Mohon tunggu...
Inayatun Najikah
Inayatun Najikah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Lepas, Pecinta Buku

Belajar menulis dan Membaca berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perempuan Identik (Ahh....)

28 Desember 2022   14:41 Diperbarui: 2 Januari 2023   12:31 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya akan terus mengasah bakat yang ada dalam diri saya. Jika ditanya sampai kapan, saya sendiri tak tahu. Namun satu hal yang perlu digaris bawahi. Suatu ketika saya akan menikah dengan laki-laki yang saya pilih. Laki-laki yang tahu caranya memperlakukan perempuan dan senantiasa menjunjung tinggi kesetaraan dan kesalingan.

Karena jika salah memilih pasangan, maka akibatnya adalah semakin berat menjalani kehidupan rumah tangga. Menikah kan tak hanya soal bahagianya saja. Banyak rintangan silih berganti saling datang dan menghadang. Mulai dari sisi ekonomi sampai dengan soal bermain hati. Jika pasangan yang kita pilih tak memahami konsep kesetaraan dan kesalingan tersebut, kita akan berada pada lingkaran hubungan yang toxic. Dan itu pasti tak enak dan tak nyaman.

Seringkali saya ditekan dengan dalil agama yang mengatakan bahwa menjadi seorang perempuan itu sangat mudah untuk mendapatkan pahala. Yaitu hanya dengan patuh terhadap suami, tak membantah setiap perkataannya, melayaninya, dan merawat anak-anak serta mampu mengatur segala kebutuhan rumah. Maka pahala akan mengalir tak ubahnya air sungai yang mengalir.

Mengapa perempuan hanya dinilai dari sisi seperti itu saja, sisi yang merendahkan perempuan. Kenapa tak memandang perempuan dari sisi kecerdasan intelektual yang dimilikinya juga. Mengapa pahala untuk perempuan hanya sebatas pada lingkaran domestik saja. Padahal sejatinya laki-laki dan perempuan adalah sama dan sejajar.

Saya pernah membaca sebuah kutipan seperti ini.

"Mereka yang kerap mempertanyakan perempuan, justru adalah mereka yang kerap kali kebosanan atau tak punya cukup kecakapan sehingga harus menjadikan kehidupan orang lain sebagai hiburan." (Najwa Shihab)

Atau seperti yang dikatakan Mbak Najwa saat dirinya menjadi bintang tamu pada acara Opera Van Java waktu itu.

"Mengapa perempuan harus disuruh memilih (ibu rumah tangga dan wanita karir) saat ia sendiri mampu untuk menjalani keduanya."

Saya seperti mendapat suntikan energi. Bahwa jika ada seorang perempuan yang menempuh pendidikan tinggi ataupun memiliki kecerdasan intelektual, seharusnya kita bangga dan mendukung dirinya. Bukan malah menjatuhkannya dengan memberikan label bahwa dirinya menyalahi kodrat atau malah untuk melawan laki-laki. Paling menyakitkan adalah yang memberikan label itu justru sesama perempuan itu sendiri.

Disisi lain, bukankah kehidupan ini kita diajarkan untuk senantiasa belajar. Belajar apa saja. Bahkan saat telah menjadi orang tua pun kita seharusnya terus belajar. Zaman semakin berkembang, kita pun juga harus ikut berkembang.

Terakhir yang ingin saya sampaikan, bahwa menjadi perempuan atau laki-laki kita tak bisa memperkirakannya. Sebagai sesama manusia, seharusnya kita harus saling menghormati dan menghargai. Karena sesungguhnya kita tak pernah tahu benar itu seperti apa? Bahkan yang dikatakan bahagia itu ketika apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun