Mohon tunggu...
Ina Purmini
Ina Purmini Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

Menulis untuk mencurahkan rasa hati dan isi pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Rompi Biruku

5 Juni 2022   01:22 Diperbarui: 5 Juni 2022   01:22 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas dari polemik rompi biru KPK beberapa waktu lalu, saya punya kisah sendiri untuk mendapatkan rompi biru bertuliskan "BERANI KOMPETEN HEBAT" yang dipakai saat melakukan kegiatan penyuluhan anti korupsi.

Kita semua menyadari bahwa angka korupsi di Indonesia masih sangat tinggi. Banyak pejabat pemerintah mulai dari pejabat di kementerian, pemerintah provonsi, pemerintah kabupaten/kota bahkan sampai pada pemerintah desa yang terjerat kasus korupsi. 

Demikian pula dalam birokrasi pemerintah sendiri, para birokrat, para PNS juga banyak yang terjerat kasus korupsi. Bahkan bisa jadi kasus yang tidak terungkap, sebenarnya jauh lebih banyak, yang menggambarkan fenomena gunung es korupsi di Indonesia.

Berangkat dari kegalauan, keprihatinan dengan begitu maraknya praktek-praktek korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, saya bersama beberapa teman di kantor mulai menggaungkan gerakan menolak gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugas dan kewajiban pegawai. 

Gratifikasi semacam ini seharusnya ditolak oleh pegawai atau ketika terpaksa tidak bisa menolak maka harus dilaporkan ke KPK maksimal 30 hari setelah diterima. 

Sebagai contoh misalnya seorang auditor, setelah melakukan audit di suatu instansi pemerintah tanpa diminta auditan memberi uang "pengganti transport". Nah...gratifikasi semacam ini wajib ditolak.

Fakta di lapangan, sangat sulit menghilangkan kebiasaan gratifikasi semacam ini, sebab saling menguntungkan kedua belah pihak. Auditan berharap dengan pemberian tersebut, auditor dapat sedikit lunak dengan temuan-temuannya, sebaliknya auditor mendapatkan 'penghasilan' tambahan di luar yang seharusnya diterima. Meskipun setiap auditor sudah menandatangani Pakta Integritas, namun hal tersebut hanyalah di atas kertas. 

Praktek di lapangan masih banyak auditor yang menerima gratifikasi tetapi tidak dilaporkan ke KPK atau Unit Pengendali Gratifikasi di tingkat Pemda atau Perangkat Daerah.

Pada tahun 2021 lalu, kami memperoleh surat undangan dari BPSDM Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) KPK, untuk mengikuti Sertifikasi Penyuluh Anti Korupsi. Perlu diketahui bahwa KPK selain mempunyai fungsi penindakan juga mempunyai fungsi melakukan pendidikan dan pencegahan korupsi. 

Saya berlima dengan teman-teman di kantor ikut mendaftar untuk menjadi Penyuluh Anti Korupsi (PAK) KPK. Motivasi saya adalah agar lebih nyaman dan percaya diri ketika mengajak teman-teman yang masih menganggap menerima gratifikasi sebagai hal yang lumrah dan boleh dilakukan. 

Disebabkan tahun 2021 masih tinggi kasus covid-19, penyelenggaraan sertifikasi seluruhnya dilakukan secara online. Pada tahun-tahun sebelumnya  sertifikasi PAK yang dimulai dengan pelatihan/bimtek tentang materi antikorupsi dilakukan secara tatap muka. 

Setelah proses pendaftaran dan memenuhi persyaratan administratif, kemudian dilakukan e-learning terkait materi Pengetahuan Dasar Antikorupsi dan Integritas. Dari  proses e-learning saya dinyatakan lulus dan memperoleh sertifikat lulus mengikuti e-learning pada tanggal 19 Juli 2021. 

Proses selanjutnya dalah uji kompetensi, namun sebelumnya diminta untuk mengumpulkan sejumlah persyaratan/portofolio, diantaranya berupa pengalaman pribadi yang pernah dilakukan dalam  kegiatan-kegiatan anti korupsi. Waktu itu salah satu bukti yang saya sertakan adalah bukti lapor gratifikasi melalui aplikasi yang dikembangkan KPK yaitu Gratifikasi Online (GOL) KPK. 

Setelah melalui uji kompetensi yang cukup ketat secara online (dengan kamera depan dan belakang sehingga tidak memungkinkan nyontek atau dibantu orang lain), dengan para penguji adalah assesor tersertifikasi, saya dinyatakan kompeten (oleh assesor) untuk menjadi Penyuluh Anti Korupsi (PAK).

Hasil penilaian assesor kemudian disidangkan dan beberapa waktu kemudian saya dinyatakan lulus dan memenuhi persyaratan, serta memperoleh Sertifikat Kompetensi sebagai Penyuluh Anti Korupsi Pertama dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada tanggal 11 Oktober 2021. 

Bersamaan dengan diterimanya Sertifikat, saya menerima pula sebuah rompi biru bertuliskan "BERANI KOMPETEN HEBAT". Dan setiap kali melakukan penyuluhan anti korupsi, saya selalu mengenakan rompi tersebut, seperti nampak pada ilustrasi di atas, di awal tahun 2022 dilakukan penyuluhan antikorupsi bagi para Kepala Desa.

dokpri
dokpri

Kami para Penyuluh Anti Korupsi (PAK) khususnya saya percaya bahwa semakin banyak penyuluh (yang notabene berrompi biru) maka berarti semakin banyak orang yang tidak melakukan korupsi, sebab menjadi penyuluh dapat dimulai dari diri sendiri, dengan harapan dapat mempengaruhi orang lain untuk mengikuti perilaku antikorupsi. Semoga suatu hari nanti Indonesia benar-benar bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun