Barbershop modern yang didesain untuk urbanitas mungkin tidak relevan dalam konteks desa. Tradisi dan nilai-nilai kolektif yang dipegang masyarakat pedesaan sulit diadaptasi ke dalam ruang yang steril dari interaksi.Â
Seperti dikatakan oleh Clifford Geertz dalam The Interpretation of Cultures (1973), budaya lokal sering kali tidak terpisahkan dari fungsi sosial sehari-hari.
Tuaq Saleh adalah manifestasi dari konsep itu. Ia hadir bukan sebagai pelaku bisnis semata, melainkan sebagai bagian dari sistem sosial desa.Â
Ketika orang bercukur di tempatnya, mereka tidak sekadar mencari potongan rambut, melainkan ruang untuk bersilaturahmi dan menyuarakan aspirasi.
Pengalaman bercukur di barbershop modern yang hening membuat saya merenung. Mungkin inilah yang membuat model bisnis modern sulit bertahan di desa. Mereka gagal memahami bahwa bercukur adalah proses kolektif di mana relasi sosial terbangun secara natural.
Dalam tulisan The Moral Basis of a Backward Society (1958), Edward Banfield menyebut bahwa solidaritas komunal adalah perekat masyarakat tradisional.Â
Tukang cukur tradisional seperti Tuaq Saleh tidak sekadar memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga menjadi penjaga moralitas kolektif itu.
Barbershop modern memang menawarkan estetika dan layanan profesional, tetapi mereka belum bisa menggantikan fungsi sosial Tuaq Saleh. Warga desa mencari interaksi, bukan hanya layanan. Mereka ingin didengar, berdialog, dan merasakan keberadaan komunitas.
Setiap kali saya mengunjungi tempat cukur Tuaq Saleh, saya pulang dengan lebih dari sekadar potongan rambut baru. Saya membawa cerita, tawa, dan pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika desa.
Tuaq Saleh adalah cermin dari masyarakat desa yang hidup dalam kebersamaan. Ia membuktikan bahwa teknologi dan modernisasi tidak selalu menjadi jawaban untuk semua kebutuhan manusia. Di desa, kebersamaan tetap menjadi nilai yang tak ternilai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI