Mohon tunggu...
Inamul Hasan
Inamul Hasan Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Literasi

Santri | Mahasiswa | Researcher | Traveler | Peresensi | Coffee Addict | Interested on History and Classical Novels

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo dan Faldo: Jalan Sama, Nasib Berbeda

24 November 2019   14:30 Diperbarui: 24 November 2019   16:35 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Faldo dan Prabowo Ketika Sama-Sama dalam Koalisi Adil-Makmur (@FaldoMaldini)

Kedua tokoh ini merupakan bagian dari 'Koalisi Adil-Makmur' yang memilih jalan yang sama, yaitu 'meloncat' ke tempat lawannya pasca kekalahan mereka ketika Pilpres dan Pileg beberapa bulan yang lalu. 

Prabowo merupakan calon presiden dari 'Koalisi Adil-Makmur' yang bergabung ke dalam kabinet 'Indonesia Maju'. Sedangkan Faldo merupakan juru bicara Prabowo sekaligus caleg Partai Amanat nasional (PAN) yang pindah ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk mendapatkan kursi Sumbar-1.

Prabowo kembali kalah dan gagal duduk sebagai RI-1 untuk yang kesekian kalinya. Untuk sekarang kelihatannya agak berbeda, ia bisa langsung berkontribusi untuk masyarakat Indonesia dengan menjabat sebagai Menteri Pertahanan. 

Adapun Faldo gagal mendapatkan suara yang mencukupi untuk menghantarkannya duduk di Senayan sebagai DPR-RI. Ia harus meninggalkan PAN dan masih meraba-raba untuk mendapatkan kursi Sumbar-1.

Konsistensi

Dari kekalahan kedua tokoh tersebut, ada hal yang patut kita diteladani, yaitu konsistensi. Ketika mencalonkan diri sebagai presiden, Prabowo maju semata-mata untuk menyelamatkan bangsa Indonesia, "Demi bangsa Indonesia..., Ibu Pertiwi sedang diperkosa...". 

Begitu juga ketika ditawari masuk ke dalam kabinet sebagai Mentri Pertahanan (Menhan), "Demi bangsa Indonesia..., saya bersedia membantu jika dibutuhkan". Dan kebetulan Jokowi membutuhkan Prabowo untuk bidang pertahanan.

Lalu, bagaimana dengan Faldo? Kelihatannya ia juga konsisten untuk bangsa Indonesia, walaupun harus pindah daerah dari Bogor ke Sumatera Barat. Tak hanya sampai disitu, ia juga rela pindah partai dari Partai Amanat Nasional (PAN) ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI), tentunya untuk mendapatkan kursi Sumbar-1. Padahal sangat sulit baginya maju dari PSI untuk menduduki kursi Sumbar-1 tersebut.

Walaupun keduanya kelihatan sama-sama konsisten untuk 'Bangsa Indonesia', namun keduanya memiliki nasib yang berbeda. Prabowo sudah 'nyaman' menduduki kursi sebagai Menhan, sedangkan Faldo masih meraba-raba dan tersandung untuk mendapatkan kursi Sumbar-1 tersebut.

@FaldoMaldini
@FaldoMaldini
Kenapa Harus PSI?

Bekas Ketua BEM UI ini, tentu masih memiliki banyak waktu untuk belajar. Faldo sadar bahwa Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat merupakan partai basis kemenangan Prabowo di Sumatera Barat dengan angka yang cukup signifikan. Adapun PSI masih jauh berada di bawah dan belum muncul ke permukaan. Ketika Faldo pindah dari PAN ke PSI dan langsung menjabat sebagai Ketua DPW PSI Sumatera Barat, sepertinya dukungan dari berbagai daerah mulai berdatangan.

Sebagai alumni Imperial College London, dukungan untuk Faldo tidak hanya dating dari Sumatera Barat. Dukungan dari luar Sumbar juga banyak berdatangan terutama untuk 'ongkos' naik menjadi calon gubernur. Titik demi titik terus dikunjunginya agar masuk dalam bursa calon gubernur. Dukungan semakin hari semakin bertambah hingga sekarang, karena cukup banyak orang menaruh harapan besar untuk anak muda ini.

Kenapa harus PSI? Kenapa tidak bertahan di PAN saja, atau pindah ke Gerindra sebagai partai yang paling kuat di Sumbar ketika Pilpres dan Pileg kemarin? Sepertinya sangat sulit bagi Faldo untuk maju sebagai calon gubernur dari PAN. Ia harus melangkahi politisi senior PAN yang berada di Sumbar  terlebih dahulu.

Dari sini, terkesan  bahwa Faldo sangat 'haus jabatan' dan terlalu 'tergesa-gesa'. Kenapa langsung maju sebagai calon gubernur? Kenapa tidak bersabar dan menunggu 5 tahun lagi agar dapat memberikan sedikit kontribusi terlebih dahulu?

Apakah ia sadar bagaimana cara masyarakat Sumbar menentukan pemimpinnya? Apakah ia masuk dalam kategori pemimpin ideal  dalam kacamata masyarakat di Sumatera Barat? Apakah ia mampu masuk dalam bursa calon gubernur?

Jika melihat tokoh seperti Bung Hatta, Bung Sjahrir, Haji Agus Salim, Tan Malaka dan lainnya tentu sangat berbeda dengan Faldo. Mereka memiliki idelisme yang kuat walaupun berbeda latar pergerakan. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) tahun 1948 dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) tahun 1958 merupakan bentuk idealisme tokoh-tokoh nasionalis asal Sumatera Barat pada waktu itu.

Idealisme itu sangat terlihat jelas ketika Bung Hatta rela meninggalkan kursi sebagai Wakil Presiden (1956) karena bertentangan dengan Soekarno. Begitu juga yang dilami oleh Natsir setelah kabinetnya dibubarkan oleh Soekarno (1951). Hal semacam ini tentu membutuhkan idealisme yang tinggi. Oh iya, zaman telah berubah. Dulu zamannya politik perjuangan, sekarang zaman politik kekuasaan.

@FaldoMaldini
@FaldoMaldini
Menakar Target Faldo: Cagub atau Cawagub?

Banyak rintangan yang harus dihadapi oleh Faldo untuk duduk sebagai Sumbar-1. Pertama, PSI  tidak memiliki kursi satupun di DPRD Sumbar hingga saat ini. Adalah 'isapan jempol' belaka, jika Faldo berharap menduduki kursi Sumbar-1 dari PSI sebagai partai pengusung utamanya.

Kedua, ia harus menyadari apa yang telah diperbuat oleh PSI terhadap Sumatera Barat dalam 5 tahun ini. PSI dianggap sebagai partai anti-syar'iat Islam, sedangkan masyarakat Sumatera Barat sangat kuat orientasinya terhadap syariat Islam yang terlihat dalam falsafah hidup mereka yaitu, "Adat Bersendi Syara', Syara' Bersendi Kitabullah". 

Sakit hati ini tentu sangat memberikan efek terhadap PSI. Hal ini setidaknya sebagaimana yang dialami oleh PDIP di Sumatera Barat, akibat sejarah kedekatan Soekarno dengan komunis.

Ketiga, ia masih tersandera dengan umurnya. Makanya ia harus melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait umurnya. Untuk mencalonkan diri sebagai gubernur, ia harus berumur 30 tahun sedangkan saat ini ia masih berumur 29 tahun. Doakan saja, semoga berhasil bro!

Rintangan tersebut tentu tidak mudah bagi Faldo. Ia hanya mencoba menaikkan popularitas dengan mengunjungi titik demi titik sebagaimana yang dilakukannya di ketika Pileg kemarin. Namun, harus diakui, kapal yang ia gunakan untuk maju menuju Sumbar-1 terdapat bocor (Minang: tirih) yang cukup serius.

Artinya, sangat jauh dari kemungkinan baginya untuk menduduki kursi calon gubernur,apalagi duduk sebagai gubernur. Sepertinya -- sesuai logika-- ia mengaharapkan kursi Cawagub, bukan Cagub. Makanya, Ia terus menaikkan elektabilitasnya supaya dapat dilirik dan dipasangkan dengan calon gubernur dari partai yang besar.

Dengan jargon "Sumangaik Baru" (Semangat Baru), tidak cukup bagi Faldo untuk mengangkat elektabilitasnya sebagai Cagub Sumbar. PSI sudah membuat pengalaman buruk untuk pertama kalinya bagi masyarakat Sumatera Barat, terutama dilabeli 'anti-Islam'. 

Pada akhirnya, yang menjadi PR terbesar bagi Faldo adalah menyiapkan rencana jika kalah dalam kontestasi Pilkada Sumbar tahun 2020 mendatang. Jangan sampai Faldo hanya tergiur dengan politik sesaat  dan kehilangan idealismenya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun