Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Konsultan - Penikmat Kopi

Saat ini mengabdi pada desa. Kopi satu-satunya hal yang selalu menarik perhatiannya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demi Investasi Masa Depan Desa, PLD Harus Sarjana!

2 Desember 2024   08:40 Diperbarui: 2 Desember 2024   09:32 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Langkah lain yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan bahwa gaji PLD mencukupi untuk kebutuhan hidup layak. Pemerintah dapat mengevaluasi ulang besaran honorarium PLD sehingga mereka memiliki ruang finansial guna melanjutkan pendidikan.

Pendamping Lokal Desa (PLD) merupakan ujung tombak dalam mendampingi masyarakat desa demi mewujudkan pembangunan berbasis partisipasi.

Mereka berperan strategis memastikan implementasi program pemerintah seperti penggunaan Dana Desa, pemberdayaan ekonomi, penanganan stunting, hingga pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Namun, tantangan besar dihadapi oleh mayoritas PLD adalah mereka masih berpendidikan SMA.

Meski mereka memiliki kemampuan nalar yang baik, keterbatasan pendidikan formal sering kali membatasi ruang gerak mereka dalam menjalankan tugas. Karenanya, menjadi sangat penting mendukung PLD melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana.

Salah satu kendala utama mengapa PLD enggan melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana adalah, pertama, karena keterbatasan finansial. Gaji PLD, yang rerata hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer.

Kedua, dengan tuntutan pekerjaan yang berat, seperti mendampingi desa dalam perencanaan, implementasi, hingga pelaporan kegiatan, mereka juga tidak memiliki cukup waktu mengikuti program pendidikan formal.

Ketiga, kebijakan baik yang pernah dicanangkan oleh Menteri Desa sebelumnya untuk mendukung PLD melalui program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) hingga masa akhir jabatannya, belum terealisasi.

Ketidakterlaksanaannya program RPL, yang seharusnya membantu PLD mendapatkan gelar sarjana dengan mengonversi pengalaman kerja menjadi kredit akademik, menunjukkan perlunya upaya konkret meningkatkan kapasitas pendidikan mereka.

Berharap PLD melanjutkan pendidikan secara mandiri tampaknya tidak realistis tanpa dukungan pemerintah. Karenanya, diperlukan kebijakan dan anggaran khusus untuk memastikan peningkatan pendidikan mereka.

Mengapa penting bagi PLD menjadi sarjana? 

Pertama, dengan meningkatnya kompleksitas program-program pembangunan desa, PLD membutuhkan kompetensi yang lebih tinggi. 

Sebagai contoh, program seperti Satu Desa Satu Eksportir atau pengembangan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) memerlukan pendamping yang mampu memahami konsep pemasaran global, pengelolaan rantai pasok, dan strategi peningkatan daya saing produk lokal. 

Pendidikan sarjana akan membekali PLD dengan kemampuan analitis dan manajerial untuk mendampingi desa dalam mengembangkan produk unggulan yang bisa bersaing di pasar nasional maupun internasional.

Kedua, tugas PLD kini juga mencakup pengelolaan program berbasis teknologi, seperti Digitalisasi Desa. Program ini melibatkan pengembangan marketplace desa, bank data ekonomi, dan pelatihan konten kreator.

Dengan pendidikan SMA, PLD mungkin akan kesulitan memahami konsep-konsep ini secara mendalam. Sebaliknya, pendidikan sarjana akan membantu mereka menguasai teknologi informasi, analisis data, dan strategi komunikasi digital, sehingga mereka dapat mendampingi desa dengan lebih baik dan lebih efektif.

Ketiga, program prioritas seperti Konvergensi Stunting Desa membutuhkan PLD yang tidak hanya memahami aspek teknis tetapi juga mampu melakukan analisis sosial dan medis dasar terkait stunting.

Intervensi yang melibatkan pembangunan sanitasi, pemberian makanan tambahan, atau pengelolaan posyandu memerlukan pendamping dengan pemahaman multidisiplin. Pendidikan sarjana akan membantu PLD memadukan data, ilmu, dan praktik di lapangan untuk mendukung pemerintah desa dalam menurunkan angka stunting.

Efek positif dari PLD yang berpendidikan sarjana akan dirasakan dalam berbagai aspek pembangunan desa. Pertama, kualitas perencanaan dan pelaksanaan program desa akan meningkat. PLD yang sarjana dapat membantu pemerintah desa menyusun dokumen perencanaan berbasis data akurat, melaksanakan program dengan manajemen yang baik, dan membuat laporan yang sesuai standar. Mereka juga mampu memfasilitasi dialog antarwarga dengan pendekatan yang lebih ilmiah dan solutif.

Kedua, PLD yang sarjana akan menjadi panutan di desa. Mereka tidak hanya menjalankan tugas pendampingan tetapi juga menjadi motivator bagi masyarakat untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan. Dengan demikian, keberadaan PLD dapat menciptakan efek domino positif yang mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia di desa.

Ketiga, PLD yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menjembatani kebutuhan desa dengan berbagai sumber daya dari luar, baik dari pemerintah, swasta, maupun lembaga internasional. Mereka akan lebih percaya diri dalam menjalin kemitraan dengan investor, mengakses program pendanaan, dan menghadirkan inovasi yang relevan untuk desa.

Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah perlu mengambil langkah strategis. Salah satu solusi yang paling mungkin dilakukan adalah menghidupkan kembali program RPL. Dengan mengonversi pengalaman kerja PLD menjadi kredit akademik, mereka dapat menyelesaikan pendidikan sarjana dalam waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih ringan. Program ini dapat diimplementasikan melalui kerja sama antara Kemendesa PDTT dengan universitas-universitas di seluruh Indonesia.

Selain RPL, pemerintah pusat dapat menyediakan beasiswa khusus bagi PLD. Lembaga seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dapat membuka jalur beasiswa untuk pendamping desa dengan syarat pengabdian setelah lulus. Beasiswa ini tidak hanya membantu PLD secara finansial tetapi juga memastikan mereka tetap mengabdi untuk membangun desa.

Pemerintah daerah juga memiliki peran penting. Setiap daerah dapat mengalokasikan anggaran khusus untuk beasiswa pendidikan bagi PLD yang berprestasi. Selain itu, pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi lokal untuk menyediakan program kelas karyawan yang disesuaikan dengan jadwal kerja PLD. Dengan model ini, PLD dapat melanjutkan pendidikan tanpa mengganggu tugas pendampingan di desa.

Kemendesa PDT juga dapat memfasilitasi pelatihan-pelatihan berbasis teknologi untuk meningkatkan kapasitas PLD dalam jangka pendek. Pelatihan ini dapat mencakup manajemen BUM Desa, pemasaran digital, pengelolaan dana desa, hingga pengembangan konten kreator. Meski tidak setara dengan pendidikan sarjana, pelatihan ini dapat membantu PLD mengimbangi tuntutan tugas yang semakin kompleks.

Langkah lain yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan bahwa gaji PLD mencukupi untuk kebutuhan hidup layak. Pemerintah dapat mengevaluasi ulang besaran honorarium PLD sehingga mereka memiliki ruang finansial guna melanjutkan pendidikan.

Meningkatkan pendidikan PLD bukan hanya tentang memberikan gelar akademik, tetapi juga tentang membangun kapasitas desa demi mencapai kemandirian dan kesejahteraan. Dengan PLD yang sarjana, desa-desa di Indonesia akan memiliki pendamping yang mampu menghadapi tantangan pembangunan dengan wawasan, keterampilan, dan semangat yang lebih besar. Investasi dalam pendidikan PLD adalah investasi untuk masa depan desa dan masyarakatnya.

Pemerintah harus menyadari bahwa peningkatan pendidikan PLD merupakan kebutuhan mendesak, bukan pilihan. Tanpa langkah nyata, potensi besar dari program-program pembangunan desa akan sulit diwujudkan secara optimal. Dengan dukungan pendidikan yang memadai, PLD dapat menjadi agen perubahan yang membawa desa-desa Indonesia ke arah yang lebih maju, mandiri, dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun