Mohon tunggu...
Ina Purmini
Ina Purmini Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

Menulis untuk mencurahkan rasa hati dan isi pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kepala Desa dan (Korupsi) Anggaran Dana Desa (DD)

19 September 2021   23:56 Diperbarui: 20 September 2021   00:37 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto : dokumen pribadi)

Tak dapat dipungkiri, sejak dikucurkan anggaran Dana Desa pertama kali pada tahun 2015 sampai dengan sekarang ini, banyak kemajuan dan perkembangan dicapai desa-desa di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil evaluasi tiga tahun pelaksanaannya (2015 s.d. 2017), Dana Desa terbukti telah menghasilkan sarana/prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat, antara lain berupa terbangunnya lebih dari 95,2 ribu kilometer jalan desa; 914 ribu meter jembatan; 22.616 unit sambungan air bersih; 2.201 unit tambatan perahu; 14.957 unit PAUD; 4.004 unit Polindes; 19.485 unit sumur; 3.106 pasar desa; 103.405 unit drainase dan irigasi; 10.964 unit Posyandu; dan 1.338 unit embung dalam periode 2015-2016. (Buku Pintar Desa Kemenkeu, 2017).

Dan jika hasil laporan penggunaan Dana Desa direkapitulasi sampai dengan sekarang, tentu bertambah panjang daftar infrastruktur dan bahkan dampak ekonomi yang dapat dilaporkan dan dirasakan masyarakat.

Bagi desa-desa yang mempunyai Kepala Desa berintegritas, jujur, benar-benar bekerja untuk masyarakat, untuk memajukan desanya, untuk menyejahterakan masyarakatnya, maka Dana Desa adalah sebuah sumber daya yang sangat besar yang dapat mengubah secara signifikan kondisi desa menjadi sebuah desa yang  maju.

Namun terlepas dari semua keberhasilan di atas, tak dapat disangkal pula, banyak para pejabat mulai dari tingkat Desa seperti perangkat desa, Kepala Desa, Camat bahkan Bupati, justru memanfaatkan Dana Desa untuk kepentingannya sendiri. Hal ini terbukti dengan adanya para pejabat yang harus mendekam di balik jeruji besi karena menyalahgunakan keuangan Dana Desa.

Kepala Desa adalah salah satu pejabat yang disorot dalam penyalahgunaan keuangan Dana Desa, sebab Kepala Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan desa (PKPKD) yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan Desa. 

Kepala Desa selaku PKPKD di atas mempunyai kewenangan  menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa, menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang milik Desa, melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), menetapkan Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD),  menyetujui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan (DPAL), menyetujui Rencana Anggaran Kas Desa (RAK Desa), dan  menyetujui Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

Dengan kewenangannya, para Kepala Desa dapat mengelola anggaran sesuai dengan kehendaknya sendiri, meskipun  sudah diatur bahwa dalam menyusun APB Desa, harus dilakukan dengan musyawarah desa dan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kondisi di lapangan tidak selalu mekanisme tersebut ditempuh. Dan jika pun mekanisme telah ditempuh, maka dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan APB Desa. Banyak faktor yang menyebabkan kondisi tersebut tidak dapat dilaksanakan, diantaranya Kepala Desa yang merupakan sosok paling disegani di desa, SDM BPD  yang kurang memadai sehingga kurang dapat berperan secara maksimal, demikian pula dengan perangkat desa dan kelembagaan desa lainnya.

Lalu bagaimana dan apa saja modus korupsi yang dilakukan Kepala Desa (yang sudah terbukti di pengadilan) sehingga pengelolaan keuangan (Dana Desa) dapat diatur sesuai dengan keinginannya, digunakan untuk kepentingan pribadinya atau dikorupsinya? Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Mekanisme pengelolaan keuangan desa tidak sesuai ketentuan.

Meskipun diatur bahwa Dana Desa ditransfer langsung ke rekening kas desa, dan dari rekening kas desa dipindahbukukan ke rekening PPKD selaku pelaksana, namun kenyataannya setelah dana ditarik dari rekening PPKD, kemudian diserahkan/diminta dan disimpan oleh Kepala Desa. Karena uang ada dalam penguasaan Kepala Desa maka pelaksanaan kegiatan sesuai dengan keinginan Kepala Desa tanpa memperhatikan APB Desa. Dengan mengabaikan APBDes, dapat dipastikan pembangunan desa tidak terarah atau tidak tercapai tujuan yang diharapkan.

