Putri Mandalika—belakangan nama ini dijadikan sebagai nama sirkuit, sosok legendaris dalam kisah masyarakat Lombok, selain dikenal karena kecantikannya, juga dikenang sebab kebijaksanaannya. Ketika para pangeran saling memperebutkan dirinya, Putri Mandalika memilih jalan yang tak biasa: melepaskan diri ke laut untuk menyelamatkan rakyatnya dari pertumpahan darah.Â
Keputusan bijak ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya mengutamakan harmoni, yang sangat relevan dalam mengelola konflik di desa saat ini. Sebab desa sering kali menjadi tempat di mana konflik sosial muncul.Â
Entah karena perebutan lahan, distribusi bantuan, atau perbedaan pandangan politik. Konflik semacam ini jika tidak dikelola dengan baik bisa memecah belah masyarakat dan menghambat pembangunan.
Kisah Putri Mandalika memberikan inspirasi tentang bagaimana kepentingan bersama harus selalu menjadi prioritas di atas kepentingan individu.
Di banyak desa, konflik seringkali dipicu oleh ketidakadilan. Ketika ada kelompok yang merasa tidak mendapat haknya, ketegangan muncul. Dalam konteks ini, pemimpin desa harus mampu menjadi fasilitator, bukan provokator.
Mereka perlu mengutamakan dialog untuk meredakan ketegangan. Seperti Putri Mandalika yang tidak memihak siapa pun, seorang pemimpin desa harus adil dan berpihak pada kebenaran, bukan pada kelompok tertentu.
Namun, keadilan saja tidak cukup. Diperlukan pengorbanan untuk menciptakan harmoni. Ini tidak berarti pemimpin desa harus mengorbankan dirinya secara harfiah, tetapi mereka harus rela mendahulukan kepentingan desa di atas ambisi pribadi.
Dalam kisah Putri Mandalika, keputusan besarnya membuat semua pihak sadar akan pentingnya persatuan. Hal ini mengajarkan bahwa pemimpin yang bersedia berkorban akan lebih dihormati dan diikuti.
Di era modern ini, teknologi juga bisa menjadi alat untuk meredakan konflik. Misalnya, penggunaan musyawarah berbasis digital untuk melibatkan lebih banyak warga desa dalam pengambilan keputusan.
Tetapi teknologi hanyalah alat. Inti dari penyelesaian konflik tetaplah pada nilai-nilai seperti kejujuran, keberanian, dan keikhlasan, seperti yang ditunjukkan oleh Putri Mandalika.
Selain itu, masyarakat desa perlu belajar untuk tidak memperkeruh konflik. Budaya gotong royong dan semangat kekeluargaan harus terus dipupuk. Sebab, konflik tidak akan pernah selesai jika masyarakat lebih suka menjadi penonton atau penyulut api.
Dalam kisah Putri Mandalika, para pangeran akhirnya menyadari bahwa persatuan lebih penting daripada ambisi pribadi mereka. Kesadaran ini hanya muncul ketika mereka melihat keberanian Putri Mandalika.
Pemerintah juga memiliki peran besar dalam mendukung pengelolaan konflik di desa. Pendampingan dari tenaga profesional, seperti Tenaga Pendamping Desa, sangat penting untuk membantu masyarakat memahami akar konflik dan mencari solusi bersama. Mereka bisa menjadi jembatan antara masyarakat dan pemimpin desa, memastikan komunikasi berjalan efektif.
Belajar dari Putri Mandalika adalah belajar tentang cinta. Cinta pada harmoni, cinta pada kedamaian, dan cinta pada desa. Konflik memang tak bisa dihindari, tetapi bisa dikelola. Jika setiap individu di desa memahami arti pengorbanan demi kepentingan bersama, harmoni akan lebih mudah tercipta.
Putri Mandalika mungkin hanyalah sebuah legenda, tetapi nilai-nilai yang ia tinggalkan sangat nyata. Dalam setiap langkah pembangunan desa, nilai-nilai ini harus dihidupkan kembali. Sebab, desa yang damai adalah desa yang tumbuh bersama, tanpa meninggalkan siapa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H