Dari titik inilah seharusnya komunikasi, koordinasi, harmonisasi dilakukan oleh Bupati-Wakil Bupati, bahkan pembagian tugas dan kewenangan harus jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam penyelenggaraan pemerintahan, atau sebaliknya terjadi kekosongan kepemimpinan pada bidang-bidang tertentu.
Namun komunikasi yang baik dan harmonis dalam rangka memecahkan permasalahan tidak akan menghasilkan kesepakatan atau solusi, jika kedua belah pihak telah berbeda jalan, berbeda kepentingan dan lupa pada tujuan pencalonannya.Â
Jika kedua belah pihak sudah tidak lagi satu visi, satu misi, satu tujuan yaitu mewujudkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat, sulit rasanya menyatukan perbedaan pandangan, perbedaan jalan.Â
Sebaliknya jika tujuan menjadi Bupati-Wakil Bupati masih sama yaitu menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki seperti APBD, SDM, sarana prasarana sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, untuk kemakmuran rakyat maka apapun hambatan dan rintangan yang dihadapi akan dapat diselesaikan dengan baik.Â
Jika masih sama kepentingannya yaitu bekerja sama demi terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, angka IPM yang semakin meningkat, pencapaian Universal Health Coverage (UHC), tingginya rata-rata lama sekolah, usia harapan hidup semakin meningkat, dan berbagai indikator keberhasilan pemerintahan lainnya, maka perbedaan jalan, perbedaan pandangan masih dapat dipersatukan sebab masih memiliki tujuan dan target yang sama.Â
Jika tidak, maka kemungkinannya Wakil Bupati mengundurkan diri, Wakil Bupati lebih banyak diam dan  sekedar mengikuti kebijakan yang ada atau bisa juga Wakil Bupati diam-diam menyusun strategi yang membuat suasana seperti "api dalam sekam" dalam birokrasi pemerintahan.
Kewenangan Wakil Bupati  memang sangat terbatas, hanya menjalankan tugas-tugas yang tidak dapat dilaksanakan Bupati. Oleh karena itu pembagian tugas dan pendelegasian wewenang harus jelas dari awal pencalonan. Dengan kewenangan yang terbatas, tidak dapat membuat kebijakan untuk mengeksekusi program, cukup sulit bagi Wakil Bupati memenuhi janji-janji kampanye tanpa keterlibatan dan dukungan Bupati.
Bupatilah yang mempunyai kekuasaan di daerah, Bupati dapat menerbitkan kebijakan mulai dari Peraturan Daerah (dengan persetujuan DPRD), Peraturan Bupati, Keputusan Bupati, dan juga Surat Edaran Bupati.Â
Dalam pengelolaan APBD, Bupati adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah (PKD), dan di bawahnya ada Sekretaris Daerah sebagai Koordinator PKD.Â
Di mana kewenangan Wakil Bupati dalam pengelolaan keuangan daerah? Tidak ada. Demikian pula dalam hal pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan barang milik daerah (BMD), dan kebijakan-kebijakan strategis lainnya secara normatif tidak dicantumkan kewenangan Wakil Bupati.
Oleh karena itu menjadi penting dibuat kesepakatan, pendelegasian wewenang, pembagian tugas antara Bupati-Wakil Bupati, agar masing-masing pihak fokus pada bidang tugas masing-masing, sehingga tidak terjadi tumpang tindih, kekosongan kepemimpinan pada bidang tertentu, atau  dualisme kepemimpinan.