2. Tidak melaksanakan  kegiatan bidang Pemberdayaan Desa

Kegiatan-kegiatan yang sering tidak dilaksanakan adalah Bidang Pemberdayaan Masyarakat sebab bersifat non fisik, sehingga agak sulit ditelusuri keberadaannya atau dilaksanakan tidaknya. Misalnya kegiatan pelatihan bagi kader PKK, peningkatan ketrampilan bagi perangkat desa dan pengurus kelembagaan desa, bimbingan teknis bagi kelompok tani, dsb. Ataupun jika dilaksanakan maka ada pengurangan jumlah peserta atau jumlah volume kegiatan atau ada bahan/material tidak atau kurang dibeli, dsb. Sedangkan dalam pelaporan penggunaan dana  atau surat pertanggungjawaban, semuanya dibuat seolah-olah dilaksanakan seluruhnya, terealisasi 100%. 

3. Pengurangan volume fisik pekerjaan bidang Pembangunan

Pada bidang pembangunan fisik, misalnya pembangunan jalan, pembangunan jembatan, pembangunan rutilahu, dll. dana desa diselewengkan dengan cara sama sekali tidak membangun infrastruktur (0 %) yang letaknya jauh terpencil, dengan asumsi tidak akan diperiksa oleh pemeriksa internal (APIP).  Sedangkan pembangunan fisik/infrastruktur yang dilaksanakan dikurangi volume pekerjaannya, misalnya untuk jalan dikurangi ketebalan aspalnya, panjang dan lebarnya, dll. Pengurangan volume fisik terpasang ini dilaporkan dalam penggunaan dana atau SPJnya 100% sesuai RAB. 

4. Penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tidak ditransfer ke rekening BUMDes.

Dana Desa memang dapat digunakan untuk penyertaan modal pada BUMDes, dengan tujuan untuk mendorong dan menumbuhkan ekonomi masyarakat. Namun pada desa-desa tertentu masih terdapat BUMDes yang hanya sekedar nama, baru dibentuk, pengurusnya baru, belum ada bidang usahanya, bahkan belum ada proposal pengajuan anggaran ke desa. Namun dalam APBDes terdapat alokasi anggaran penyertaan modal desa. Pengurus BUMDes yang seharusnya dipilih berdasarkan kompetensi dan pengalamannya, terkadang asal tunjuk, sehingga pengurus juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hal semacam inilah yang kemudian dimafaatkan Kepala Desa, dimana dana seharusnya ditransfer ke rekening BUMDes, tetapi justru dipakai secara pribadi oleh Kepala Desa.

Lalu bagaimana mencegah agar keuangan desa dapat dikelola secara transparan dan akuntabel ? Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan :

1. Kepala Desa adalah layaknya Kepala Daerah, yang dipilih langsung oleh rakyat, semestinya memiliki integritas yang tinggi, jujur dan amanah dalam memegang jabatannya. Jika Kepala Desa berintegritas, tujuan mencalonkan diri sebagai Kepala Desa adalah untuk membangun desa, memajukan desa, menyejahterakan masyarakat, dapat dipastikan pengelolaan keuangan desa akan sesuai dengan APBDesa.

2. Memberdayakan dan meningkatkan peran BPD

Salah satu fungsi BPD adalah melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa. Dengan fungsinya ini, semestinya BPD dapat mengingatkan Kepala Desa jika Kepala Desa mulai melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang/keluar dari kerangka APBDEsa, BPD dapat mengawal agar APBDes dilaksanakan Pemerintah Desa secara akuntabel dan transparan. 

3. Pembinaan dan pengawasan Camat

Camat dapat memaksimalkan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja Kuwu. Mulai dari perencanaan/ penyusunan APBDesa, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan harus  dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Hal ini dapat meminimalisir penyalahgunaan keuangan oleh Kepala Desa.

4. Pengawasan internal APIP

Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yaitu Inspektorat Daerah Kabupaten harus melakukan pengawasan terhadap Dana Desa secara memadai, dengan memperhatikan faktor risiko. Risiko-risiko yang perlu diperhatikan misalnya jumlah anggaran, banyaknya pengaduan masyarakat pada desa tersebut, banyaknya permasalahan yang muncul di media massa, dan jumlah temuan BPK/BPKP/Inspektorat Provinsi.

Jika semua pihak melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing dengan baik, maka tidak mustahil anggaran Dana Desa yang sudah berjalan selama 7 (tujuh) tahun  benar-benar dapat mempercepat kemajuan di desa, mempercepat pengembangan infrastruktur desa, meningkatkan ketrampilan masyarakat, memajukan BUMDes dan pada akhirnya menggerakkan roda perekonomian desa dan menyejahterakan masyarakat desa pada umumnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun