Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini KPK menerbitkan Surat Edaran terkait pencegahan korupsi dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya. Kali ini tertuang dalam SE Ketua KPK Nomor 6 Tahun 2023 tanggal 30 Maret 2023 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya.
Ada 10 item yang diatur dalam surat tersebut dan pada angka 2. menyampaikan bahwa 'agar Pegawai Negeri/penyelenggara tidak melakukan permintaan, pemberian dan penerimaan  gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.
Sedangkan pada  angka 6. Disampaikan bahwa 'Pimpinan Kementerian/Lembaga/ Organisasi/Pemerintah Daerah dan BUMN/BUMD agar melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Fasilitas dinas hanya digunakan untuk kepentingan terkait kedinasan.'
Menyusul dan mempertegas surat edaran Ketua KPK yang bersifat himbauan di atas, Menteri PAN RB juga menerbitkan SE Menpan RB Nomor 07 Tahun 2023 tanggal 14 April 2023 tentang Pelaksanaan Disiplin dan Protokol Perjalanan ke Luar Daerah bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara selama Periode Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2023.
Khusus terkait penggunaan kendaraan dinas, Menpan RB lebih tegas di angka 5 meminta Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk :
1) Â Â memastikan seluruh pejabat dan/atau pegawai di lingkungan instansinya tidak menggunakan kendaraan dinas untuk kepentingan mudik, berlibur, atau di luar kepentingan dinas, dan
2) Â Â memberikan hukuman disiplin kepada Pegawai ASN yang melanggar hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Membaca dan mencermati dua surat edaran di atas, merupakan sebuah dilema  tersendiri bagi saya pribadi, khususnya dalam hal penggunaan kendaraan dinas. Sebab untuk permintaan, pemberian dan penerimaan gratifikasi sudah fix saya tidak mau melakukannya, sehingga tidak ada pertentangan hati.
Sebagai auditor madya, saya memang memperoleh fasilitas kendaraan dinas berupa kendaraan roda 4 merk Avanza Tahun 2014. Dan saya tidak mempunyai kendaraan pribadi. Saya membutuhkan kendaraan untuk mudik! Nah...sampai di sini sudah jelas, bagaimana pertentangan dalam hati ini.
Kalau saya mudik pakai kendaraan dinas, tentu sangat membantu menghemat pengeluaran untuk hari raya. Sewa kendaraan sekarang sudah mencapai Rp500.000,- per hari. Untuk mudik selama 7 (tujuh) hari saya harus mengeluarkan Rp3.500.000,- Jumlah yang cukup besar untuk seorang PNS dengan gaji 6 jutaan per bulan.
Sebaliknya jika saya mudik dengan menggunakan mobil dinas, saya bisa menghemat pengeluaran sebesar Rp3.500.000,- yang bisa saya alokasikan untuk bagi-bagi kepada sanak saudara di kampung atau keperluan lebaran lainnya.
Bagaimana dengan ancaman hukuman kalau mudik menggunakan kendaraan dinas? Saya rasa tidak akan dijatuhkan, mengingat permasalahan yang lebih besar dan lebih urgen ketimbang masalah memakai kendaraan dinas, jauh lebih banyak dan menyita perhatian publik. Selama tidak ada yang melihat saya mudik menggunakan kendaraan dinas, tidak ada yang melaporkan, rasanya tidak akan jatuh sanksi kepada saya. Terlebih di lingkungan kerja juga masih banyak pegawai yang memanfaatkan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Dan di antara pejabat/pegawai sendiri sama-sama menyadari dan dapat menoleransi penggunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi selama digunakan sewajarnya, tidak berlebihan dan taat pada tata tertib lalu lintas di jalan.
Saya juga sempat ngobrol terkait hal di atas dengan teman sesama ASN dan semuanya menyarankan "Nggak apa-apa bawa saja kendaraannya buat mudik. Surat edaran mah hanya himbauan, tidak kuat sebagai dasar hukum. Berbeda kalau bentuknya Perda atau Perbup atau Keputusan lah minimal. Yang nggak mudik juga memakai kendaraan tersebut untuk keperluan keluarga kok selama lebaran. Lagian kalau ditinggal di rumah atau di kantor juga rawan pencurian, lebih aman dibawa saja." Demikian rata-rata pendapat mereka.
Dengan pertimbangan di atas, tentu pilihan menggunakan kendaraan dinas untuk mudik sangat rasional buat saya. Tapi ternyata dengan semua rasionalisasi di atas, dalam hati  masih ngganjel, masih ada rasa tidak sreg. Terlebih saya juga adalah seorang Penyuluh Anti Korupsi (PAK), yang harus mengedepankan nilai-nilai jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil dan kerja keras.
Sebagai seorang auditor internal, yang sudah membaca dan memahami isi surat edaran KPK dan Menteri PAN RB, apa iya saya harus pura-pura tidak tahu tentang surat edaran di atas?
Begitulah pertentangan batin, dilema ini bertarung, antara menggunakan fasilitas atau sewa? Jadilah dalam hati terjadi dialog yang memakan waktu berhari-hari, sejak terbit surat edaran dari Ketua KPK, dipertegas dengan surat edaran Menteri PAN RB sampai H-5 lebaran, barulah keputusan pakai kendaraan dinas atau sewa mobil ini diketok palu.
Dan keputusannya adalah "sewa mobil" saja. Ada rasa lega dalam hati ketika keputusan itu yang diambil. Rasanya seperti sebuah kemenangan, ternyata saya bisa menahan nafsu, mengendalikan diri dengan mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan ketentuan.
Tentu hal ini bukanlah sesuatu yang luar biasa, terlebih jika dibandingkan dengan misalnya kisah teladan Umar bin Abdul Aziz yang mematikan lampu saat beliau menerima tamu pribadi, sebab lampu tersebut dibiayai dari negara. Tetapi paling tidak, untuk saya pribadi ini sebagai sarana latihan, sebagai pembelajaran untuk bisa ngerem di saat yang tepat, agar lebih kuat menghadapi godaan agar tidak terjerumus mencari harta dengan jalan merongrong negara, mencuri uang negara.
Selamat mudik, selamat berlebaran 1444 H bersama keluarga, kerabat, sahabat di kampung halaman. Mohon maaf lahir dan batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H