Mohon tunggu...
Nur Inayati Fauziyah
Nur Inayati Fauziyah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Passionate in environmental, early childhood education and globalization issues. Loves to write everything.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Atasi Perubahan Iklim Lewat Paradigma Anti-Mainstream

2 Juni 2023   14:56 Diperbarui: 2 Juni 2023   15:01 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ekonomi Sirkular (Sumber: Bappenas RI)

Kita tahu bahwa setiap individu mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Tetapi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu pasti melakukan kegiatan yang bersinggungan dengan lingkungan. Dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi di malam hari, segala kegiatannya tidak terlepas dari menghasilkan suatu emisi. Tak jarang pula emisi yang dihasilkan pun mengandung karbon. Jadi dapat dipahami bahwa setiap aktivitas yang kita lakukan pasti menghasilkan emisi dan kita tidak dapat menghindari hal tersebut. Akan tetapi, kita dapat meminimalisir jumlah emisi yang dikeluarkan melalui kegiatan yang kita lakukan sehari-hari seperti :

  • Menanam pohon untuk membantu kembali menyerap emisi karbon yang kita hasilkan
  • Memprioritaskan penggunaan transportasi umum dibandingkan kendaraan pribadi
  • Meminimalisir penggunaan plastik, karena plastik termasuk jenis sampah yang sulit terurai secara alami
  • Hemat menggunakan energi dengan mematikan peralatan yang menggunakan listrik jika sedang tidak dipakai seperti AC, charger, rice cooker, televisi, kipas angin dan lainnya
  • Efisien dalam penggunaan air bersih atau sesuai dengan kebutuhan
  • Menggunakan produk yang ramah lingkungan

Saya sendiri sebagai Ibu Rumah Tangga dari dua orang anak, penanaman nilai-nilai yang pro-environment kepada anggota keluarga sudah saya lakukan sejak dini. Penanaman nilai tersebut diwujudkan dengan kegiatan yang dilakukan sehari-hari seperti :

  • Menggunakan menstrual cup dibandingkan pembalut sekali pakai. Sebagai wanita tentu menstruasi akan dating setiap bulannya. Memang sih harga menstrual cup ini cukup mahal tetapi bisa dipakai sampai 10 tahun lamanya. Saya telah menggunakan menstrual cup ini selama 3 tahun belakangan. Memang mahal di awal, tetapi setiap bulannya saya tidak harus membeli pembalut sekali pakai dan tentu bisa mengurangi sampah/limbah hasil pembalut yang juga sulit terurai.
  • Menggunakan popok clodi (cloth diaper) kepada kedua anak saya sejak mereka baru lahir hingga berumur 18 bulan. Selain lebih hemat dan ramah lingkungan, clodi juga menghindarkan anak dari penyakit ruam popok.
  • Selalu membawa botol minum (tumblr) dan tas kain jika berpergian untuk mengurangi sampah plastik.
  • Memanfaatkan barang bekas untuk mainan anak-anak dan mengolah makanan sisa untuk dimasak menjadi suatu makanan atau kreasi yang lain sehingga pembuangan dapat diminimalisir jumlahnya.

Hal kecil yang sudah saya lakukan untuk mengatasi perubahan iklim (Sumber:DokPri) 
Hal kecil yang sudah saya lakukan untuk mengatasi perubahan iklim (Sumber:DokPri) 

2. Level Korporasi

  • Menjalankan operasi kegiatan perusahaan dengan berprinsip pada sustainable yaitu memanfaatkan sumber daya yang ada secukupnya untuk kegiatan ekonomi dengan dampak lingkungan yang minimum
  • Membuat inovasi berbagai produk yang ramah lingkungan
  • Menggunakan energi yang ramah lingkungan untuk mengurangi jumlah emisi karbon yang dikeluarkan

3. Level Negara

  • Membuat regulasi atau peraturan yang mendukung pemeliharaan dan pemulihan lingkungan dalam skala nasional
  • Memberikan sanksi tegas kepada pelaku bisnis yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan dalam kegiatan operasionalnya
  • Memberikan insentif kepada produk-produk yang ramah lingkungan agar meningkatkan demand masyarakat untuk membelinya
  • Mendorong akselerasi penggunaan energi bersih melalui Energy Transition Mechanism (ETM) dan Just Energy Transition Partnership (JETP)

Ketika ketiga level ini dapat bersinergi bersama diharapkan dapat tercipta aksi nyata #BersamaBergerakBerdaya sebagai persembahan #UntukmuBumiku. Persoalan perubahan iklim bukanlah hal kecil yang dapat diselesaikan oleh segelintir orang. Namun, telah menjadi isu global yang dibutuhkan kerjasama antar pihak mulai dari level terkecil seperti individu hingga kerjasama antar negara. Oleh karenanya, dibutuhkan aksi kolektif yang melibatkan seluruh pihak untuk sama-sama berjalan memperbaiki kondisi bumi karena tanpa adanya #BersamaBergerakBerdaya tidak mungkin kita dapat memberikan yang terbaik #UntukmuBumiku. Hal ini sejalan dengan teori yang pernah saja pelajari sewaktu kuliah dulu yaitu Collective Action Theory. Teori ini menjelaskan bahwa suatu kelompok akan melakukan aksi bersama ketika mereka mempunyai tujuan dan visi yang sama pula. Artinya, baik individu, korporasi maupun negara memiliki tujuan sama yaitu untuk memulihkan kondisi bumi sehingga segala tindakan yang dilakukan haruslah berorientasi pada nilai-nilai yang pro-lingkungan.

Jika Aku Menjadi Sang Regulator 

 Menjadi regulator atau pembuat kebijakan mungkin bukan impian bagi banyak orang. Ada sekelompok orang yang memilih untuk pasif dan menerima saja apa yang ada. Namun, jika saya diberi kesempatan untuk menjadi pembuat kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi mitigasi risiko perubahan iklim saya akan melakukan beberapa hal. 

Pertama, membenahi sistem transportasi umum sebagai upaya untuk mengurangi jumlah orang yang menggunakan kendaraan pribadi. Kita tahu bahwa jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan bermotor bisa mencapai jutaan metrik top setiap tahunnya. Bayangkan jika emisi yang dihasilkan terus meningkat hingga kita tidak bisa bernafas dengan lega karena polusi dari asap kendaraan telah mencemari udara. Karenanya, dibutuhkan transportasi umum yang terintegrasi dan mudah digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Saya sendiri menganggap bahwa kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif kepada pasar yang ingin membeli kendaraan listrik kurang tepat karena hanya akan meningkatkan demand masyarakat untuk membeli produk tersebut sebagai mobil pribadi. Seharusnya, insentif tersebut diberikan kepada pelaku bisnis yang mau mengembangkan sistem transportasi umum berbasis listrik sehingga dapat lebih efisien dan efektif dalam mengurangi jumlah emisi karbon yang dihasilkan.

Kedua, memberikan insentif kepada seluruh pelaku bisnis yang mau bertindak pro-environment dan menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan. Seringkali, pendanaan menjadi masalah utama bagi pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya. Saat ini, sudah banyak kebijakan baik dari pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral yang mendorong terciptanya keuangan hijau (green economy) dengan membiayai proyek-proyek yang bersifat rendah emisi. Kebijakan itu diharapkan dapat menstimulasi para pelaku bisnis untuk bertransisi ke arah yang lebih ramah lingkungan. Ketiga, memperkuat hukum yang melindungi hak-hak bagi masyarakat adat sebagai garda terdepan dalam mitigasi perubahan iklim.

Masyarakat Adat, Garda Terdepan yang Sering Terlupakan

Sewaktu saya bekerja di perusahaan konsultan PR yang fokus di bidang lingkungan, saya pernah ditunjuk untuk menjadi koordinator acara Peduli Hutan yang diselenggarakan di Sorong, Papua Barat. Saat itu, saya harus merasakan menjadi orang lokal dan hidup disana selama satu minggu. Mulai dari makan sagu, mengelola hasil hutan untuk dijual, memburu hewan untuk dimakan hingga merasakan tidur beralaskan tikar yang mereka jahit sendiri. Pengalaman itu sungguh tak terlupakan dan membuat saya sadar bahwa Masyarakat Adat lah sebagai garda terdepan dalam menangani perubahan iklim. Loh kok bisa begitu?

Masyarakat adat atau masyarakat hukum adat ialah masyarakat yang tinggal di pedalaman, umumnya berada di kawasan hutan dan memegang nilai-nilai tradisional yang diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka. Berbagai nilai tradisional tersebut selaras dengan pelestarian lingkungan, mereka menganggap bahwa alam itu seperti 'tuhan' mereka yang harus dijaga dan tidak boleh dirusak. Mereka sangat mempedulikan kelestarian lingkungan dengan mengambil hasil alam "secukupnya" untuk hajat orang banyak. Walaupun hidup mereka jauh dari kecanggihan teknologi tetapi mereka sangat berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup kita.

Bahkan, Presiden Joko Widodo pada pidatonya di COP21 Paris menyatakan pelibatan masyarakat adat penting dalam mengatasi perubahan iklim karena hutan adat menyimpan 20% karbon hutan tropis dunia. Hutan adat di Indonesia telah berkontribusi menjaga karbon sebesar 32,7 Gigaton atau setara dengan 46% dari total pengurangan emisi secara global. Masyarakat adat yang mengusung norma hidup menjaga kelestarian sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, merupakan garda terdepan dalam pemenuhan target Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 guna mencegah krisis iklim. Namun sayangnya, eksistensi mereka saat ini justru terancam karena semakin banyaknya perusahaan yang mengambil alih kedaulatan hak atas tanah mereka dan perusakan kawasan hutan secara massal untuk pembangunan proyek. Oleh karena itu, diperlukan undang-undang yang mengatur hak masyarakat adat secara inklusif agar mereka mendapat perlindungan dan perlakuan yang adil. Karena sejatinya, sebagai penjaga alam terbaik, suara masyarakat adat penting didengar oleh publik dan para pengambil kebijakan.

Gambar Anak Ketua Masyarakat Adat di Desa Kampung Sbaga, Distrik Klaso, Sorong, Papua Barat (Sumber: DokPri)
Gambar Anak Ketua Masyarakat Adat di Desa Kampung Sbaga, Distrik Klaso, Sorong, Papua Barat (Sumber: DokPri)

Paradigma Anti-Mainstream Sebagai Kunci Keberhasilan Atasi Perubahan Iklim 

Semua orang setuju bahwa perubahan iklim menjadi isu krusial global yang harus segera ditangani bersama. Bahkan isu tersebut masuk ke dalam agenda prioritas pada pertemuan G20 tahun 2022 silam. Terdapat 7 prioritas isu perubahan iklim yang dibahas pada forum G20 (Environment Deputy Minister -- Climate Sustainability Working Group) yaitu: (1) kerusakan lahan; (2) kehilangan keanekaragaman hayati; (3) sampah di laut; (4) pengelolaan air; (5) konsumsi berkelanjutan dan efisiensi sumber daya; (6) keuangan berkelanjutan; dan (7) perlindungan laut. Jika kita menilik lebih dalam dari 7 prioritas isu tersebut sebenarnya semua bersumber pada satu akar masalah yaitu paradigma ekonomi yang kurang tepat. Mengapa ekonomi? karena setiap aktivitas ekonomi yang kita lakukan pasti akan berkaitan dengan lingkungan dan ketika kita mempunyai paradigma ekonomi yang tidak sejalan dengan prinsip lingkungan maka lingkungan tersebut pun akan ikut rusak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun