Pikiran ini adalah wajar karena belum terlihat kesiapan pemerintah dalam menangani masalah ini, jika kebijakan lockdown diberlakukan.Â
Kebutuhan makanan, rumah sakit, petugas kesehatan, mobil ambulance dan sebagainya tentu harus sudah tersedia sebelum kebijakan lockdown diterapkan. Takutnya, lockdown diberlakukan namun kebutuhan pokok masyarakat tidak terpenuhi.
Tidak mungkin juga bagi mahasiswa untuk menumpuk beberepa kardus mi instan. Para orangtua juga tidak akan rela anak-anaknya mengonsumsi mi instan secara terus menerus, karena ditakutkan tidak ada warung makan yang buka.Â
Artinya, kebutuhan pokok tidak pasti terpenuhi, sementara mi instan tidak mengandung nutrisi yang cukup untuk tubuh, apalagi untuk menangkal virus Covid-19.
Untuk saat ini, sebagian orangtua tidak peduli apakah anaknya terpapar Covid-19 atau tidak. Bagi mereka, hal yang paling urgent adalah anaknya pulang kampung terlebih dahulu.
Imbauan yang disampaikan oleh akun Instagram @kawalcovid19 agar tidak pulang kampung terlebih dahulu tidak begitu diacuhkan untuk saat ini. Mungkin, karena belum ada jaminan dari pemerintah bahwa segala kebutuhan akan tercukupi nantinya.
Bagi mereka yang pulang kampung, tentu juga ada kendala terkait kuliah daring. Karena tidak semua daerah di Indonesia memiliki akses internet yang memadai.Â
Mau tidak mau, mahasiswa yang berasal dari daerah yang dimaksud tentu harus bertahan di kos-kosannya agar dapat kuliah secara daring. Banyak yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan.
Begitu dilematis, antara pulang kampung atau tetap bertahan di wilayah-wilayah yang sudah terjangkit. Saya sendiri tentu memilih untuk pulang, karena tidak ada kuliah yang saya ikuti lagi.Â
Sampai saat ini, saya tetap bertahan di Jogja karena (hanya) menunggu wisuda saja. Eh, ternyata wisudanya diundur sampai waktu yang belum ditentukan karena kasus Covid-19 ini. Jadi, saya secara pribadi lebih memilih pulang sebelum lockdown diterapkan. Berhubung karena disuruh orangtua juga.
Ketika pulang dari Jogja ke Padang dengan penerbangan langsung menggunakan salah satu maskapai pesawat, saya melihat sendiri bahwa mayoritas penumpang diisi oleh para mahasiswa perantau yang menuntut ilmu di Jogja.Â