Malam itu setelah seharian berkutik di dapur membantu ibu menyiapkan berkat, saya sempatkan menonton pagelaran ketoprak dilapangan desa bersama ibu. Saya datang hanya melihat bagian perangnya saja setelah itu pulang. Sebab paginya harus berangkat kerja.Â
Jika tak begitu ditempat kerja pasti saya akan mengantuk. Saat perang adalah bagian paling mengasyikkan bagi saya. Tak tau kenapa alasannya. Hal itu sepertinya sudah mendarah daging dari sejak saya kecil.
Dimalam yang lain saya kembali mengikuti serangkaian kegiatan bersih desa yang ditutup dengan pengajian. Saya sangat bersyukur dan bahagia melihat antusias warga yang begitu luar biasa.Â
Tanpa diundang satu per satu mereka datang berbondong-bondong menuju lokasi yang disiapkan, berharap ilmu dan barokah dari apa yang disampaikan sang mubaligh.Â
Tak hanya dari desa saya saja, beberapa orang desa lain sengaja meluangkan waktunya. Pengajian dimulai sejak pukul 20.00 hingga 23.15 dengan mendatangkan KH. Abdul Wahid dari Cluwak Pati.
Ada beberapa poin yang disampaikan oleh sang mubaligh. Diantaranya tentang hikmah bersyukur dan berkahnya menolong sesama. Sang mubaligh menyampaikan dengan lugas disisipi berbagai cerita yang tertuang dalam hadist-hadist Nabi.Â
Semua yang hadir menyimak dengan seksama dan sesekali tertawa karena cerita yang disampaikan mengandung kelucuan. Saya yakin hal itu disisipkan agar pendengar tak merasa jenuh jika yang disampaikan hanya itu-itu saja.
Kiranya semoga kegiatan bersih desa senantiasa akan terjaga sampai kapanpun. Bukan karena sebab ada hiburan gratis, melainkan sebagai wujud rasa syukur kita atas bumi dan segala isinya yang diberikan cuma-cuma oleh Tuhan kepada manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H