Pada hari berikutnya, kebetulan lagi saya bertemu dengan Mbah Paimah. Dengan pakaiannya yang khas memakai jarik dan caping gunung, dari kejauhan saya sudah bisa menebaknya. Kecepatan motor saya tambah untuk bisa segera sampai disampingnya.Â
Dengan senang hati saya kembali menawarkan diri untuk memboncengkannya. Terlihat dari wajahnya yang tak lagi muda itu mengembangkan senyum. Sepanjang perjalanan kali ini saya mencoba memberanikan diri mengajukan beberapa pertanyaan. Ternyata Mbah Paimah merespon dengan baik dan begitu antusias.
Diusia senjanya Mbah Paimah masih semangat dalam mencari rejeki. Ia menggendong bakul yang berisi tape dari fajar hingga siang hari. Kadang tak hanya tape saja yang ia bawa, melainkan ada jeruk, salak, apel, dan terkadang terasi atau bawang merah.Â
Ia berjalan kaki dari rumahnya menuju beberapa desa yang berbeda kecamatan. Dengan perawakan yang begitu santun dan mudah bergaul, kini Mbah Paimah telah memiliki pelanggan tetapnya. Jarak rumahnya pada tempat yang ia tuju sangatlah jauh.
Ia harus menggunakan transportasi umum untuk sampai di desa-desa tersebut, salah satunya desa saya Margomulyo salah satu desa yang berada di Kabupaten yang mempunyai jargon Bumi Mina Tani. Desa saya sendiri jaraknya kurang lebih satu kilometer dari jalan raya.
Mbah Paimah menjalani rutinitasnya itu dengan berjalan kaki. Beberapa kali pula ada orang-orang baik yang bersedia memboncengkannya. Keuntungan dari hasil jualannya tak begitu banyak, namun ia tetap ikhlas menjalaninya.Â
Saya sempat bertanya tentang keberadaan anak-anaknya. Anak-anaknya telah sukses dan memiliki kehidupan masing-masing. Akan tetapi Mbah Paimah memilih tetap berjualan dengan maksud agar tak merepotkan anak-anaknya. Karena baginya berkat usaha inilah ia berhasil mengantarkan anak-anaknya menjadi orang yang sukses.
Sungguh cerita yang mengharukan. Perjalanan kali ini terasa begitu cepat untuk sampai ditepi jalan raya. Dengan senyuman yang meneduhkan itu, Mbah Paimah tak lupa mengucapkan terimakasih.Â
Sempat ia hendak memberi saya tip atau uang ganti bensin, namun saya tolak. Sebab saya teringat dengan nasihat orang tua, jika berbuat sesuatu harus dilandasi keikhlasan diri dan tanpa mengharapkan apapun.
Tuhan telah menuntun diri saya untuk peduli kepada Mbah Paimah. Bahkan saya tak menyangka jika dari hal sederhana ini saya telah mendapatkan pelajaran yang begitu berharga. Bahwa dibalik sebuah kebaikan, tersimpan kebaikan-kebaikan lainnya.Â
Saya belajar dari Mbah Paimah tentang bagaimana memaknai hidup. Tentang menjadi pribadi yang mandiri dan penuh semangat. Terima kasih Mbah. Dari Mbah Paimah saya mendapatkan pelajaran, yaitu apa pun profesi dalam bekerja jika di tekuni, di istiqimahi maka akan membuahkan hasil.