Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan monumental yang menghapuskan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Dengan keputusan ini, setiap partai politik peserta pemilu memiliki hak penuh mencalonkan presiden dan wakil presiden, tanpa terikat syarat persentase perolehan suara atau kursi di parlemen. Langkah ini memberikan angin segar bagi demokrasi Indonesia yang telah lama terjebak dalam dominasi partai besar.
Putusan ini, sebagaimana tertuang dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, menegaskan bahwa pencalonan kepala negara tidak boleh didasarkan pada angka tertentu yang membatasi peluang partai kecil. Di sisi lain, penghapusan ambang batas ini diiringi empat rambu penting yang dirancang guna menjaga keadilan dan integritas pemilu.Â
Salah satunya, partai yang tidak mencalonkan pasangan calon dalam pemilu akan kehilangan hak untuk ikut serta dalam pemilu berikutnya. Rambu ini berpotensi mengubah strategi partai politik secara drastis.
Langkah MK ini membuka peluang lebih besar bagi munculnya wajah-wajah baru di lembaran surat suara. Tidak tertutup kemungkinan, bursa capres-cawapres akan lebih ramai dengan nama-nama yang sebelumnya hanya beredar di tingkat diskusi publik.Â
Di balik optimisme itu, muncul pertanyaan mendasar, apakah iklim politik Indonesia siap menghadapi konsekuensi dari keputusan ini? Dalam konteks ini, penghapusan presidential threshold bukan hanya soal memberikan peluang, tetapi juga menyangkut kesiapan sistem politik dan masyarakat.
Bagi partai politik, ini adalah tantangan besar. Dengan banyaknya calon potensial, partai harus lebih kreatif dan inovatif dalam menentukan kandidat yang benar-benar mampu merepresentasikan aspirasi rakyat.Â
Keputusan MK juga memaksa partai lebih serius membangun basis dukungan di akar rumput, mengingat setiap suara kini memiliki arti strategis dalam pencalonan. Fenomena ini diprediksi akan semakin mempertegas pergeseran politik dari elit ke massa.
Salah satu kelompok yang mungkin menjadi sorotan dalam dinamika ini adalah Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa. Sebagai ujung tombak pembangunan di desa, TPP memiliki akses langsung ke masyarakat.Â
Mereka adalah figur yang dipercaya, memiliki kapasitas, dan memahami permasalahan di lapangan. Dengan penghapusan presidential threshold, tidak menutup kemungkinan TPP menjadi rebutan partai politik untuk mendulang suara di desa.
Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai kajian dan laporan mengenai pembangunan desa, TPP memainkan peran strategis dalam mendorong keberhasilan program pembangunan berbasis masyarakat.Â