Stunting menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan desa di Indonesia. Dengan prevalensi mencapai 21,6% pada tahun 2023, masalah ini tidak hanya mencerminkan kurangnya asupan gizi, tetapi juga menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih terintegrasi dalam membangun masyarakat desa yang sehat dan produktif (Kementerian Kesehatan, 2023). Prinsip “less is more” dapat menjadi panduan mengoptimalkan sumber daya desa guna mencapai desa bebas stunting.
Pemanfaatan Dana Desa menjadi kunci pertama dalam menghadapi stunting. Melalui penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), desa dapat memprioritaskan pembangunan sarana air bersih, sanitasi, dan pemberian makanan tambahan di Posyandu.
Langkah ini tidak membutuhkan anggaran besar tetapi memberikan dampak signifikan pada tumbuh kembang anak (World Bank, 2022). Misalnya, Desa Banjar di Bali berhasil mengurangi angka stunting hingga 10% dengan menyediakan sarana air bersih menggunakan Dana Desa.
Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) juga berperan strategis. Sebagai entitas ekonomi desa, BUM Desa dapat mengelola program ketahanan pangan dengan mengorganisir kelompok tani dan peternak lokal. Hasilnya, kebutuhan gizi masyarakat dapat terpenuhi dari dalam desa sendiri tanpa harus mengandalkan pasokan dari luar.
Contohnya adalah Desa Ponggok di Jawa Tengah, yang mengoptimalkan peran BUM Desa untuk mendukung penyediaan protein hewani dari budidaya ikan air tawar.
Program Satu Desa Satu Eksportir pun memiliki potensi besar dalam pengentasan stunting. Desa yang mampu menghasilkan produk unggulan berskala ekspor dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Dengan pendapatan lebih baik, keluarga di desa dapat menyediakan gizi berkualitas untuk anak-anak mereka.
Hal ini terlihat di Desa Gubugklakah, Malang, yang berhasil mengekspor hasil pertanian organik sekaligus meningkatkan taraf hidup petaninya.
Pembangunan embung desa memberikan solusi sederhana tetapi sangat efektif. Embung tidak hanya sebagai penampung air, tetapi juga menopang sistem irigasi yang mendukung pertanian sepanjang tahun. Dengan hasil pertanian yang konsisten, desa memiliki kemampuan lebih baik untuk menyediakan bahan pangan bergizi.
Sebagai contoh, desa-desa di Belu Nusa Tenggara Timur berhasil mengatasi krisis pangan melalui pembangunan embung kecil dengan teknologi sederhana.
Selain itu, inisiatif Desa Hijau Ramah Lingkungan dapat mendukung upaya pengentasan stunting. Penanaman tanaman penyerap karbon tidak hanya memperbaiki kualitas lingkungan tetapi juga menciptakan sumber pangan lokal yang berkelanjutan. Bank Sampah Desa dan Bank Minyak Jelantah dapat diintegrasikan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya lingkungan sehat bagi pertumbuhan anak.
Ketahanan pangan menjadi fondasi utama dalam melawan stunting. Pemanfaatan lahan kosong di desa untuk bercocok tanam dapat meningkatkan ketersediaan pangan bergizi. Pelibatan kelompok petani dalam program ini memastikan keberlanjutan produksi. Desa-desa di Gunung Kidul, Yogyakarta, telah membuktikan efektivitas pendekatan ini dengan mengubah lahan kering menjadi ladang produktif.
Digitalisasi Desa, khususnya melalui Marketplace Desa dan Bank Data Potensi Ekonomi Desa, mempermudah distribusi dan pemasaran hasil pertanian. Dengan teknologi informasi, desa dapat menjangkau pasar yang lebih luas, sehingga produk pangan bergizi bisa diakses oleh lebih banyak masyarakat. Langkah ini sudah diimplementasikan di Desa Kandangan, Jawa Timur, yang memasarkan produk organik melalui platform digital.
Tidak kalah penting, Konvergensi Stunting Desa menegaskan perlunya intervensi sensitif dan spesifik. Intervensi sensitif, seperti penyediaan fasilitas air bersih, dapat mencegah penyakit yang menghambat pertumbuhan anak. Intervensi spesifik, seperti pemberian makanan tambahan di Posyandu, langsung menyasar kebutuhan gizi anak balita. Data dari UNICEF (2023) menunjukkan bahwa kombinasi kedua intervensi ini mampu menurunkan angka stunting hingga 30% dalam lima tahun.
Pendampingan Desa oleh tenaga profesional menjadi elemen penting dalam mengawal seluruh program prioritas. Pendamping tidak hanya membantu proses perencanaan dan implementasi, tetapi juga memastikan monitoring dan evaluasi berjalan efektif.
Sebagai contoh, pendamping desa di Kabupaten Lombok Tengah berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya Posyandu melalui edukasi berkelanjutan.
Pembangunan sarana olahraga desa turut memberikan dampak tidak langsung pada pengentasan stunting. Dengan menggerakkan kelompok olahraga pemuda, masyarakat lebih sadar akan pentingnya pola hidup sehat. Desa-desa di Sumatera Barat telah memanfaatkan sarana olahraga untuk mengkampanyekan pentingnya aktivitas fisik dan gizi seimbang.
Program Desa Organik juga memiliki relevansi besar. Melalui pelatihan pertanian organik, petani dapat menghasilkan produk pangan yang lebih sehat dan aman untuk dikonsumsi. Desa-desa di Kabupaten Magelang telah memulai inisiatif ini dan berhasil meningkatkan kualitas pangan sekaligus pendapatan petani lokal.
Pengelolaan data yang berkualitas menjadi penopang seluruh program. Interoperabilitas data memastikan sinkronisasi informasi antara desa, pemerintah daerah, dan kementerian. Data yang akurat membantu menentukan prioritas program dan alokasi sumber daya yang tepat. Sistem ini telah diterapkan di Kabupaten Banyuwangi, yang dikenal sebagai pelopor digitalisasi desa di Indonesia.
Selain fokus pada infrastruktur dan program ekonomi, pemberantasan narkoba dan judi online juga berperan penting dalam membangun desa sehat. Dengan menghilangkan ancaman sosial ini, desa menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal. Pemerintah Desa Singkawang, Kalimantan Barat, telah berhasil menurunkan kasus narkoba melalui kerja sama lintas sektor.
Konsolidasi antar lembaga menjadi langkah strategis dalam pengentasan daerah tertinggal. Dengan kolaborasi yang terencana, desa tertinggal dapat menikmati fasilitas yang sama dengan desa maju. Sebagai contoh, konsolidasi di Papua Barat telah berhasil membawa perubahan signifikan dalam layanan kesehatan dan pendidikan dasar.
Prinsip “less is more” mengajarkan bahwa kesederhanaan dapat menjadi solusi ampuh dalam membangun desa bebas stunting. Dengan fokus pada program-program prioritas, desa akan mampu menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Langkah-langkah kecil yang terintegrasi mampu memberikan dampak besar pada kehidupan masyarakat desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H