Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Merenungi Jejak Menulis: Empat Artikel, Empat Kisah Berkesan

24 Desember 2024   22:27 Diperbarui: 24 Desember 2024   22:27 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak dari keempat artikel ini memang belum sepenuhnya terlihat. Namun, setidaknya tulisan tentang PPPK telah memberi harapan bagi banyak orang. Doa-doa yang dipanjatkan setelah membaca artikel itu adalah bukti bahwa menulis bisa menjadi sarana kecil untuk menyemai harapan. Dalam konteks pendamping desa, harapan seperti ini adalah energi yang tak ternilai.

Melihat ke belakang, saya menyadari betapa setiap tulisan adalah jejak yang tak pernah hilang. Sekian artikel lebih yang saya tulis adalah kumpulan momen, ide, dan perjuangan. Empat artikel yang berkesan ini hanyalah sebagian kecil dari perjalanan menulis yang terus berkembang.

Namun, di balik semua itu, ada satu kecemasan yang masih menggantung: kontrak tahun 2025 sebagai pendamping desa masih menunggu. Deg-degan tentu ada, meski segala syarat sudah dipenuhi. Harapan tetap saya gantungkan pada Tuhan dengan istiqamah menjalani tugas.

Menulis, bagi saya, adalah cara untuk terus berjalan, untuk mengingatkan diri sendiri dan orang lain bahwa setiap langkah kecil memiliki arti. Dalam perjalanan menulis ini, saya belajar bahwa kata-kata memiliki kekuatan untuk menghubungkan, menginspirasi, dan memberi harapan. Dan selama itu terus berjalan, saya yakin, akan selalu ada cerita baru untuk dituliskan.

Namun, apa yang membuat menulis menjadi lebih bermakna adalah bagaimana tulisan itu berinteraksi dengan pembaca. Setiap komentar, baik yang bernada mendukung maupun yang kritis, adalah cerminan dari bagaimana tulisan tersebut mampu menyentuh sesuatu di dalam diri mereka.

Artikel pertama, tentang ironi menjadi koordinator pendamping desa, misalnya, memancing banyak perdebatan. Beberapa pembaca bahkan menghubungi saya secara pribadi untuk berbagi pengalaman serupa. Hal ini mengajarkan saya bahwa tulisan tidak hanya tentang apa yang ingin kita katakan, tetapi juga tentang apa yang ingin didengar oleh orang lain.

Di sisi lain, kisah Mas Jon dalam artikel kedua tidak hanya mengembalikan ingatan saya ke masa lalu, tetapi juga membuka mata banyak pembaca tentang pentingnya menghargai orang-orang sederhana yang sering kali menjadi pahlawan tanpa tanda jasa.

Beberapa rekan seangkatan bahkan menghubungi saya setelah membaca tulisan ini, mengungkapkan betapa kisah itu juga mengingatkan mereka pada sosok-sosok serupa dalam hidup mereka yang kadang terlupakan.

Artikel ketiga, tentang PPPK, menjadi bukti nyata bahwa tulisan bisa menjadi sarana aspirasi kolektif. Dalam sebuah forum diskusi online, saya menemukan artikel ini dibagikan oleh seseorang yang tidak saya kenal, disertai komentar yang penuh semangat.

Rasanya seperti melihat tulisan itu hidup dan menemukan jalannya sendiri di luar kendali saya. Momen ini menjadi pengingat bahwa setiap kata yang kita tulis memiliki potensi untuk melampaui batas-batas yang kita bayangkan.

Kisah Ahmad Fauzan dalam artikel keempat mungkin adalah yang paling personal bagi saya. Menulis tentang seorang teman yang mencapai posisi penting adalah tantangan tersendiri. Saya ingin memastikan bahwa tulisan itu tidak hanya menjadi sekadar pujian, tetapi juga refleksi mendalam tentang perjalanan hidup kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun