Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Sebaiknya TPP Bersikap Begini terhadap Kontrak

28 Januari 2025   10:15 Diperbarui: 29 Januari 2025   15:33 2095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: Gambar oleh Jonathan Alvarez dari Pixabay)

Hari ini Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dihadapkan pada dilema kontrak kerja. Sementara di sisi lain TPP sedang berjibaku di desa mengimplementasikan ketahanan pangan (minimal) 20 persen pada perencanaan desa, sesuai Kepmendes 3/2025. Masalah ini menimbulkan keresahan tersendiri bagi banyak TPP di Indonesia, sehingga mereka cenderung kurang konsentrasi dalam bekerja.

Dalam kondisi ini, muncul pertanyaan: apakah TPP menunggu hingga ada kejelasan dari pemerintah? Atau mengambil langkah inisiatif? Pertanyaan ini menjadi sangat relevan, mengingat tanggung jawab mereka dalam mendampingi desa tidak bisa ditunda.

Menunggu arahan dari pemerintah terkadang menciptakan jeda waktu yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Sebaliknya, mengambil inisiatif lebih awal mungkin membawa risiko, namun menunjukkan komitmen TPP dalam menjalankan perannya secara maksimal.

TPP mesti mampu menyeimbangkan antara kepatuhan terhadap regulasi dan keberanian berinovasi. Pendekatan proaktif yang tetap mengacu pada koridor kebijakan akan membantu memastikan bahwa pendampingan desa tetap berjalan tanpa melanggar aturan yang berlaku.

Menunggu Kejelasan: Pilihan yang Berisiko

Bagi sebagian TPP, menunggu keputusan dari pemerintah menjadi pilihan yang masuk akal. Harapan mereka, pemerintah segera memberikan arahan yang jelas terkait masa depan kontrak dan sertifikasi.

Namun, sikap pasif ini memiliki risiko besar. Proses pengambilan keputusan di tingkat birokrasi seringkali lambat. Sementara itu, waktu terus berjalan, dan batas waktu sertifikasi semakin dekat.

Di sisi lain, tanggung jawab TPP untuk mendampingi desa tetap wajib dilaksanakan. Penundaan dalam memastikan kontrak justru bisa memengaruhi kualitas kerja mereka di lapangan.

Haruskah Menunggu Surat Perintah Kerja (SPK)?

Bagi sebagian TPP yang lain, Surat Perintah Kerja (SPK) adalah dokumen yang sangat ditunggu. SPK sering menjadi penentu kejelasan kontrak, mencakup durasi dan hak-hak tenaga pendamping. Namun, apakah menunggu SPK adalah langkah yang ideal?

Dalam situasi mendesak seperti ini, bersikap pasif bisa berisiko. Menunggu terlalu lama tanpa proaktif mencari informasi bisa membuat TPP kehilangan momentum. Seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2020), keputusan yang diambil dalam ketidakpastian sebaiknya disertai dengan upaya mengurangi risiko, termasuk dengan mencari data tambahan.

Mengambil Inisiatif: Menjadi Proaktif

Sebagai alternatif, TPP dapat mengambil langkah proaktif untuk menghadapi situasi ini. Langkah pertama adalah segera mempersiapkan diri untuk memenuhi syarat sertifikasi yang diminta.

Langkah ini tidak hanya menunjukkan profesionalisme, tetapi juga komitmen terhadap pekerjaan. Seperti yang diungkapkan dalam teori kepemimpinan adaptif oleh Heifetz (2009), mengambil inisiatif dalam situasi tidak pasti adalah tanda kepemimpinan sejati.

Selain itu, TPP juga dapat memperkuat jaringan komunikasi dengan pemerintah dan pihak terkait. Dengan cara ini, mereka bisa mendapatkan informasi terkini sekaligus menyampaikan aspirasi secara langsung.

TPP perlu bertanya dan mendorong kepada mereka yang memiliki akses langsung terhadap info utama di BPSDM Kementerian Desa. Langkah ini akan membantu memastikan bahwa informasi terkait sertifikasi dan kontrak dapat diterima lebih cepat dan jelas.

Menyusun Strategi Jangka Pendek dan Panjang

Menghadapi ketidakpastian kontrak, TPP perlu menyusun strategi jangka pendek dan panjang. Strategi ini akan membantu mereka tetap fokus pada tugas pendampingan sekaligus mempersiapkan masa depan.

Dalam jangka pendek, fokus utama adalah memenuhi syarat sertifikasi. Selain itu, TPP juga bisa memanfaatkan pelatihan dan pendampingan dari pihak-pihak yang relevan.

Untuk jangka panjang, TPP dapat mengadvokasi perlunya perubahan sistem kontrak. Sistem kontrak yang lebih stabil akan meningkatkan rasa aman bagi TPP dan mendorong mereka bekerja lebih optimal.

Mendorong Pemerintah Memberikan Kepastian

Pemerintah memiliki peran penting dalam memberikan kejelasan kepada TPP. Kebijakan terkait kontrak dan sertifikasi mestinya segera dijelaskan agar TPP bisa bekerja dengan tenang.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kontrak kerja mestinya memberikan rasa aman kepada pekerja. Prinsip ini sebaiknya juga berlaku bagi TPP yang bekerja untuk masyarakat desa.

Selain itu, pemerintah juga perlu menyediakan akses yang mudah dan murah untuk proses sertifikasi. Hal ini penting agar tidak ada TPP yang kehilangan kontrak hanya karena kendala administratif.

Keseimbangan Antara Profesionalisme dan Hak

Dalam menghadapi situasi ini, TPP sebaiknya menemukan keseimbangan antara menjalankan tugas profesional mereka dan memperjuangkan hak-haknya. Keduanya sama pentingnya untuk memastikan keberlanjutan pekerjaan mereka.

Seperti yang disampaikan oleh Drucker (1999) dalam bukunya "Management Challenges for the 21st Century," profesionalisme adalah kunci dalam menghadapi tantangan di dunia kerja. Namun, itu mesti diimbangi dengan upaya memperjuangkan hak-hak dasar pekerja.

Mengambil Langkah Bijak untuk Masa Depan

Ketidakpastian kontrak tidak mestinya menjadi hambatan bagi TPP untuk tetap berkontribusi pada pembangunan desa. Dengan langkah yang tepat, mereka bisa tetap menjalankan tugas sekaligus mempersiapkan masa depan.

Menunggu kejelasan dari pemerintah memang penting, tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya pilihan. TPP mengambil langkah proaktif, baik dalam memenuhi syarat sertifikasi maupun memperjuangkan perubahan sistem.

Dengan kombinasi antara inisiatif individu dan dukungan dari pemerintah, masalah kontrak ini bisa diatasi. Pada akhirnya, keberlanjutan pekerjaan TPP akan memberikan dampak positif bagi pembangunan desa yang mereka dampingi.

Simpulan

Dalam situasi ketidakpastian kontrak, TPP perlu mengambil sikap yang seimbang. Menunggu kejelasan dari pemerintah sebaiknya disertai dengan langkah proaktif untuk memenuhi syarat sertifikasi dan memperjuangkan perubahan sistem.

Dengan strategi yang tepat, TPP tidak hanya bisa mempertahankan pekerjaan mereka, tetapi juga meningkatkan kualitas pendampingan bagi desa. Pada akhirnya, ini adalah win-win solution untuk semua pihak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun