengan mengenal siswanya secara pribadi, mengerti karakternya, mengerti kekurangan dan kelebihan siswa maka  guru dapat memperlakukan siswa atau melakukan intervensi dengan cara yang tepat jika ditemukan ada siswa yang bermasalah. Dengan kyc yang baik, guru  dapat merasakan adanya perubahan sikap pada siswa yang menghadapi permasalahan dan ini menjadi alarm bagi guru untuk memberikan perlakuan khusus kepada siswa, agar permasalahan tidak berkembang tapi dapat diselesaikan sesegera mungkin.

Bagi siswa, dikenali oleh gurunya apalagi secara pribadi (bukan hanya kenal nama atau hafal wajah) itu sangat menyenangkan. Hal itu merupakan sebuah bentuk perhatian dan rasa sayang. Jika sudah muncul rasa ini pada siswa, merasa diperhatikan dan disayangi, maka akan timbul rasa tidak enak jika siswa hendak berbuat yang aneh-aneh, yang melanggar aturan dan kode etik. 

d. Teladan

Guru termasuk Kepala Sekolah, tenaga kependidikan (TU, penjaga sekolah, satpam sekolah), masyarakat di sekolah (bapak/ibu kantin, komite sekolah, dll) harus memberikan contoh sikap dalam keseharian sebagai teladan bagi siswa. Memberikan contoh baik adalah cara yang sangat efektif dalam mendidik anak untuk berperilaku baik. Sebab kebiasaan sehari-hari yang dilihat, didengarkan, dilakukan akan lebih mudah diikuti dan ditiru. Sebagaimana kata pepatah "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari", maka guru harus bisa menjadi teladan bagi siswanya.

2. Orang tua 

Ditilik dari sisi penyebab, hubungan orang tua-anak menjadi salah satu faktor penting, apakah seorang anak menjadi pembuli atau yang dibuli. Keluarga, orang tua, rumah dan seluruh penghuninya harus bisa menjadi tempat yang nyaman bagi anak, sehingga anak tidak "lari" kepada hal-hal yang negatif jika menghadapi permasalahan.

a. Komunikasi

Menjalin komunikasi adalah kunci. Sesibuk apapun orang tua, sebaiknya dapat meluangkan waktu bagi anak-anaknya. Menanyakan aktifitasnya, mengikuti perkembangan kegiatan yang diikuti, saling menyapa, saling bercerita, bercanda, sesekali beraktifitas bersama, menunjukkan perhatian dan rasa sayang dengan memberikan hadiah kecil saat anak berhasil mencapai sesuatu, dan lain-lain. Tujuannya adalah menciptakan kedekatan, bonding yang kuat, agar jika anak menghadapi permasalahan, maka orang tualah yang menjadi rujukan, menjadi tempat bercerita mencari solusi.

b. Keteladanan

Keteladanan orang tua juga menjadi hal yang sangat krusial untuk diterapkan. Orang tua adalah role model pertama dan utama bagi anak, sejak bayi sampai saat nanti harus berpisah hidup mandiri. Melihat contoh perilaku sehari-hari yang nyata akan lebih terpateri dan lebih mudah ditiru anak. Orang tua dan keluarga yang sopan dalam berkata-kata dan tidak pernah melontarkan kata-kata kasar, maka dengan sendirinya anak akan meniru hal tersebut. Orang tua yang tidak pernah melakukan kekerasan fisik, mengajarkan anak untuk bersikap lembut. Orang tua yang mempunyai hubungan komunikasi yang hangat dengan tetangga, akan mengajarkan anak bersikap ramah dan hangat. Orang tua yang bersikap optimis dan percaya diri apapun kondisinya, akan menciptakan anak-anak yang optimis dan percaya diri. Dan seterusnya.

3. Masyarakat

Pencegahan perundungan, meskipun hal tersebut terjadi di sekolah, masyarakat juga mempunyai peran penting dalam pencegahannya. Beberapa hal berikut bisa dilakukan :

a. Menciptakan iklim yang ramah dan hangat 

Tetangga adalah keluarga terdekat kita, maka menciptakan iklim yang ramah di lingkungan masing-masing, minimal di sepanjang gang, kemudian meningkat di tingkat RT, selanjutnya RW dan Desa/Kelurahan. Kewajiban sebagai anggota masyarakat hanyalah berusaha menjadi warga masyarakat yang baik. Bersikap ramah, saling bertegur sapa, saling bertukar oleh-oleh kecil/masakan kepada tetangga terdekat, membentuk forum komunikasi/group,  menyelesaikan permasalahan dengan tetangga (jik ada) dengan cara yang baik, tidak dengan adu mulut tetapi musyawarah, dan tidak pula dengan kekerasan fisik. 

Suasana yang ramah dan hangat seperti ini, akan menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kondisi ini sangat berpengaruh bagi perkembangan anak, menciptakan anak-anak yang berpribadi ramah dan hangat pula.

b. Mengembangkan sikap peduli

Masyarakat harus memberikan perhatian yang cukup kepada tetangga kiri kanan dan lingkungannya. Mengembangkan sikap peduli bukan berarti kepo tetapi sebagai perwujudan bentuk perhatian. Jika ada anak yang bermasalah, menjadi korban perundungan atau pelaku perundungan sebaiknya tidak serta merta menyalahkan mereka tanpa solusi. Menunjukkan empati akan lebih baik, sambil memberikan dukungan agar kejadian yang sama tidak terulang.

Sikap peduli juga dapat berkembang, menjadi alat deteksi dini bagi munculnya kasus perundungan. Dengan adanya kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya, mengenal tetangga dan anak-anak dengan baik, akan segera diketahui jika terjadi hal-hal yang aneh atau di luar kebiasaan terkait perundungan. Dengan demikian dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan.

Menawarkan bantuan yang dapat dilakukan, memberikan pencerahan jika diperlukan, Ketua RT atau tokoh yang dituakan bisa menjadi pendengar yang baik untuk kemudian menjadi penengah dan pemberi solusi yang adil dan dapat diterima semua pihak. Masyarakat juga dapat terlibat aktif untuk bekerja sama dengan pihak sekolah, Komite Sekolah, RT, RW, Desa serta berbagai pihak terkait lainnya jika diperlukan dalam rangka pencegahan perundungan.

c. Teladan

Lagi-lagi keteladanan adalah kunci. Di dalam lingkungan masyarakat yang menolak kekerasan, yang tidak ada kejadian-kejadian kekerasan di lingkungan, masyarakat yang supportif, masyarakat yang peduli, akan menjadi contoh teladan yang mudah ditiru oleh anak-anak. Anggota masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, budaya dan adat-istiadat, yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari yang menciptakan kebiasaan-kebiasaan baik di lingkungan, pun akan menciptakan anak-anak yang tidak jauh berbeda. 

Kebiasaan, perilaku dan karakter anak, terbentuk dari kebiasaan penanaman nilai-nilai yang didengar, dilihat, dan dilakukan baik di sekolah, di rumah dan juga di lingkungan masyarakat.

Oleh karena itu, sebagai guru, orang tua dan sekaligus sebagai anggota masyarakat, mari bersama-sama berusaha menjadi contoh yang baik bagi anak-anak dalam keseharian kita, di manapun kita berada. Semoga kejadian perundungan anak tidak semakin berkembang tetapi berkurang dan suatu saat akan hilang, sehingga menciptakan generasi yang gemilang.

Semoga.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun