Padahal, beriuk tinjal sejatinya mencerminkan inklusivitas, di mana semua elemen masyarakat berperan sesuai kemampuan masing-masing. Ketidaksesuaian ini dapat menciptakan gesekan sosial yang merugikan keberlanjutan program.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah strategis agar budaya beriuk tinjal dapat berkontribusi secara optimal dalam pelaksanaan PKTD. Pertama, pemerintah desa perlu memadukan prinsip-prinsip beriuk tinjal dengan tujuan PKTD secara bijak.
Misalnya, meskipun pekerjaan dalam program ini diberikan upah, semangat gotong royong tetap bisa terimplementasi melalui penguatan rasa memiliki terhadap hasil pembangunan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan hingga evaluasi program.
Kedua, tokoh seperti tuan guru dan pemangku kepentingan di desa berperan sebagai penjaga nilai-nilai budaya beriuk tinjal. Mereka memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara nilai tradisional dan kebutuhan modern.
Dengan peran aktif para pemimpin lokal, masyarakat akan lebih mudah memahami bahwa PKTD selain merupakan proyek pembangunan, juga sarana memperkuat kebersamaan dalam bingkai tradisi.
Ketiga, mekanisme insentif dalam PKTD dirancang guna mendukung semangat beriuk tinjal. Selain upah tunai, desa juga memberikan penghargaan simbolis seperti pengakuan komunitas atau insentif berbasis hasil kerja kolektif.
Dengan cara ini, masyarakat tetap merasa bahwa kerja mereka bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang kontribusi sosial yang lebih besar.
Program PKTD pada dasarnya bentuk modernisasi dari semangat gotong royong yang sudah ada dalam budaya beriuk tinjal. Keberhasilannya tidak hanya ditentukan oleh jumlah proyek yang diselesaikan, tetapi juga oleh kemampuan program ini dalam memperkuat solidaritas sosial.
Melalui pendekatan yang tepat, budaya beriuk tinjal dapat menjadi kekuatan utama yang mendukung tercapainya tujuan PKTD, yakni menciptakan desa yang bersih, sehat, dan mandiri.
Pada akhirnya, keberlanjutan program ini bergantung pada komitmen bersama menjaga harmoni antara nilai tradisional dan tuntutan pembangunan modern. Budaya beriuk tinjal selain bagian dari sejarah, juga fondasi masa depan yang harus terus dirawat.
Dengan menyelaraskan tradisi dan program, desa dapat mencapai pembangunan yang bersifat fisik, sekaligus memperkuat ikatan sosial yang menjadi ruh masyarakat.