Terdapat 4 bentuk pola asuh yakni pola asuh penelantaran, demokratis, otoriter dan permasif (Santrock, 2020). Setiap pola asuh tiap-tiap orang tua yang di berikan kepada anak tentunya memiliki sisi kelebihan dan kekurangan yang hal tersebut berdampak kepada anak.
Beberapa orang tampak berusaha untuk mengikuti sebuah tren yang sedang berkembang di lingkungan sekitarnya. Mulai dari model jilbab hingga bentuk pemakaiannya. Mulai dari bentuk rumah hingga profesi pemiliknya, tidak pula ketinggalan bagaimana model pengasuhan yang di gunakan oleh artis idola mereka.Â
Sering kali ketika melihat orang-orang yang postingan media sosialnya tampak menarik dan tampak berhasil ketika di berikan kepada anaknya, kita pun mengira demikian jika model sebuah pengasuhan yang di berikan kepada anak kita sama berhasilnya, padahal hal tersebut belum tentu.
Dan seakan-akan rencana menjadikan anak yang "sempurna" adalah jadwal penting  orang tua saat ini.
Hampir setiap Anak yang di lahirkan di dunia ini bertemu dengan ambisi, atau jika memasuki jenjang pendidikan yang sering kita lihat adalah ambisi menjadi juara di kelas, hal ini sering di temukan ketika dalam obrolan satu keluarga mulai dari anak pertama hingga saudara ayah dan bundanya, saling membagikan pengalaman-pengalaman yang menonjol di antara yang lain.Â
Dan, sadar gak sih, sebenarnya secara tidak langsung, ambisi dibangun dari dinding-dinding lingkungan orang terdekat kita. Dan efek samping dari sebuah ambisi selalu mengarah pada hasil tanpa memperhatikan proses yang dialami oleh anak.
Sebuah ambisi yang ditunjukkan kepada anak-anak secara tidak langsung akan menjadi sebuah tuntutan bagi anak itu sendiri yang tentu akan berdampak pada kehidupannya. Seperti ketika anak yang sebenarnya memiliki minat dalam sebah bidang, ia tidak mampu menolak ambisi yang sudah orang tua harapkan, bahkan sering kali minat anak terabaikan, akibat ambisi tersebut. Â
Lalu Apa saja ciri-ciri dari push parenting ?
Menurut Elisabeth  Guthrie dan Kathy dalam bukunya yang berjudul "No More Push Parenting" :
- Mengatur nyaris setiap menit hidup anaknya dengan kursus-kursus, proram sosialisasi dan kegiatan-kegiatan "pengayaan" lainnya.
- Menuntut prestasi tinggi di sekolah dan di berbagai bidang lain, nyaris dengan segala cara (emosional, psikologis, fisik, dan dana)
- Menekan anak memilih kursus, pelatihan atau minat  lebih tujuan membuat CV atau Daftar Riwayat Hidup yang mengesankan daripada untuk memenuhi rasa ingin tahu yang alamiah dan minat pribadi
- Mencampuri persahabatan dan hubungan anak dengan guru dan pelatihnya.
Pengasuhan anak dengan push parenting seolah-olah mendapat "pembenaran" karena tujuannya yang sangat baik, dengan pengalihan bahasa "semua demi kebaikan dan kebahagiaan anak kedepannya". Kebahagiaan anak atau kebahagiaan orang tua?Â