Mohon tunggu...
Irenna M
Irenna M Mohon Tunggu... Penulis - human

master none

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaya Dadakan

6 September 2022   18:51 Diperbarui: 6 September 2022   18:53 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pernah ketika malam jadwal mereka ngeronda, Uyo iseng bertanya, mengapa istrinya berlaku demikian? Kemudian Asep menjawab,"Kata bini gua, aura lo itu gelap. Apes terus auranya. Dia juga bilang, gua harus jaga jarak supaya nggak ketularan apes kayak lo."

Mendapati jawaban itu membuat kesal bukan main. Mentang-mentang Istri Asep itu anak dukun, ia tidak berhak berkata seenak jidat. Musyrik itu! Percuma hidup, ibadah apa pun yang dilakukan tak akan diterima.  "Gua ke sini cuma mau ambil pancingan punya gua yang dipinjem laki lo!" Uyo terbawa emosi, ia tak kalah ketus bicara. Ia berjalan mendekat, lalu mengambil pancingan yang diletakan di bawah kursi bambu itu tanpa basa-basi. "Kalau pinjem, kembaliin dong!"

Tidak mau ambil pusing perihal keluarga Asep, Uyo pun melanjutkan perjalanan ke sungai. Ia membayangkan senar kail itu bergerak runtun, ditarik moncong seekor ikan di kedalaman kedung, lalu ia mengangkat kailnya dan seekor ikan besar pun menggelepar di udara. Uyo jadi tidak sabar dan bersemangat sekali.

Setelah sampai di sungai, Uyo langsung melempar kail lalu duduk di tepian. Sambil menunggu umpannya dimakan ikan, ia menyalakan rokok yang tinggal sisa dua batang. Hingga rokoknya habis, tidak ada tanda-tanda kailnya bergerak. Nihil, tak seekor ikan pun mendekat apalagi menjamah umpannya.

Satu jam ... dua jam ..., Uyo hampir putus asa. Namun, ketika ia ingin beranjak pulang, gagang pancing miliknya bergerak. Uyo yang senang bukan kepalang langsung menarik gagang pancing itu dengan berapi-api, begitu kailnya naik ke permukaan ia malah mendapati bekas popok bayi sekali pakai. "Jancok!" umpatnya kasar.

Kejadian itu terulang lagi, ia mengangkat gaggang pancing dan malah mendapati plastik berlendir sisa cinta satu malam, besek bekas, sandal buluk, ranting pohon, dan kemasaran sabun cuci baju beraneka merek. "Setan...tolol! Masih ada aja orang yang buang sampah sembarangan." Uyo memaki. Ia hampir saja membuang pancingnya ke tengah sungai, sebelum suara Asep menahannya.

"Yo ... tadi lu mampir ke rumah?" Asep menuruni tangga batu ke tempat Uyo berada. "Sori, tadi gua belum pulang dari warung." Enam bulan lalu setelah dapat modal dari mertuanya, Asep membuka warung mie ayam dekat pasar. Hanya ramai beberapa hari saja, setelahnya sepi pengunjung.

Uyo melirik sekilas, lalu acuh tak mempedulikan kedatangan Asep. Ah, saat ini yang ia butuhkan hanya uang dan ikan. Tak ada guna Asep kemari, toh dia tak akan membantu apa-apa. Kami ini sama-sama kere!

"Diem aje lo, kesambet apa gimana? Buset, dah."

"Ngapain ke sini? Jangan sampe lo anyut ke sungai, gua yang dituduh jadi bala sial sama bini lo."

Asep berdecak lidah sembari menepuk pundak Uyo pelan. "Mulut perempuan aja lo tanggepin. Janganlah masukin hati. Bini gua emang suka asal kalau ngomong."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun