Dampak kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio (MDS) terhadap David (D), ternyata bergulir jauh ketika diketahui bahwa kehidupan MDS Â suka berfoya-foya dengan harta ayahnya. Sekarang perhatian masyarakat tertuju kepada gaya hidup para pejabat yang menduduki jabatan "basah" dan mencermati kehidupan mereka yang suka pamer kemewahan di medsos.
Terlepas dari apakah harta dan kekayaan yang mereka pamerkan di medsos diperoleh dengan jalan yang benar atau hasil KKN, biarlah menjadi ranah yang berwenang untuk mengurusnya.
Kini yang menjadi sorotan adalah pantaskah pejabat publik yang nota bene adalah abdi negara, abdi masyarakat, memamerkan kemewahan mereka di medsos, seolah tak ada rasa empati sedikitpun kepada masyarakat yang sebagian masih hidup susah?
Sejatinya dorongan untuk hidup sederhana bagi penyelenggara negara sudah ada sejak tahun 2014, tepatnya dengan adanya Surat Edaran dari Menteri PAN dan RB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana. Surat Edaran tersebut terbit sebagai tindak lanjut dari perintah Presiden pada saat sidang kabinet. Salah satu butir pada surat tersebut berbunyi :Â
"Tidak memperlihatkan kemewahan dan/atau sikap hidup yang berlebihan serta memperhatikan prinsip-prinsip kepatutan dan kepantasan sebagai rasa empati kepada masyarakat."
Jelaslah bahwa semua pejabat/penyelenggara negara yang suka pamer kemewahan di medsos tidak mengindahkan surat edaran di atas.Â
Mengapa mereka suka hidup mewah? Suka pamer kekayaan? Apakah mereka kesulitan untuk menerapkan gaya hidup sederhana? Atau mereka ingin menunjukkan kesuksesan mereka, agar orang lain hormat dan tunduk? Apapun alasan mereka, seharusnya gaya hidup sederhana haruslah menjadi pilihan utama.
Berdasarkan KBBI, sederhana diartikan sebagai bersahaja, tidak berlebih-lebihan. Jadi orang dengan gaya hidup sederhana adalah mereka yang menerapkan gaya hidup yang bersahaja, tidak berlebih-lebihan, meskipun mereka memiliki segalanya.
Tentu sangat sulit menerapkan gaya hidup sederhana dengan harta kekayaan melimpah yang mereka miliki. Berbeda dengan saya misalnya, karena hanya sebagai PNS non jabatan struktural, non eselon, dengan penghasilan hanya dari gaji, tunjangan kinerja serta tunjangan biaya operasional, tidak  sulit untuk menerapkan hidup sederhana (karena memang tak ada dana untuk bermewah-mewah he..he..).
Namun demikian bukan berarti tidak ada godaan untuk melampaui batas, sebab berdasarkan arti sederhana di atas, siapapun bisa bergaya hidup berlebihan/mewah, bila perlu dengan hutang untuk menampilkan citra diri kaya/mewah/hebat yang semu.
Lalu adakah cara untuk bergaya hidup sederhana, jika kekayaan dan segala fasilitas memang ada? Atau bagaimana tetap bisa mengendalikan diri untuk tidak bergaya hidup mewah bermodalkan hutang atau bahkan (amit-amit) korupsi?
Beberapa tips berikut adalah hal-hal yang saya lakukan untuk tetap hidup sederhana, dengan tidak tergoda hutang apalagi korupsi (amit-amit) untuk hidup bermewah-mewah.
Menjadi PNS adalah sebuah pilihan, sebagai abdi negara abdi masyarakat. Mengabdi kepada negeri ini. Meskipun gajinya kecil, tapi keuntungannya kelak jika sudah purna bakti masih dapat gaji pensiun.
Betapa enak bukan, sudah tidak bekerja, usia tidak produktif tapi masih bisa menghidupi diri sendiri, tidak merepotkan anak cucu.
Setiap kali ada godaan datang, ada bisikan jahat untuk korupsi, untuk menerima gratifikasi, ingatkan pada diri sendiri, "Luruskan niat kembali, katanya mengabdi kepada negeri, harus ikhlas.
Kamu sudah digaji, dikasih tunjangan, dikasih fasilitas. Itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhanmu. Jangan turuti keinginanmu yang yang tak ada habisnya itu."
2. Jangan berhutang jika tidak penting dan mendesak.
Saya pribadi berhutang hanya untuk membeli rumah, sebab jika membeli cash dengan menabung terlebih dulu tidak akan pernah terbeli karena kejar-kejaran dengan inflasi.
Mobil dan motor saya lebih suka membeli second daripada harus mencicil mobil/motor baru yang memberatkan beban hidup dan gaji habis buat cicilan.
Berhutang untuk hal-hal yang sifatnya investasi atau produktif. Jangan berhutang yang sifatnya konsumtif. Banya teman-teman yang berhutang misalnya sepeda yang oke, HP, laptop yang canggih, dan lain-lain.
Saya lebih memilih menurunkan kualitas, sepeda biasa saja yang penting bisa untuk olahraga. HP yang penting bisa untuk komunikasi atau sesuai kebutuhan.
Tidak perlu barang yang mahal dan canggih hanya demi gengsi, padahal banyak fitur yang tak berfungsi atau kita mengerti.
3. Menabung
Menabung sangatlah penting bagi PNS, terutama untuk merencanakan kebutuhan masa depan seperti biaya sekolah anak.
Menabung dengan tabungan rencana yang dapat diambil tepat saat anak mau memasuki SD, SMP, SMA dan kuliah tentu sangat meringankan beban.
Dengan demikian kita tidak perlu berhutang untuk kepentingan pendidikan yang cukup besar, sebab sudah kita persiapkan sebelumnya.
Di samping biaya sekolah, menabung juga bisa dilakukan untuk persiapan pensiun (DPLK), persiapan lebaran/hari raya yang butuh cukup banyak dana, dan tentu saja persiapan dana haji. (Alhamdulilah saya sudah menunaikan ibadah haji tahun 2019 lalu dengan menabung tidak dengan hutang/dana talangan perbankan).
4. Belanja secukupnya, sewajarnya
Belanja baju, sepatu, tas untuk seluruh keluarga tidak memaksakan diri  yang bermerk dan  mahal. Saat teman-teman membeli tas bermerk yang harganya jutaan rupiah di koperasi pegawai dengan mencicil, saya memilih memakai tas dari seminar atau diklat atau membeli di pasar swalayan dengan harga ratusan ribu. Demikian juga dengan barang-barang lainnya, saya memilih yang fungsional.Â
Belanja untuk keperluan bulanan pun tak perlu berlebihan. Biasanya saya membeli kualitas yang pertengahan yang sesuai dengan kondisi keuangan. Tidak pernah memaksakan untuk naik level dengan "ngoyo" yang akhirnya membuat ribet dan pusing sendiri.
5. Berbagi
Ternyata berbagi dengan sesama mengajarkan kita untuk hidup sederhana. Mengapa? Sebab kita jadi ingat bahwa di luar sana masih banyak saudara-saudara kita yang kekurangan. Hal ini mengasah hati kita untuk bisa berempati. Tidak tega bermewah-mewah manakala mengingat, melihat masih banyak saudara-saudara kita yang untuk makan saja susah.
6. Pengendalian diri
Nah ini bagian tersulit. Bagaimana kita bisa mengerem diri sendiri dengan berbagai godaan yang ada, untuk tetap lurus niat, tak tergoda bermewah-mewah dengan hutang apalagi korupsi. Untuk saya pribadi,  saya percaya  bahwa "dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau" maka janganlah terlalu serius menjalani kehidupan dunia sampai melupakan akhirat.
Toh apapun yang kita miliki di dunia ini, seberapa pun banyak harta yang kita kumpulkan, akan kita tinggalkan semua nanti saat kita dipanggil yang Kuasa. Kita hanya akan menikmati harta kita  rata-rata seumur hidup manusia, katakanlah 100 tahun (ini pun jarang). Lalu buat apa kita ngoyo sebegitu rupa mencari dan mengumpulkan harta tanpa etika, melanggar aturan dengan korupsi sana sini.
Jadi, hidup sederhana adalah obat agar terhindar dari penyakit gaya hidup bermewah-mewah, terhindar dari pamer kemewahan di medsos. Hidup sederhana juga obat agar tidak serakah, sebab sederhana mengajarkan untuk memenuhi hanya kebutuhan bukan keinginan. Hidup sedehana, dengan demikian, adalah obat anti korupsi juga, sebab  hidup sederhana tak membutuhkan banyak biaya, tak perlu korupsi untuk memenuhinya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI