Setiap pergantian tahun, kebijakan Dana Desa selalu menjadi sorotan. Bukan hanya besaran anggaran yang kian membengkak, melainkan juga dinamika peruntukan dan implementasinya. Tahun 2025 nanti, Dana Desa akan dialokasikan sebesar Rp71 triliun, angka yang menegaskan pentingnya desa sebagai tulang punggung pembangunan nasional.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyebut arah kebijakan ini sebagai upaya percepatan pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas desa, hingga adaptasi terhadap tantangan perubahan iklim (Kurnia, 2024).
Tren kebijakan Dana Desa 2025 patut dicermati. Dengan pendistribusian lebih sederhana dari tiga tahap menjadi dua, kecepatan penyaluran diharapkan lebih efektif. Pemerintah menitikberatkan alokasi berbasis kinerja dan kebutuhan afirmasi.Â
Desa-desa mandiri mendapatkan insentif lebih besar sebagai bentuk penghargaan atas capaian kemandirian mereka. Sementara itu, desa tertinggal dan sangat tertinggal mendapat prioritas afirmasi untuk mendorong percepatan pembangunan (Kurnia, 2024).
Dalam penyederhanaan ini, tantangan justru muncul pada realisasi penggunaan dana. Tahun 2024, masih ada 1.932 desa yang belum menyalurkan tahap kedua Dana Desa mereka.Â
Angka ini menimbulkan kekhawatiran soal kemampuan desa dalam menyerap anggaran. Lebih lanjut, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa yang menjadi salah satu penanganan kemiskinan ekstrem masih menghadapi masalah akurasi data penerima.Â
Keberhasilan program ini bergantung pada kesiapan pemerintah desa dalam memutakhirkan data serta memastikan dana sampai ke keluarga yang benar-benar membutuhkan.
Di tengah dinamika ini, peran pendamping desa menjadi sangat strategis. Pendamping desa berfungsi sebagai katalisator pembangunan sekaligus fasilitator dalam implementasi program Dana Desa.Â
Mereka membantu desa dalam menyusun perencanaan, memastikan transparansi penggunaan dana, serta memberikan pendampingan teknis dan administratif.Â
Sebagai ujung tombak yang berinteraksi langsung dengan pemerintah desa dan masyarakat, pendamping desa juga menjadi jembatan antara kebijakan pemerintah pusat dan realisasi di lapangan (Dethan, dkk. 2020).